Tugas
makalah
“PERKEMBANGAN SENI KRIYA DI INDIA”
DISUSUN OLEH :
1. WA ODE HENI
2. MILDA APRIANTI
3. SAHRIANI NURAINI
4. LD. ALHAM SIRAS
5.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal seni rupa. Seni
rupa merupakan hasil interpretasi dan tanggapan pengalaman manusia dalam bentuk
visual dan rabaan. Seni rupa terdiri atas seni rupa murni dan seni kriya.
Seni rupa murni mengacu pada ungkapan pikiran perasaan
meliputi, seni lukis, seni patung, dan seni grafis. Sedangkan seni kriya
menekankan pada keterampilan teknik pembuatan karya dengan hasil berupa karya
kriya fungsional dan non funsional.
Selama berabad-abad seni India dan kerajinan telah dibedakan
untuk nilai besar mereka estetika dan fungsional. Pada zaman kuno, shilpis
dikonsep desain yang rumit dan pola, yang dibuat menyakitkan ke kuil dan
benda-benda yang berhubungan dengan mereka. India memiliki berbagai
terluas kerajinan di mana saja di dunia. Namun beragam dan rumit berbagai
bentuk kerajinan yang dihasilkan oleh pengrajin India, akar dari proses kreatif
selalu tradisi tukang. Ini menyajikan baik kanvas terluas kegiatan kreatif
dan spektrum luas pembangunan.
A.
RUMUSAN
MASALAH
1) Bagaimana perkembangan seni kriya di
INDIA ?
2) Apa saja contoh/hasil peninggalan
karya seni kriya INDIA?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Sejarah India
India
berasal dari nama salah satu sungai yang ada di jazirah ini yaitu sungai Sindu.
Untuk mengetahui penduduk pertama yang mendiami jazirah India sampai saat ini
belum dapat diketahui secara pasti. Akan tetapi bila dirujuk lebih awal ke
sejarah turunnya manusia ke bumi, maka manusia pertama sebagai nenek moyang
manusia, Siti Hawa diturunkan Allah disekitar jazirah India. Begitu juga bila
melihat secara geografi maka India dahulunya diyakini bertautan dengan
Indonesia dan benua Australia. Hanya saja setelah itu dipisahkan karena
pergeseran-pergeseran lempeng bumi dan naiknya air pada masa glacial.
Negeri
ini telah memiliki taraf kemajuan kebudayaan semenjak 2.300 SM. Bukti kemajuan
itu diketahui dari penyelidikan terhadap dua buah kota kuno yaitu Harappa dan
Mohenjo-Daro. Dari hasil penyelidikan atas kemajuan kebudayaan India ini
ditemukan seni bangunan, kemampuan menulis, gudang-gudang tempat menyimpan
makanan, dan tepian tempat mandi. Kemajuan India dalam soal beragamapun juga
telah lama sebelum nabi Isa a.s lahir. Dari jazirah ini pula lahir agama
Brahmana dan Budha Gautama.
Perkembangan
sejarah India yang begitu panjang tentu meliputi sejarah kesenian mereka.
Khusus tentang sejarah seni rupa India yang diketahui sekarang dan dikaji
dimulai pada masa bangsa Arya menyerbu daerah ini sekitar 2.000 – 1.200 SM.
Bangsa Arya ini mendesak penduduk yang telah mendiami India yakni bangsa
Drawida.
Sejarah
perkembangan India selanjutnya dipengaruhi dan diwarnai dengan munculnya
kerajaan-kerajaan besar di jazirah ini. Hubungannya dengan luar negeri dan
agama juga
memberi andil dalam
mempengaruhi perkembangan budaya negeri ini. Agama yang dominan mempengaruhi
sejarah India adalah Hindu, Budha dan Islam. India yang dimaksud dalam sejarah
ini meliputi negara India, Pakistan, Banglades, dan Sri Langka. Tiga negara
terahir (Pakistan, Banglades, dan Sri Langka) yang merupakan bahagian dari
India sebelumnya kemudian berpisah menjadi negara merdeka.
B. Seni Rupa India
Ada
berbagai karya seni rupa India yang menonjol dan memberi pengaruh terhadap
perkembangan seni rupa Indonesia. Karya seni rupa India yang memberi pengaruh
besar itu adalah arsitektur seperti candi dan bangunan lainnya, lukisan dan
ukiran/ relief yang bersumber cerita mahabrata. Sejarah India kuno memiliki
berbagai macam hasil kebudayaan, antara lain seni lukis, seni patung,
seni bangunan (arsitektur), seni kerajinan, seni busana dan lain sebagainya.
Disetiap kebudayaan memiliki perbedaan masing-masing dan juga memiliki pengaruh
ke Indonesia.
Karya-karya
seni rupa India terutama lukisan sudah ditemui semenjak zaman prasejarah
sekitar 5.500 SM. Perkembangan seni rupa India seiring dengan perkembangan
budaya dan masuknya pengaruh agama. Sebagaimana diketahui karya seni di India
tidak semata-mata bertujuan keindahan melainkan ditujukan untuk pemujuan dan
memperdalam kehidupan kerohanian. Pengaruh agama seperti Budha, Hindu,
dan Islam banyak menjadi insipiarsi seniman dalam berkarya.
Dalam
mengapresiasi seni rupa India harus dipahami latar belakang agama yang mendasarinya.
Karya-karya seni rupa India bersifat simbolis tidak dibuat berdasarkan ekspresi
tok. Ada aturan-aturan tertentu dalam membuat karya, aturan-aturan itu sangat
baku seperti proporsinya, bentuk-bentuk, dan warna yang digunakan. Jika terjadi
penyimpangan dari aturan maka karya itu dianggap tidak bermanfaat walau karya
tersebut indah dan halus (eksperisif). Hal ini tidak lepas dari maksud seni
dibuat tidak untuk memuaskan rasa estetis seniman melainkan untuk mempertinggi
martabat dewa dan memperdalam rasa keagamaan.
Terjadinya
berbagai variari dalam karya disebabkan pengaru lokal dan perkembangan zaman.
Pengaruh agama juga menimbulkan style karya seperti awalnya Budha tidak dibuat
dalam bentuk patung figuarif melainkan motif pohon bodhi, telapak kaki, ataupun
motif hias roda. Bagian atas candi atau atap pada abad 9 sampai abad 13 dibuat
dalam bentuk ujung peluru.
1.
Seni Lukis India
Sejarah
dan perkembangan seni lukis India tidak sedahsat perkembangan seni patung dan
arsitekturnya. Data tentang seni lukis India amat terbatas terutama data-data
seni lukis masa-masa dinasti yang berkuasa di India. Namun seni lukis India
tentulah tetap ada sebagaimana ditemukannya lukisan yang terdapat di gua Ayanta.
Seni
lukis zaman Ayanta ini merupakan seni lukis yang dianggap menemukan
tingkat kemajuan yang tinggi waktu itu. Ada dua tahap perkembangan seni lukis
masa ini yakni pertama abad 2 AD dan tahap kedua pada abad ke 5 AD di bawah
naungan Vakatakas yang memerintah di Deccan.
Karya-karya
lukis dibuat dari filosofi yang dalam, yang anggun dan agung. Bila dilihat dari
teknik seni lukis moderen maka lukisan sudah sangat maju. Hal ini dapat dilihat
sudah adanya pemahaman perspektif yang dapat dilihat pada bagian tiang-tiang.
Objek
gambaran adalah adegan dari kehidupan Budha dan Jatakas, cerita orang
melahiran. Lukisan ini membawa kita ke keindahan besar dengan sangat halus
terhadap makna hidup dan berbagai tahapan realita. Pencari kebenaran yang
dilukis pada dinding goa Ayanta, merupakan penggambaran kehidupan roh
yang meliputi seluruh dunia. Lukisan-lukisan di goa Ayanta menjadi
sumber inspirasi lukisan-lukisan Budha di seluruh Asia.
Disamping itu ditemukan lukisan abad 6 pada hindu Badami
dari gua-gua di Karnataka. Lukisan-lukisan terdapat pada semua dinding dan
langit-langit goa yang ditutup dengan mural. Lukisan pada abad ke 7 juga
dijumpai di Yang Pallava Raja sekarang Tamil Nadu. Tema-tema lukisan memberi
ekspresi bergairah dan kemuliaan yang berkaitan dengan Siva. Dalam lukisan di
candi Panamalai dan Kailashanatar di Kancheepuram abad ke 10 lukisan-lukisan
dengan tema yang sama menjadi simbol kemegahan kaum bangsawan raja-raja Chola.
Ada juga lukisan dari akhir abad ke 9 (Jaina) di gua-gua
di Ellora. Para pelukis di sini melanjutkan tradisi lama, tetapi dengan
kontribusi dari mereka sendiri. Selain naturalisme dan ide-ide dari warisan Ayanta,
angka dan huruf dilukis dengan penggayaaan atau distilirisasi. Corak ini adalah
perubahan signifikan yang kemudian tercermin dalam lukisan dan kaligrafi di
Indonesia.
Di Kasmir masih kawasan India terdapat corak baru
perkembangan lukisan waktu itu. Selain temanya yang tidak saja pengambaran para
dewa melainkan juga dewi. Lukisan-lukisan itu sama di berbagai tempat lain
yakni terdapat didinding goa. Berbagai tema lukisan jumpai pada masa ini,
seperti tentang manusia, kesunyian, dan kebesaran.
Lukisan-lukisan yang terdapat didinding-dinding goa, dan bagian
atasnya menjadi insipirasi bagi perkembanganan seni lukis mural di India sampai
berabad-abad kemudian. Lukisan-lukisan itu dibuat di dinding dan atap atau
bagian atas candi, kuil, dan stupa. Umumnya tema-tema lukisan mengenai
pemujuaan terhadap dewa dan tentang kehidupan, sedang tujuan lukisan untuk
peningkatan rasa keagamaan dan kemanusian.
Bagian utara India seni lukis pernah mengalami kejaan
pada abad ke-16, yang waktu itu daerah ini di bawah masa pemerintahan maharaja
Mughal Akbar. Pada masa ini pernah lahir sebuah miniatur yang tinggi mutunya yakni
miniatur yang terdapat di pengadilan.
Kualitas lukisan dinding yang baik dari Rajasthan
ditemukan di Amer Bhojanshala dekat Istana Jaipur. Ini adalah lukisan yang sangat indah abad 17 di India. Pada lukisan
ini (gambar 5) pelukis memperlihatkan gambaran kedekatan dan persahabatan yang
kuat. Lukisan diekspresikan di atas tembok dan dibuat dalam skala kecil untuk
mural. Namun, pelukis mampu mengungkapkan dengan kepekaan dan kecermatannya
menciptakan sebuah gambaran keintiman antara pengamat dan lukisan.
Lukisan
Siva seperti gambar di atas terdapat pada candi Shivdwala, Chamba, Himachal
Pradesh. Lukisan Siva ini mengungkapkan dunia keindahan dan kemurnian. Siva
digambarkan dengan lemah lembut dan penuh kasih pada dataran sebelah timur
India, yang merupakan negara kaya. Ini adalah sebuah contoh yang langka dari
tradisi kuno mural India berbeda dengan miniatur yang dibuat pada dinding
dengan tema-tema lukisan kisah Ramayana.
Seni
lukis India terutama lukisan didinding yang terdapat di goa, candi, dan kuil
juga dapat ditemui di daerah Punjab. Mural dari Punjab mungkin menjadi tahap
akhir lukisan dinding di India. Pada lukisan-lukisan terdapat wajah khas dari
Punjab. Tema-tema dan caranya yang sangat berakar pada budaya lokal. Ada rasa sepi yang bermartabat, yang terbaik yang muncul
dalam lukisan ini.. Lukisan mural ditemukan tersembunyi jauh di candi di
tengah-tengah pasar yang sibuk di Amritsar, di kuil di desa seperti Kishankot,
Qila Mubarak, dan Qila Androon dalam benteng Patiala.
Lukisan-lukisan
India terutama yang bertemakan kisah Ramayana banyak mempengaruhi seni lukis
Bali corak tradisi. Selain tema lukisan beberapa teknik dan pewarnaan juga banyak dipengaruhi
lukisan India. Seni lukis dinding, seni relief Indonesia juga mendapat pengaruh
dari mural India. Sebagaimana diketahui sampai saat ini di Bali masih banyak
penganut agama Hindu dan juga beberapa tempat di Jawa. Dari fakta ini maka
pantas kesenian India mempengaruhi berbagai kesenian di Indonesia terutama di
daerah tersebut.
2. Arsitektur India
Karya
arsitektur India sama halnya dengan seni lainnya, ia pun dipengaruhi oleh unsur
keagamaan. Beberapa arsitektur India seperti stupa, candi, dan kuil berkaitan
dengan agama Budha, Hindu, dan Jaina. Artinya bangunan-bangunan itu selain
berfungsi untuk tempat pemujaan juga tempat tinggal bikhsu. Misalnya komplek
stupa selain sebagai monumen juga berfungsi tempat pemujaan, di situ ada chaitya
dan wihara sebagai tempat pertemuan, tempat pemujaan dan sekaligus
tempat tinggal bikhsu.
Bangunan-bagunan
ini sebagai bukti sejarah kemajuan budaya India. Selain berarsitektur bagus
bagunan-bagunan itu terbuat dari bahan batu. Bagunan yang terbuat dari bahan
batu ini sangat tahan. Beberapa karya arsitektur India senantiasa menjadi bahan
kajian dan bahasan karena di antara karya-karya seni India maka seni bagunan
ini lah yang masih tersisa sebagai bukti peninggalan sejarah.
Stupa
merupakan salah satu bagunan suci berfungsi sebagai monumen peringatan Budha.
Bangunan ini mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan budaya
masyarakatnya. Pada awalnya bentuk stupa sangat sederhana, bagai onggokan tanah
setengah lingkaran, kemudian berkembang dengan penambahan bentuk kiri, kanan,
depan belakang, dan bagian atas. Bahannya pun berubah dari tanah menjadi batu.
Walaupun bahan stupa dari tanah atau batu namun bila melihat arsitekturnya
sangatlah bagus karena selain ada patung ada ornamen-ornamen.
Stupa
yang merupakan tempat suci bagi penganut Budha sekaligus sebagai tempat
pemujaan. Di dalam stupa tersimpat benda-benda suci. Perkembangan arsitektur
stupa lebih banyak di luar India sebagaimana perkembangan agama Budha itu
sendiri. Di daerah Thailand tempat berkembangnya agama Budha maka stupa dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk dengan arsitektur yang indah, megah dan berkesan
mewah.
Arsitektur
India lainnya adalah chaitya dan wihara, dua bangunan ini
tidak begitu sering dibahas. Bagunan ini berupa gua atau bukit yang dikerok.
Umumnya bangunan ini sebagai tempat pertemuan, tempat tinggal bikhsu (bertapa
atau menyendiri) dalam upaya menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat
duniawi.
Chaitya dapat berupa stupa, altar, dan bahkan pohon karena
maksudnya adalah tempat pemujaan. Chaitya yang dibuat di bukit bentuknya
empat persegi panjang dengan ujung bagian dalam berupa setengah lingkaran
tempat meletakkan patung budha. Kiri kanan menuju ceruk (setengah lingkaran)
disangga oleh tiang, bagian atas melengkung, bagian depan atau pintu masuk
dihiasi dengan berbagai relief.
Chaitya yang paling tua dibuat sekitar 150 SM yaitu chaitya
Bahaja. Perkembangan arsitektur chaitya selanjutnya dalam bentuk penambahan
interior dan eksteriornya, ukuran, dan bahan-bahan yang digunakan. Chaitya
yang terkenal terdapat di Karli dan dibuat pada masa dinasti Andhra abad ke 1
dan ke 2 M.
Kemampuan
dalam menggali bukit, menyangga, dan membuat ornamen menunjukkan telah majunya
budaya India pada abad ke 1 M. Pada pintu masuk chaitya tampak kesan
keanggunan dan sekaligus juga kesan ritual. Pemilihan lokasi juga sangat
menentukan perpaduan antara ritualitas dan seni bangunan.
Wihara atau juga ada yang menamakan bihara adalah tempat
tinggal bikhsu untuk melaksanakan kebaktian. Sebelum datangnya agama budha ke
India maka orang-orang India sudah terbiasa hidup menyepi dalam menghindari diri
dari keramainan. Kebiasaan ini menjadi subur ketika agama Budha berkembang di
India, sehingga banyak pula dijumpai wihara peninggalan arsitektur
India.
Sama halnya dengan chaitya maka wihara juga bukit yang dikerok.
Bedanya denah wihara bujur sangkar sebagai tempat utama pertemuan
kemudian di sekelilingnya terdapat ruang-ruang kecil tempat bikhsu. Awalnya
wihara hanya tempat tinggal bikhsu kemudian dilengkapi dengan patung budha
sehingga fungsinya juga berkembanag sebagai tempat pemujaan. Wihara
yang terkenal terdapat di Ajanta yang dibangun pada abad ke 2 sampai abad ke 7
M.
Arsitektur
India yang sering dibicarakan adalah candi, mungkin karena bagunan ini yang
memberi pengaruh besar di Indonesia. Candi Borobudur, candi Mendut, candi
Prambanan dan candi-candi lainnya di Indonesia semuanya mendapat pengaruh dari
India. Perkembangan candi itu sendiri searah dengan perkembangan agama budha
dan hindu di India.
Bukti
sejarah arsitektur candi yang masih dapat dilihat sekarang terdapat di
Bodhgaya. Tempat suci untuk pemujaan telah didirikan oleh Ashoka sejak abad 3
SM. Sedangkan candi baru didirikan oleh dinasti Kushan (78 – 176 M) yang
terkenal dengan candi mahabodhi. Arsitektur mahabodhi yang ada
sekarang telah mengalami berkali-kali pemugaran. Candi mahabodhi
berbentuk bujur sangkar dengan atap berbentuk bujur sangkar.
Setiap
saat candi mahabodhi ini sering dikunjungi oleh peziarah baik dari dalam maupun
dari luar India. Peziarah ini menjadi donasi bagi pemugaran candi sehingga
sampai sekarang bangunan ini mengalami berkali-kali pemugaran. Jadi sekarang
candi ini lebih banyak sebagai tempat ziarah dibanding sebagai tempat ritual.
Sekarang tidak banyak penganut agama budha melakukan ritulitas keagamaan di
candi ini, mungkin sama kasusnya dengan candi-candi di Indonesia yang lebih
banyak sebagai artefak.
Telah
banyak teori yang mencoba menjelaskan perihal bagaimana caranya pengaruh
kebudayaan India (Hindu-Buddha) sampai ke kepulauan Indonesia. Hal yang sudah
pasti adalah berkat adanya pengaruh tersebut penduduk kepulauan Indonesia
kemudian memasuki periode sejarah sekitar abad ke-4 M. Menurut J.L.A Brandes
(1887) penduduk Asia Tenggara termasuk yang mendiami kepulauan Indonesia telah
mempunyai 10 kepandaian menjelang masuknya pengaruh kebudayaan India, yaitu:
a.
mengenal pengecoran logam,
b.mampu
membuat figur-figur manusia dan hewan dari batu, kayu, atau lukisan
di dinding goa,
c.
mengenal instrumen musik,
d.
mengenal bermacam ragam hias,
e.
mengenal sistem ekonomi barter,
f.
memahami astronomi,
g.
mahir dalam navigasi,
h.
mengenal tradisi lisan,
i.
mengenal sistem irigasi untuk pertanian, dan
j.
adanya penataan masyarakat yang teratur.
Setelah berinteraksi dengan para pendatang dari India,
maka terjadi asimilasi. Aspek-aspek
kebudayaan dari India yang diterima oleh nenek moyang bangsa Indonesia
merupakan sesuatu yang baru, yaitu sesuatu yang tidak mereka kenal sebelumnya,
seperti: aksara (pallawa), agama Hindu dan Buddha, serta penghitungan
angka tahun (saka).
Melalui
ketiga aspek kebudayaan dari India itulah kemudian peradaban nenek moyang
bangsa Indonesia berkembang dengan pesatnya, sehingga menghasilkan
bentuk-bentuk baru kebudayaan Indonesia kuno. Dari hasil asimilasi budaya ini
akhirnya menemukan sesuatau bentuk baru dan pencapaian itu diakui sebagai hasil
kreativitas penduduk kepulauan Indonesia sendiri.
Konsekwensi
logis dengan diterimanya agama Hindu-Buddha oleh penduduk kepulauan Indonesia
terutama Jawa, maka banyak aspek kebudayaan yang dihubungkan dengan kedua agama
itu menjadi berkembang. Hal itu dapat diamati secara nyata dalam bidang seni
arca dan seni bangun (arsitektur). Bentuk kesenian lain yang turut terpacu
sehubungan dengan pesatnya kehidupan agama Hindu-Buddha dalam masyarakat adalah
seni sastra. Banyak karya sastra dan susastra yang digubah dalam masa
Hindu-Buddha selalu dilandasi dengan nafas keagamaan Hindu atau Buddha.
Penguraian perihal ajaran agama disampaikan dengan cerita-cerita yang
melibatkan para ksatrya.
Sebagaimana
biasanya seni tradisonal maka karya arsitektur juga tidak disebutkan dan
tidak diketahui seniman pembuatnya. Karya-karya seni secara umum dibuat sebagai
persembahan bagi kegiatan keagmaan. Dengan demikian seni lukis, patung dan
arsitektur tradisional India tidak diketahui pembuatnya. Karya tersebut dianggap
sebagai suatu karya komunal, suatu karya yang didedikasikan bagi kehidupan
agama dalam masyarakat. Dari penyelidikan sejarah yang bisa diketahui adalah
masa karya tersebut dibuat, tahun pembuatan dan di bawah masa pemerintahan atau
dinastinya.
Begitu
juga dengan karya arsitektur kuno di Indonesia amat sukar untuk diketahui
seniman pembauatnya. Hasil penelitian hanya dapat mengungkapkan dan
menyimpulkan relief cerita apa saja yang dipahatkan di Candi Borobudur, berapa
kubik balok batu yang dipergunakan untuk membangun candi itu, berapa jumlah
stupanya. Jadi tidaklah dapat diketahui siapa arsitek perancangnya. Jangankan
arsiteknya, nama raja yang menganjurkan untuk mendirikan Candi Borobudur pun
sampai sekarang masih belum dapat diketahui secara pasti.
Karya
Arsitektur awal yang masih dapat bertahan hingga kini dari masa perkembangan
agama Hindu-Buddha di Jawa hanya beberapa bangunan saja. Misalnya Candi Gunung
Wukir di Magelang, beberapa candi di dataran tinggi Dieng, candi-candi Gedong
Songo di Ambarawa (Jawa Tengah), dan Candi Badut di Malang (Jawa Timur). Di
antara candi-candi tersebut yang dihubungkan dengan prasasti yang berkronologi
adalah Candi Gunung Wukir dengan prasasti Canggal (tahun 732 M) dan Candi Badut
dengan prasasti Dinoyo (tahun 760 M).
Awalnya
bagunan sakral Indonesia terbuat dari bahan yang mudah rusak, seperti ijuk,
jalinan rumput ilalang kering, kayu dan bambu. Bangunan yang terbuat dari bahan
ini sudah tidak dapat dijumpai lagi. Pada sekitar awal abad ke-9 terjadi
perombakan besar-besaran terhadap bangunan-bangunan suci demikian, dengan
ditambahi dengan dinding, relung-relung, serta struktur atap yang terbuat dari
bahan yang tahan lama seperti tanah dan batu. Pendapat itu didasarkan pada
dijumpainya beberapa susunan perubahan dan tambahan pada beberapa candi di Jawa
Tengah, misalnya pada candi Bima di Dieng, Candi Lumbung di daerah Prambanan,
dan candi-candi Perwara di kelompok percandian Sewu.
Masuknya
pengaruh budaya India melalui perdagangan ke masyarakat Jawa, maka bangunan-bangunan
suci yang didirikan di Jawa pun dibuat sesuai dengan kaidah ajaran Hindu atau
Buddha. Bentuk candi-candi di Jawa kemudian ada yang mirip dengan kuil-kuil
pemujaan dewa yang ada di India.
Pengaruh itu tampak pada beberapa bangunan bangunan candi
di Jawa bagian tengah di mana bentuk arsitekturnya diilhami oleh
bangunan-bangunan suci di India. Beberapa bangunan di Mahabalipuram seperti
Arjuna Ratha, Draupadi Ratha dan Dharmaraja Ratha dan beberapa bangunan lainnya
yang merupakan peninggalan dinasti Pallava bentuknya sangat mirip dengan
candi-candi di dataran tinggi Dieng.
Jika diamati arsitektur bangunan suci masa Gupta dan
sesudahnya serta arsitektur masa dinasti Pala di timur laut India menjadi salah
satu pengembangan bangunan-bangunan candi di Jawa bagian tengah. Begitupun bangunan
Candi Bima di Dieng tampak pertalian bentuknya dengan bangunan suci Orissa di
India.
Bentuk-bentuk monumen keagamaan Hindu-Buddha di Jawa pada
masa silam banyak dipengaruhi oleh arsitektur India. Hal tidak lepas dari agama
Hindu atau Buddha yang datang dari India dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Dengan sendirinya konsep-konsep dasar tentang pembuatan bangunan suci, arca,
dan ornamen juga diterima masyarakat.
Selanjutnya arsitektur bangunan suci di Jawa tidak lagi
mengadopsi bentuk-bentuk dari India. Bentuk arsitektur bangunan suci di wilayah
Jawa Tengah sudah berkembang dengan bentuk tersendiri, kecuali pada seni arca
dan ornamennya. Misalnya Candi Barong dan Candi Ijo di Jawa Tengah yang
halamannya dibuat bertingkat-tingkat sebagaimana layaknya punden berundak dalam
masa prasejarah.
Arsitektur bangunan di Jawa semakin berkembang ketika
periode Klasik Muda. Di wilayah Jawa Timur (abad ke13—15 M) arsitektur bangunan
suci Hindu-Buddha berkembang dengan gayanya tersendiri, seperti candi-candi
bergaya Singhasari, gaya candi Jago, gaya candi Brahu, dan punden berundak.
Konsepsi pembangunan candi adalah perpaduan dewata
tertinggi (Hindu dan Budha), misalnya kehadiran nafas Siva dan Buddha akan
dirasakan pada arsitektur Candi Jawi (Pasuruan) dan Candi Jago (Malang). Di Candi Jawi, unsur Buddha terlihat pada puncaknya,
sedangkan di relung-relung tubuh candinya dahulu berisikan arca-arca
Hindu-Saiva khas Jawa. Begitupun di Candi Jago, cerita relief yang dipahatkan
banyak yang bernafaskan Hindu-Saiva, adapun arca-arca pelengkap candi itu
semuanya bernafaskan Buddha Mahayana.
Perbandingan
arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di India dan Jawa dirasakan adalah adanya
parallelism (kesejajaran) setelah agama Hindu-Buddha dari India
diterima oleh masyarakat Jawa Kuno. Awalnya pengaruh India banyak mengilhami
arsitekrut bangunan keagamaan di Jawa (sekitar abad ke-8 M), ketika peradaban
Hindu-Buddha baru mulai marak berkembang. Namun pada priode-periode selanjutnya
karya arsitektur Jawa Kuno berkembang tersendiri.
Kesamaan
arsitektru itu dapat diamati dalam hal konsepsi dasarnya, sedangkan dalam segi
visualisasi atau dalam bentuk kebudayaan materi (bangunan, arca dan relief),
terdapat perbedaan. Kalaupun ditelusuri lebih mendalam konsepsi keagamaan pun tetap ada
perbedaan. Perlu diingat visualisasi kebudayaan materi adalah berangkat dari
ide atau konsepsi. Jika ada pertanyaan mengapa candi-candi di Jawa berbeda
dengan kuil-kuil pemujaan dewa di India, bisa jadi hal itu karena cerminan
konsepsi masyarakat pendukungnya.
Walaupun agama datang dari India ke Jawa namun mendapat
sentuhan pendeta-pemikir Jawa Kuno, lalu muncul gagasan yang memadukan hakekat
Siwa-Buddha. Oleh karena ada perpaduan itu, maka peralatan ritusnya pun menjadi
berbeda, tidak lagi sama dengan di tanah asalnya.
3. Seni Patung dan
Relief India
Sebagaimana
telah disinggung pada bagian awal bahwa kemajuan kebudayaan India terbukti dari
tata kota dan arsitektur pada lembah sunggai Indus. Selain dari tata kota
dan aritektur yang telah maju pada dua pusat kebudayaan di lembah sungai Indus
(Harappa dan Mohenjodaro) juga kemajuan patungnya. Karya-karya seni patung teracotta,
batu kapur, dan logam telah dibuat dua kota itu. Patung yang dibuat figur
manusia dan binatang.
Patung
figur manusia yang dibuat melambangkan dewi kesuburan. Patung ini hampir sama
dibanyak tempat dimana dewi kesuburan dibuat dengan pinggul besar dan buah dada
yang menonjol dan pakai perhiasan kepala serta kalung. Patung teracotta
berfungsi sebagai mainan dengan mengambil objek binatang seperti lembu, burung,
gajah, dan badak.
B. CONTOH HASIL KERJINAN SENI KRIYA
ITALIA
BAB III
(Penutup)
Kesimpulan
;
PADA
SAAT PERKEMBANGAN SENI KRIYA INDIA MEMILIKI BANYAK BERBAGAI JENIS SENI KRIYA
SEPERTI SENI LUKIS, SENI ARSITEKTUR BANGUNAN, DAN SENI PATUNG DAN RELIEF
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar