KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmatnya dan karunianya sehingga kami dari kelompok III (Tiga) dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan
judul makalah ‘’ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI/ANAK DENGAN GANGGUAN
SISTEM HEMATOLOGI HIV & AIDS ”
Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1.
Bapak Ns Ronald Sagala, Skep yang telah berkenan
membimbing kami dalam tugas makalah ini
2.
Teman-teman satu angkatan yang telah banyak memberi
dukungan utk menyelesaikan makalah ini
Disamping itu kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca dan kita semuanya untuk kesempurnaan makalah ini dimasa akan
datang
Akhir kata kami ucapkan
banyak terima kasih dari semua pihak,semoga makalah ini dapat berguna bagi kita
semua.
Sibolga, JUNI 2011
Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB). Penyakit ini kian
populer dalam beberapa waktu dengan slogan baru yang disandangnya, “TB: Bukan
Batuk Biasa”. Beberapa orang awam
mungkin lebih mengenalnya dengan sebutan penyakit flek paru.Tak disangka, TB
ternyata sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno.Meski usang, tapi penyakit ini
masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-sampai, TB pun memiliki hari
peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24 Maret.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang
dewasa.Anak-anak pun terancam.Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga
tahun kehidupan selama dan segera setelah pubertas.Baru-baru ini, jumlah kasus
TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan, pada
kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang terinfeksi kuman
HIV.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000
anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia.Disinilah masalah
mulai muncul.Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan
menegakkan diagnosis sedini mungkin. Demikian papar Prof Dr. dr. Cissy B
Kartasasmita, SpA(K) dalam The 2007 National Symposium Update on Tuberculosis
and Respiratory Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006. Pada orang dewasa,
diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam
sputum/dahak.Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk
mengeluarkan dahak.Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak
cukup.Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam
adalah sebesar 3-5 ml, dengan konsistensi kental dan purulen.
Masalah kedua adalah jumlah kuman M. tuberculosis dalam sekret
bronkus anak lebih sedikit daripada orang dewasa.Hal itu dikarenakan lokasi
primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer.BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah kuman 5000/ml
dahak.Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas.Hal-hal tersebutlah
yang sering membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis. Gejala TB pada anak
sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak
organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ
lain. Jangan sampai salah diagnosis atau overdiagnosis.
Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana cara
mengetahui anak yang terinfeksi TB dan bagaimana Asuhan Keperawatannya.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, muncul persoalan pokok : seperti apa itu
penyakit TB (Tuberculosis), apa penyebabnya, gejalanya, dan bagaimana dengan TB
pada anak? Samakah dengan TB pada Orang dewasa dan bagaimana kita melakukan
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit tuberculosis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan
pengalaman nyata mengenai penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan TB paru
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengakajian pada pasien anak TB paru
b. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien anak TB paru
c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien anak TB paru
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien anak TB
paru
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien anak TB paru
f. Mampu membuat dokumentasi yang ditujukan untuk institusi Rumah
Sakit
BAB II
TUBERKULOSIS PADA ANAK
A.
Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis yaitu suatu bakteri tahan asam,
atau Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
B.
Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena
kuman Mikobacterium tuberkulosia telah menginfeksi sepertiga penduduk
dunia.Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995
melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy),
meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit
tuberkulosis.Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian
besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini
disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita
menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar
sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997).Di
negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari
seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit
tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif
(15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak
terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan
dan nifas.
Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah
tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran
pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis
dengan kematian sekitar 140.000.secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan juga terdapat lebih
dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia. Di
Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000
orang.Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
C.
Etiologi Dan
Penularan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan Micobacterium bovis (sangat jarang disebabkan
oleh Micobacterium avium).Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch
pada tahun 1882.Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60°C dalam
15-20 menit.Fraksi protein basil tuberculosis menyebabkan nekrosis jaringan
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab
terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.Basil
Mycobacterium tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun
eksotoksin).
Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara hingga
sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui
udara penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis,
biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi dengan kontak langsung
misalnya melalui luka atau lecet di kulit.Tuberculosis kongenital sangat jarang
dijumpai. Selain Mycobacterium tuberculosis perlu juga dikenal golongan
Mycobacterium lain yang dapat menyebabkan kelainan yang menyerupai
tuberculosis. Golongan ini disebut Mycobacterium atipic atau disebut juga
unclassified Mycobacterium.
Faktor Resiko
Resiko Infeksi TBC
Anak yang memiliki
kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan
obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat.Pajanan terhadap
orang dewasa yang infeksius.
Resiko timbulnya
transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa
tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus
atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat
serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara
yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau
orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini
disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal,
dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan
sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam
konsentrasi yang rendah pada sekret endobrokial anak .
Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai
resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena
imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC
ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1
tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak
usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada
dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC
dibuktikan dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi.Konversi tes
tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis,
diabetes melitus, gagal ginjal kronik. Status sosial ekonomi yang rendah,
penghasilan yang kurang,kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang
rendah.
D.
Patofisiologi
Masuknya basil tuberculosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan
penyakit.Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil
tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia.Infeksi primer biasanya terjadi
dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93% dari 2.114 kasus,
mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan
sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah kena
infeksi tuberkulosis (susceptible).
Tabel 1. Lokalisasi Fokus Primer TB
Lokalisasi Fokus
Primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah :
|
|||
Paru
Usus
Kulit
Hidung
tonsil
|
95,93 %
1,14 %
0,14 %
0,09 %
0,09 %
|
Telinga tengah
Kelenjar parotis
Konjungtiva
Tidak diketahui
|
0,09 %
0,05 %
0,05 %
2,41 %
|
E.
Manifestasi Klinik
Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun,
kerentanan) dan faktor agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang umum
terjadi adalah demam yang tidak tinggi (subfebris), berkisar 38 derajad
Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2 minggu
dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan,
dan gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada
TB paru dewasa, tidak terlalu mencolok pada anak.Mengapa?Sebab lesi primer TB
paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai
reseptor batuk.Kalaupun terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan
bronkus dimana terdapat reseptor batuk.Batuk kronik pada anak lebih sering
dikarenakan oleh asma.Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai
gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan
pada kasus infeksi lain. Maka dari itu, keberadaan infeksi lain perlu
dipikirkan agar anak tidak overtreated. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung
dari organ yang terkena seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata,
usus, dan organ lain.
Atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis
pada anak dapat disebutkan sebagai berikut :
1.
Berat badan turun tanpa
sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi
2.
Anoreksia dengan gagal
tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive)
3.
Demam lama dan berulang
tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut),
dapat disertai keringat malam.
4.
Pembesaran kelenjar
limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple
5.
Batuk lama lebih dari 30
hari
6.
Diare persisten yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare
Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB
tulang dan sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala
iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata.Oleh karena gejala
TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan
melainkan banyak organ tubuh lain, maka ada yang menyebut TB sebagai the great
immitator.Perhatikan bila gerak anak kurang aktif jika dibandingkan dengan anak
sebayanya.
Kelenjar limfe.Kelenjar limfe superfisialis sering dijumpai,
kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau
posterior, juga dapat terjadi aksila, inguinal, submandibula dan supra
klavikula. Secara klinis kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral,
tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan dan dapat saling melekat satu sama
lain. Perlekatan ini terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar
limfe.TBC kulit/skrofuloderma. TBC tulang dan sendi : Gejala umum yang sering
ditemukan adalah adanya nyeri, bengkak disendi yang terkena dan gangguan atau
keterbatasan gerak. Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh epifisis tulang
merupakan daerah dengan baskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TBC.
Tulang punggung (spondilitis) : gibbus, tulang panggul (koksitis) : pincang,
pembengkakan di pinggul, tulang lutut: pincang dan/atau bengkak, tulang kaki
dan tangan. TBC otak dan saraf: Meningitis TBC, Merupakan penyakit yang berat
dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi, terjadi akibat penyebaran langsung
kuman TBC ke jaringan selaput saraf (meningens). Dengan gejala iritabel, kaku
kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.
Jika berdasarkan klasifikasinya, manifestasi TB pada anak adalah
sebagai berikut : Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu : stadium
pertama yang merupakan kompleks primer dengan penyebaran limfogen. Stadium ke
dua yaitu Pada waktu terjadi penyebaran hematogen dan Stadium ketiga yaitu
Tuberkulosis paru menahun (crhonic pulmonary tuberkulosis).
Klasifikasi lain dari tuberkulosis adalah: Tuberkulosis primer
yang merupakan infeksi pertama dari tuberculosis, tuberkulosis subprimer yang
merupakan komplikasi tuberkulosis primer serta Tuberkulosis pascaprimer yang
merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen dan estrogen setelah infeksi
primer sembuh. Ada juga yang membagi tuberkulosis menjadi dua stadium,
yaituTuberkolosis primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya.Dan
Tubekolosis pasca primer. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar
diketahui secara klinis karena penyakit secara perlahan-lahan. Kadang-kadang
tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala.Dengan melakukan uji
tuberkulin secara rutin, dapat ditemukan penyakit tuberkulosis pada anak.
Gejala tuberkulosis primer juga dapat panas yang naik turun selama 1-2 minggu
dengan atau tanpa batuk dan pilek.Gambaran klinis tuberkulosis primer lain
ialah panas, batuk, anoreksia dan berat badan yang menurun. Kadang-kadang
dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai
atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti
tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil,harus dipikirkan juga kemungkinan
tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Tuberkulosis dapat juga
menunjukkan gejala seperti brokopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala
bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan
brokopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis.
Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulkosis
,terutama tuberkulosis tonsil, adenoid dan telinga tengah. Flikten pada mata
diduga sebagai gejala hipersensivitas dan dalam flikten tidak terdapat
basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada,
flikten sering tetap hilang timbul. Flikten sering disertai infeksi
sekunder biasanya oleh Staphylococus hemolyticus. Hal lain yang juga dapat
menyebabkan timbulnya flikten ialah benda asing, trakoma dan askariasis.
Eritema nodusum sangat jarang dijumpai di Indonesia, tetapi bila terdapat pada
kulit menunjukkan bahwa penyakit masih aktif.Gambaran klinis lainnya sesuai
dengan organ yang terkana misalnya paru, selaput otak, hepar, tulang dan sendi,
ginjal dan lain-lain.
F.
Komplikasi
Komplikasi Yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1.
Meningitis
2.
Spondilitis
3.
Pleuritis
4.
Bronkopneumoni
5.
Atelektaksis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
G.
Pemeriksaan Diagnostik
Permulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya tidak
jelas dan tidak khas,tetapi kalau terdapat panas yang naik turun dan lama
dengan atau tanpa batuk dan pilek, anoreksia, penurunan berat badan dan anak
lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain umtuk diagnosis
tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis orang dewasa.
Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif
dan kelainan radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan
pada anak
1.
Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam
menegakkan diagnosis tuberkulosis.uji tuberkulin lebih penting lagi artinya
pada anak kecil bila diketahui adanya komversi dari negatif (recent tuberculin
converter).pada anak dibawah umur lima tahun dengan uji tuberkulin
positif,proses tuberkulosis biasanya masih aktifmeskipun tidak menunjukkan
kelainan klinis dan radiologis, demikian pula halnya jika terdapat
konfersi uji tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan berdasarkan timbulnya
hipersensitivitas terhadap tuberkulo protein karena adanya infeksi
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu cara moro dengan
salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan
penyuntikan intrakutan dan “multiple puncture method “ dengan empat-enam
jarum berdasarkan cara Heaf dan tine. Sampai sekarang cara mantoux masih
dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan karena jumlah
tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang
terdapat pada mantoux terdiri atas: Eritema karena vasodilatasi primer, Edema
karena reaksi antara antigen yang disuntikkan dengan antibody dan indurasi yang
dibentuk oleh sel mononukleus
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan
dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Tuberkulin yang
biasanya dipakai ialah Old Tuberculin (OT) dan purified protein Derivative
tuberculin (PPD). Pengeceran OT dan PPD yang biasanya digunakan ialah : Dosis
baku tuberkulin uji mantoux ialah 0,1 ml PPD-RT 23 2TU,PPD-S 5 TU atau
OT ½ .000 yang disuntikkan intrakutan. Indurasi dengan diameter 5
mm ke atas dianggap positif dengan catatan 0-4 mm negatif, 5-9 mm masih
meragukan dan 10 mm keatas jelas positif. Kalau uji tuberkulin dengan PPD-RT 23
2TU,PPD-S 5TU atau dengan OT ½.000 negatif , maka pemeriksaan harus diulang
dengan PPD-RT 23 100 TU atau OT 1/100 untuk memastikan bahwa uji tuberkulin itu
negatif. Juga kalau dengan PPD-RT 23 2TU,PPD-S 5TU atau OT ½.000 negatif tetapi
masih dicurigai akan adanya tuberkulosis aktif, misalnya diketahui terdapat
kontak dengan penderita tuberkulosis aktif, keadaan umum yang jelek dan
kemungkinan adanya anergi, maka pemeriksaan diulang dengan PPD-RT23 100 TU atau
OT 1/100
Tabel 2. Pengeceran
Tuberkulin
Kekuatan
(“strength”)
|
Tuberkulin PPD-S
|
Tuberkulin
PPD-RT23
TU
|
“Old Tuberkolin”
|
||
Mg per
dosis
|
TU
|
Mg perdosis
|
pengeceran
|
||
Pertama
(“fisrt”)
“intermediate”
Kedua
(“second”)
|
0,00002
0,0001
-
0,005
|
1
2
10
250
|
-
2
5
100
|
0,01
-
0,1
100
|
|
Di Indonesia uji mantoux dengan OT 1/100 (PPD-RT23 2TU atau PPD-S
5TU) negatif.Sebaiknya uji tuberkulin dikerjakan secara rutin pada setiap anak
dan kalau negatif diulang 6-12 bulan untuk menemukan tuberkulosis sedini
mungkin.Penyuntikan BCG menyebabkan konversi uji tuberkulin sehingga dapat
mengacaukan penilaian uji tubekulin untuk diagnosis tuberkulosis. Dinyatakan
bahwa bila anak yang telah mendapat BCG, kemudian hasil uji tuberkulin dengan
PPD –RT23 2TU, PPD-S 5TU atau OT ½.000 menimbulkan indyrasi lebih dari 15 mm,
maka harus dicurugai akan adanya super infeksi tuberkulosis. Jika BCG diberikan
pada masa neonatus, maka hanya setalah 1 tahun hanya 10 % yang mempunyai
reaksi dengan indurasi 5 mm atau lebih terhadap PPD-RT23 2TU atau PPD-S 5TU dan
tidak ada yang bereaksi dengan diameter indurasi 10 mm ke atas
Uji tuberkulin akan menjadi negatif untuk sementara pada penderita
tuberkulosis (anergi) dengan : Malnutrisi energi protein, Tuberkulosis berat,
Morbili,varisela, Pertusis,difteria,tifus abdominalis, Pemberian kortikosteroid
yang lama, Vaksin virus misalnya poliomyelitis serta Penyakit ganas,misalnya
penyakit hodgkin
2.
Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan
radiologis. Secara rutin dilakukan fotorontgen paru dan atas indikasi juga
dibuat fotorontgen alat tubuh lain,misalnya foto tulang punggung pada
spondilitis.Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis
paru ialah :
1.
Kompleks primer dengan
atau tanpa perkapuran
2.
pembesaran kelenjar
paratrakeal
3.
Penyebaran milier
4.
Atelektasis
5.
Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis
paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis,tetapi
harus disertai data klinis lainnya
3.
Pemeriksaan
Bakteriologis
Penemuan basil tuberkulosis memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi
tidak ditemukannya basil tuberkulosis bukan berarti tidak menderita
tuberkulosis.Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah:
a.
Bilasan lambung
b.
Sekret bronkus
c.
Sputum pada anak besar
d.
Cairan pleura
e.
Likuor serebrospinalis
f.
Cairan asites
g.
Bahan-bahan lainnya
Di Negeri yang telah telah maju dengan sarana laboratorium yang
baik, basil tuberkulosis dapat ditemukan sebesar 50-90% dari anak dengan
tuberkulosis.Pada umumnya hanya dapat ditemukan 25-30% saja. Di Jakarta pada
tahun 1956-1960 pemeriksaan bilasan lambung pada 204 anak dengan meningitis
tuberkulosa menghasilkan basil tuberkulosis positif pada 27 (13%) anak dan ada
pemeriksaan likuor serebrospinalisnya hanya ditemukan 18,5% (38 anak)
4.
Pemeriksaan Patologi
Anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin.Biasanya
diperiksa kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit dan
lain-lain.Pada pemeriksaan biasanya ditemukan tuberkulosis dan basil tahan
asam.
5.
Uji Laboratorium
LED meninggi, sering tinggi sekali. Mungkin liositosis,
monositosis, anemia, leukositosis ringan, bila ditemui hasil demikian (bila
tidak ada faktor lain) akan menyokong diagnosis. Gambaran darah normal tidak
menyingkirkan TBC.Gambaran darah tepi dan laju endap darah hanya mempunyai
korelasi dengan aktivitas penyakit.Pemeriksaan cairan spinal dilakukan atas
indikasi kecurigaan meningitis dan pada setiap TBC milier.
6.
Uji BCG
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji
tuberkulin (BCG langsung).Bila pada anak yang mendapat BCG langsung terdapat
reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan,
maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan diperiksa lebih lanjut kearah tuberkulosis.
Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih
cepat dan besar. Karena itu reaksi BCG ini dapat dipakai sebagai alat
diagnostik
Sering terdapat kesukaran untuk diagnosis tuberkulosis yang dini
pada anak dengan malnutrisi karena adanya anergi terhadap tuberkulin.Udani
(1970) menyatakan bahwa uji BCG tidak terdapat anergi.Akhir-akhir ini sedang
diselidiki pemeriksaan serologis untuk menunjang diagnosis tuberkulosis
Penyebaran hematogen tuberkulosis (hematogenous tuberculosis)
terdapat 3 macam penyebaran hematogen pada tuberkulosis anak,yaitu:
a.
Penyebaran hematogen
tersembunyi (occult hematogenic spread) yang mungkin menimbulkan gejala atau
mungkin tanpa gejala klinis.
b.
Penyebaran hematogen
umum (generalized hematogenic spread, penyebaran milier), biasanya terjadi
sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang menjadi kronis.
c.
Penyebaran hematogen
berulang-ulang (protracted or repeated hematogenic spread).
Penyebaran hematogen tersembunyi ( occult hematogenic spread).
Penyebaran basil tuberkulosis dalam jumlah yang sedikit selama stadium dini
tuberkulosis dan disebut occult hematogenic spread. Penyebaran ini selalu
terjadi pada tuberkulosis primer meskipun tidak selalu tersebar luas, biasanya terjadi
pada masa inkubasi
Basil tuberkulosis dapat mencapai semua alat tubuh terutama apeks
paru, limpa dan kelenjar getah bening superfisial. Pada keadaan ini dapat
terjadi pembesaran limpa dan kelenjar getah bening superfisial,
kadang-kadang hepar juga teraba. Fokus pada apeks jarang terlihat pada
fotorontgen paru, kecuali kalau telah terjadi perkapuran yang disebut fokus
Simun yang mungkin akan menjadi tuberkulosis pasca-primer dimasa yang akan
datang. Penyebaran hematogen umum (generalized hematogenis spread). Tuberkulosis
Milier Akut.tuberkel-tuberkel yang terjadi akibat penyebaran umum ini
biasanya mempunyai ukuran sama, meskipun tidak selalu sebesar miliarius (kurang
dari 2 mm), sehingga disebut tuberkulosis milier. Komplikasi ini biasanya
terjadi pada masa bayi dan anak kecil dan terjadi dalam waktu 6 bulan, terutama
dalam 3 bulan setelah terbentuknya kompleks primer.Dapat terjadi pembesaran
hepar, limpa dan kelenjar getah bening superfisial.Tuberkel dapat dijumpai
dikoroid. Uji tuberkulin biasanya positif, menurut Lincoln pada 10% kasus
tuberkulosis milier, uji tuberkulin negatif
Pada fotorontgen paru akan tampak gambaran milier biakan basil
tuberkulosis dari darah dan sum-sum tulang memastikan diagnosis tuberkulosis
milier secara cepat. Pemeriksaan likuor serebrospinalis harus dikerjakan
meskipun belum ada gejala meningitis, yaitu untuk menemukan meningitis secara
dini. Gambaran milier biasanya hilang sama sekali dan pada penyembuhan jarang
terjadi klasifikasi. Harus diingat bahwa penyebaran milier terjadi keseluruh
tubuh dengan kemungkinan basil tuberkulosis menetap dialat-alat tubuh terssebut
dan suatu ketika fokus-fokus tersebat dapat aktif lagi.Oleh karenanya setelah
selesai pengobatan masih harus dilakukan pngawasan sampai bertahun-tahun.
Tuberkulosis Milier Kronik.Jarang terjadi pada anak, biasanya didahului
oleh tuberkulosis milier akut. Penyebaran hemotogen berulang-ulang (protracted
hematogenic spread).Tiap fokus tuberkulosis dapat membesar dan menembus
pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran hematogen yang dapat terjadi
sewaktu-waktu dan berulang-ulang. Penyebaran ini dapat menyebabkan gejala akut
atau dapat juga memperpanjnag masa penyakitnya,karena adanya penyebaran
hematogen terus menerus. Gejala pertama penyebaran ialah demam tinggi yang
berlangsung lama atau dapat menjadi demam remiten, berat badan turun dengan
cepat, hepar dan limpa membesar, kelenjar getah bening superfisial juga
membesar dan kadang-kadang mengganggu aliran limfe.Dapat terjadi pembengkakan
persendian yang dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan.Gejala ini dapat
disebabkan karena bahan-bahan toksik basil tuberkulosis yang beredar di dalam
aliran darah.Prognosis biasanya buruk, terutama bila tidak segera
mendapat pengobatan.
Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2
hal, yaitu: pertama Sedikitnya jumlah kuman. Jumlah kuman TBC di sekret bronkus
pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TBC
paru primer terletak dikelenjar linfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer.Tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kedua,
Sulitnya pengambilan spesimen (sputum) Pada anak , walaupun batuknya berdahak
biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil
melalui nasogastrik tube dan harus dilakukan oleh petugas yang berpengalaman.
Karena berbagai alasan diatas, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak
didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Tabel 3. Petunjuk Who Untuk Diagnosis Tuberkulosis Anak
a. Dicurigai tuberculosis
1) Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis dengan
diagnosis pasti (BTA positif)
2) Anak dengan :
a) Keadaan klinik tidak membaik setelah menderita campak atau batuk
rejan
b) Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan
pengobatan antibiotik untuk penyakit pernapasan
c) Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit
b. Mungkin tuberkulosis
1) Uji tuberkulin positif (10 mm/lebih)
2) Foto Rontgen paru sugestif tuberkulosis
3) Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberkulosis
4) Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT
c. Pasti tuberkulosis
(confirmed TB)
Ditemukan basil
tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakan. Identifikasi
Mycobacterium tuberculosis pada karakteristik biakan
|
H.
Penatalaksanaan
Terapeutik
Kemoterapi : Pemberian terapi pada tuberculosis didasarkan pada 3
karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan
oksigen, basil yang hidup di tempat yang kurang oksigen berkembang lambat dan
dorman hingga beberapa tahun, dan basil yang mengalami mutasi sehingga resisten
terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang
tumbuh aktif, diberikan selama 12-18 bulan, dosis 10-20 mg/kgBB/hari melalui
oral.Selanjutnya kombinasi antara INH dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6
bulan.Selama 2 bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat
diberikan dua kali dalam 1 minggu. Pada TB berat dan ekstrapulmonal biasanya
pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah EMB dan
streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan RIF selama 4-10 bulan sesuai
perkembangan klinis.
Pada meningitis TB, perikarditis, TB milier, dan efusi pleura diberikan
kortikosteroid yaitu prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan
perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu bersamaan dengan pemberian obat anti
tuberkulosis. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuscular)
dan ethambutol.
Selain itu juga, kita jangan melupakan terapi pemberian nutrisi
yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi
penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya.Ada juga terapi pembedahan.Terapi
ini dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil.Dilakukan dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang,
bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberkulosis untuk jaringan
paru yang rusak. Pencegahan adalah dengan menghindari kontak dengan orang yang
terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan intake
nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi
jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kemoterapi,
pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
oleh basil tuberculosis virulen.
Non Medikamenosa.Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada
tatalaksana TBC adalah keteraturan minum obat.Pasien TBC biasanya telah
menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh
dan tidak melanjutkan pengobatan.Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang
mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk
minum obat.Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien meminum obat sesuai
dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan.Kepatuhan pasien ini
menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu upaya untuk
meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung
terhadap pengobatan.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995.Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995.Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Sesuai dengan
rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu : Komitmen
politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan panduan Obat
Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan
obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin,
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TBC.
Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas
kesehatan, Keluarga pasien, Kader, Pasien yang sudah sembuh, Tokoh masyarakat,
Guru. Tugas pengawas minum obat adalah : Mengawasi pasien agar minum obat
secara teratur sampai selesai pengobatan, Memberi dorongan kepada pasien agar
mau berobat teratur, Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak ulang
(pasien dewasa) dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC yang
mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit
pelayanan kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan,
lebih-lebih pada pemeriksaan mikroskopis langsung.Oleh karena itu pada anak diagnosis
tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam
strategi DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu dengan
menggunakan sistem skoring.(7)
Kemoprofilaksis.Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang
belum terinfeksi (uji Tuberculin negatif), tetapi kontak dengan penderita TB
aktif, obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3
bulan.Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin
positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor
menjadi TB aktif.Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan
kortikosteroid atau imunosupresan lain, penderita penyakit keganassan,
terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau infeksi baru
TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan.Obat yang digunakan adalah INH
5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
I.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas Data Umum (selain identitas klien,
juga identitas orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga)
b.
Keluhan Utama (penyebab klien sampai
dibawa ke rumah sakit)
c.
Riwayat kehamilan dan
kelahiran
1)
Prenatal :
(kurang asupan nutrisi ,
terserang penyakit infeksi selama hamil)
2)
Intranatal : Bayi
terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3)
Post Natal : kurang
asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lampau
1)
Penyakit yang
pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan
bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak
sembuh?Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)
2)
Pernah dirawat dirumah
sakit
3)
Obat-obat yang
digunakan/riwayat Pengobatan
4)
Riwayat kontak dengan
penderita TBC
5)
Alergi
6)
Daya tahan yang menurun.
7)
Imunisasi/Vaksinasi :
BCG
e.
Riwayat Penyakit
Sekarang (Tanda
dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar
seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
f.
Riwayat Keluarga (adakah yang menderita
TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit
yang sama)
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi
1)
Lingkungan tempat
tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola
sosialisasi anak
2)
Kondisi rumah
3)
Merasa dikucilkan
4)
Aspek psikososial (Tidak
dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri)
5)
Biasanya pada keluarga
yang kurang mampu
6)
Masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak
7)
Tidak bersemangat dan
putus harapan.
h.
Riwayat psikososial
spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan
secara umum, Pelaksanaan spiritual)
i. Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum:
alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola nutrisi – metabolik.Anoreksia, mual, tidak
enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak
sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek.Pola eliminasi.Perubahan
karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.Pola
aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur,
berkeringat pada malam hari.Pola kognitif perseptual.Kadang terdapat nyeri
tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya
dari keluarga tidak mampu.Pola persepsi diri.Anak tidak percaya diri, pasif,
kadang pemarah.Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang
lain (ibu/ayah)/tidak mandiri.Pola seksualitas/reproduktif.Anak biasanya dekat
dengan ibu daripada ayah.Pola koping toleransi stres, Menarik diri, pasif.
j. Pemeriksaan Fisik
Demam: sub fibril, fibril (40-41°C) hilang timbul. Batuk: terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi
radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap
dini sulit diketahui.Ronchi basah, kasar dan nyaring.Hipersonor/timpani bila
terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik.Atropi
dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.Bila mengenai pleura
terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).Pembesaran kelenjar
biasanya multipel.Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula.Kadang terjadi abses.
k. Pemeriksaan Diagnostik Dan Pengobatan
1)
Uji tuberkulin = uji
tuberkulin (+).® hipersensitifitas tipe lambat ® imunitas seluler ®Infeksi TB
2)
Foto rontgent Rutin :
foto pada rongga paru.Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen.Rontgent paru tidak
selalu khas.
3)
Pemeriksaan
mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan
diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik
(Bactec); PCK.
4)
Pemeriksaan darah tepi
(Tidak khas. LED dapat meninggi)
5)
Pemeriksaan patologik
anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi.Sumber infeksiAdanya kontak
dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa.
6)
Lain-lain (Uji faal
paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll).
l. Pengkajian TUMBANG
menggunakan KMS,KKA, dan DDST
1)
Pertumbuhan
a)
Kaji BBL,BB saat
kunjungan
b)
BB
normal
c) BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur
d) kaji berat badan lahir dan berat badan
saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
e) LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan
2)
Perkembangan
a)
lahir kurang 3 bulan =
belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
b)
usia 3-6 bulan
mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais
meringis
c)
usia 6-9 bulan = duduk
tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda,
memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan
kata-kata tanpa arti.
d)
usia 9-12 bulan = dapat
berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan
sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
e)
usia 12-18 bulan =
mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10
kata , rasa cemburu, bersaing
f)
usia 18-24 bulan =
naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar makan
sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain
dengan mereka.
g)
usia 2-3 tahun = belajar
melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat dan
lain-lain.
h)
usia 3-4 tahun = belajar
sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut warna, dan
menyayangi saudara.
i)
usia 4-5 tahun =
melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul yaitu :
a.
Gangguan Pertukaran gas
berhubungan dengan proses infeksi
b.
Defisit pengetahuan
tentang proses infeksi
c.
Resiko penyebaran
infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi, proses
inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
d.
Ketidakpatuhan
berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
e.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan : Batuk yang sering, adanya produksi sputum,
Anoreksia.
f.
Risiko gangguan dalam
menjalankan peran sebagai orang tua berhubungan dengan isolasi pasien
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue
Rencana tindakan :
a.
Berikan oksigen
humidifier bagi anak dengan dispnue
R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi
dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue
dan meningkatkan oksigenasi.
b.
Tinggikan bagian kepala
tempat tidur
R : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
c.
Berikan obat batuk
ekspektoran sesuai kebutuhan
R : ekspektoran membantu mengeluarkan mukus
Dx.2
KH : Keluarga akan
mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan
Rencana tindakan :
a.
Ajarkan Orang Tua dan
anak (jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TB
R : pemahaman bagaimana penularan TB dan penangannya membantu
mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur
isolasi, dan pengobatan yang diberikan.
b.
Ajarkan Orang Tua dan
anak (jika tepat) tentang bagaimana memberikan pengobatan, berapa lama terapi
pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi bila anak tidak menjalani
tuntas pengobatannya.
R : pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila
pengobatan diberhentikan di awal akan menigkatkan kepatuhan.
Dx.3
KH : Tidak terjadi
penyebaran infeksi
Rencana tindakan :
a.
Review patologi penyakit
fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan
sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi
melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap
terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b.
Mengidentifikasi
orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga,
teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan
terjadinya penyebaran
c.
Anjurkan klien menampung
dahaknya jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d.
Gunakan masker setiap
melakukan tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
e.
Monitor temperatur
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris
merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f.
Kolaborasi Pemberian
terapi untuk anak
R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
g.
Monitor sputum BTA.
Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas
waktu yang ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan
selanjutnya
Dx.4
KH : Orang tua dan anak
akan mengikuti pedoman terapi
Rencana tindakan :
a.
Kaji seberapa banyak
pengetahuan dan yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal
ketidakpahaman yang dimiliki
R : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak
butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka
panjang.
b.
Ajarkan orang tua dan
anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan
dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
R : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak
dengan informasi perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan
menurunkan risiko kegagalan akibat defisit pengetahuan.
c.
Identifikasi alternatif
pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukan
R : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang
dilakukan anak selama pengobatan
Dx.5
Tujuan : Klien akan
menunjukkan peningkatan status gizi dan BB meningkat.
KH : Keluarga klien
dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, pemulihan
kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan
perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per
oral) sesuai program dietetik.
Rencana Tindakan:
a.
Mengukur dan mencatat BB
pasein
R : BB menggambarkan status gizi pasien
b.
Menyajikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering
R : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c.
Menyajikan makanan yang
dapat menimbulkan selera makan
R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d.
Memberikan makanan
tinggi TKTP
R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
e.
Memberi motivasi kepada
pasien agar mau makan.
R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan
f.
Lakukan perawatan oral
sebelum dan sesudah terapi respirasi
R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat
yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
g.
Jelaskan kepada keluarga
tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan
ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan
nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik
yang telah diberikan selama hospitalisasi.
h.
Tunjukkan cara pemberian
makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi
klien.
i.
Laksanakan pemberian
roborans sesuai program terapi.
R : Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan
memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
j.
Timbang berat badan,
ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
R : Menilai perkembangan masalah klien.
k.
Memberi makan lewat
parenteral ( D 5% )
R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
Dx.6
KH : Orang tua tetap
dapat menjalankan perannya
Rencana tindakan :
a.
Ajarkan orang tua
tentang tekhnik isolasi yang benar
R : pemahaman dan mengikuti teknis isolasi dengan benar membantu
mencegah penularan TB yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan
anaknya, akan mengurangi perpisahan
b.
Motivasi orang tua dan
anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur.
R : seringnya keluarga
kontak akan mengurangi kecemasan terhadap perpisahan.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif.Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan
langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Penyakit Tuberkulosis
(TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
2.
TBC pada anak masih
merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3.
Besarnya kasus TBC pada
anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4.
Diagnosis TBC tidak
dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang
tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis dengan menggunakan
sistem skoring.
5.
Gambaran klinis TBC pada
anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat disertai
keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk
lama lebih dari 30 hari.
6.
Uji tuberkulin positif
bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji
tuberkulin positif menunjukkan TBC.
7.
Tatalaksana TBC pada
anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara pemberian
medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
8.
Obat TBC yang digunakan
yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin.Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin, sikloserin, etionamid,
kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug resistance.
9.
Pada keadaan meningitis
TBC, milier TBC, penyebaran bronkogen, pleuritis TBC, pleuritis TBC dengan
keadaan umum jelek ditambah teapi dengan kortikosteroid.
10. Usaha preventif
dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis. Keterlambatan motorik
kasar menunjukkan adanya kerusakan pada susunan saraf pusat seperti serebral
palsi (gangguan motorik yang di sebabkan oleh kerusakan bagian otok yang
mengatur otot-otot tubuh)
B.
Saran-Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai dengan prosedur yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala
penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TB.
29
DAFTAR PUSTAKA
Diposting oleh
Admin.Minggu : 19 Agustus 2007. Tuberkulosis Pada Anak. Artikel
Kedokteran,Pediatrik.http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada
anak.html
Mansjoer Arif, dkk.
2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 2.Jakarta : Media Aesculapius
Posted By : Asti di
08.10. Jumat, 26 Maret 2010.Halaman: 14 (9304 hits. Sindrome Down.
http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
Speer, morgan, kathleen.
2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical Pathaway.Edisi
ke-3.Jakarta : EGC
Suriadi, Yulliani, rita.
2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan
Penebar Swadaya
Tim Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11.
Jakarta : Percetakan Infomedika
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik.
Ngastiyah,1997.Perawatan anak sakit ;editor,setiawan –
Jakarta : EGC
30
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN TBC
PADA
ANAK
Disusun
Oleh:
Ardhini
Nugrahaeni (11.011)
Choirudin
Nur Pradana (11.024)
Febrina
Martini (11.038)
Akademi
Keperawatan Dr.soedono Madiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar