KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT,
karena masih memberikan kita kesemaptan sehingga kita bisa menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Kedua kalinya sholawat dan salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Karena
telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang modern seperti saat ini.
Dalam kesempatan pada saat ini
kami akan membahas sedikit ulasan tentang “SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN”.
Dalam penyelesaian makalah ini
kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu atas
terselesaikannya makalah kami tersebut. Kedua kalinya kami sampaikan
terimakasih kepada guru pengajar Sosiologi karena telah membimbing dan memberi
arahan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kesalah, baik yang di sengaja
maupun yang tidak disengaja. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran
sehingga memberikan pembangunan kepada kami pada saat pembuatan makalah
berikutnya.
Raha, Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Setaiap manusia di dunia ini pasti
memerlukan orang lain, oleh karena itu terjadi sosialisasi antar sesama manusia
tersebut, yang mana berfungsi sebagai sarana kedekatan antar sesamanya.
Beberbicara masalah keperibadian,
merupakan suatu cermin dan gambaran bagi setiap manusia. Jika keperibadiannya
bagus, maka akan bagus pula tingkah laku yang dimiliki oleh orang tersebut.
Begitu pula sebaliknya, jika keperibadian orang tesebut buruk maka otomatis
akan di ikuti oleh perilakunya yang buruk tersebut.
Dalam makalah ini kami akan
membahas tentang “Sosialisasi dan Pembentuk Keperibadian”. Kami harap makalah
ini bisa memberikan pengetahuan dan bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah kami tersebut
adalah sebagai berikut :
- Apakah definisi keperibadian itu ?
- Ada berapakah unsur-unsur keperibadian tersebut ?
- Apa yang mencangkup tujuh macam golongan naluri ?
- Bagaimana materi dari unsur-unsur keperibadian ?
- Ada berapakah jenis-jenis sosialisasi ?
- Berapakah tipe-tipe sosialisasi ?
- Apa yang dimaksud dengan pola sosialisasi ?
- Bagaimana proses sosialisasi berlangsung ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Kepribadian
Banyak para ahli yang memberikan perhatian dan mencurahkan
penelitiannya untuk mendeskripsikan penelitiannya mengenai tentang pola tingkah
laku yang nantinya merunut juga pada pola tingkah laku manusia sebagai bahan
perbandingannya.
Pola-pola tingkah
laku bagi semua Homo Sapiens hampir
tidak ada, bahkan bagi semua individu yang tergolong satu ras pun, tidak ada
satu system pola tingkah laku yang seragam.
Sebabnya tingkah laku Homo Sapiens
tidak hanya ditentukan oleh system organic biologinya saja, melainkan juga akal
dan pikirannya serta jiwanya, sehingga variasi pola tingkah laku Homo Sapiens sangat besar diversitasnya
dan unik bagi setiap manusia.
Dengan pola tingkah laku dalam arti yang sangat khusus yang
ditentukan oleh nalurinya, dorongan-dorongan dan refleksnya.
Jadi
“Kepribadian” dalam konteks yang lebih mendalam adalah “susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan
seorang individu”.
Sosialisasi adalah sebuah
proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan
dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah
sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran
yang harus dijalankan oleh individu.
B. Unsur-unsur
Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
v Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi akal
dan alam jiwa orang yang sadar. Dalam alam sekitar manusia terdapat berbagai
hal yang diterimanya melalui panca inderanya
yang masuk kedalam berbagi sel di bagian-bagian tertentu dari otaknya.
Ddan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yang
dipancarkan oleh individu kealam sekitar. Dan dalam Antropologi dikenal sebagai
“persepsi” yaitu; “seluruh proses akal
manusia yang sadar”.
Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali
menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung
bagian-bagian. Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi
karena pemustan secara lebih intensif di dalam pandangan psikologi biasanya
disebut dengan “Pengamatan”.
Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus pada
bagian-bagian yang paling menarik perhatianya seringkali diolah oleh sutu
proses dalam aklanya yang menghubungkannya dengan berbagai penggambaran lain yang
sejenisnya yang sebelumnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya, dan
kemudian muncul kembali sebagai kenangan.
Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru dalam
istilah psikologi disebut “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian dari
suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang
sejenis secara konsisten berdasarkan asas-asas tertentu. Dengan proses
kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak, yang dalam
kenyataanya tidak mirip dengan salah satu dari sekian macam bahan konkret dari
penggambaran yang baru.
Dengan demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran
tentang tempat-tempat tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah melihat
atau mempersepsikan tempat-tempat tersebut. Penggambaran abstrak tadi dalam
ilmu-ilmu sosial disebut dengan “Konsep”.
Cara pengamatan yang menyebabkan bahwa penggambaran tentang
lingkungan mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi ada
pula yang dikurangi atau diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada pula
yang digabung dengan penggambaran-pengambaran lain sehingga menjadi
penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak nyata.
Dan penggambaran baru yang seringkali tidak realistic dalam
Psikologi disebut dengan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan
fantasi merupakan unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang
Individu.
v Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung
berbagai macam perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu
yang melihat suatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan.
Persepsi-persepsi seperti itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan
negatif.
“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya juga
mengisi alam kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya. “Perasaan” adalah
suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai
sebagai keadan yang positif atau negative.
v Dorongan
Naluri
Kesadaran manusia mengandung berbagi perasaan berbagi
perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya,
tetapi karena memang sudah terkandung di dalam organismenya, khususnya dalam
gennya, sebagai naluri. Dan kemauan yang sudah meruapakan naluri disebut “Dorongan”.
C. Tujuh
Macam Dorongan naluri
Ada perbedaan paham mengenai jenis dan jumlah dorongan
naluri yang terkandung dalam naluri manusia yaitu ;
- Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekutan biologis yang ada pada setiap makhluk di dunia untuk dapat bertahan hidup.
- Dorongan seks. Dorongan ini telah banyak menarik perhatian para ahli antropolagi, dan mengenai hal ini telah dikembangkan berbagai teori. Dorongan biologis yang mendorong manusia untuk membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya di dunia ini muncul pada setiap individu yang normal yang tidak dipengaruhi oleh pengetahuan apapun.
- Dorongan untuk berupaya mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak baru dilahirkan pun manusia telah menampakannya dengan mencari puting susu ibunya atau botol susunya tanpa perlu dipelajari.
- Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesame manusia, yang memang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai kolektif.
- Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan asal-mula dari adanya beragam kebudayaan manusia, yang menyebabkan bahwa manusia mengembangkan adat. Adat, sebaliknya, memaksa perbuatan yang seragam (conform) dengan manusia-manusia di sekelilingnya.
- Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada karena manusia adalah makhluk kolektif. Agar manusia dapat hidup secara bersama manusia lain diperlukan suatu landasan biologi untuk mengembangkan Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya. Dorongan itu kemudian lebih lanjut membentuk kekuatan-kekuatan yang oleh perasaanya dianggap berada di luar akalnya sehingga timbul religi.
- Dorongan untuk keindahan. Dorongan ini seringkali saudah tampak dimiliki bayi, yang sudah mulai tertarik pada bentuk-bentuk, warna-warni, dan suara-suara, irama, dan gerak-gerak, dan merupakan dasar dari unsur kesenian.
D. Materi
Dari Unsur-unsur Kepribadian
Dalam sebuah konsep kepribadian umum,makin dipertajam dengan
terciptanya konsep basic personality
structure, atau “kepribadian dasar”, yaitu semua semua unsur kepribadian
yang dimiliki sebagian besar warga suatu masyarakat.
Kepribadian dasar ada karena semua individu warga masyarakat
mengalami pengaruh lingkungan kebudayaan yang sama selama pertumbuhan mereka.
Metodologi untuk mengumpulkan data mengenai kepribadian bangsa dapat dilakukan
dengan mengumpulkan sample dari warga masyarakat yang menjadi objek penelitian,
yang kemudian diteliti kepribadiannya dengan tes Psikologi.
Selain ciri watak umum, seorang Individu memilki ciri-ciri
wataknya sendiri, sementara adaindividu-individu dalam sample yang tidak meliki
unsur-unsur kepribadian umum. Pendekatan dalam penelitian kepribadian suatu
kebudaya juga dilaksanakan dengan metode lain yang didasarkan pada ciri-ciri
dan unsur watak seorang individu dewasa.
Pembentukan watak dan jiwa individu banyak dipengaruhi oleh
pengalamannya di masa kanak-kanak serta pola pengasuhan orang tua.
Berdasarkan
konsepsi Psikologi tersebut, para ahli Antropologi berpendirian bahwa dengan
mempelajari adat-istiadat pengasuhan anak yang khas akan dapat mengetahui
adanya berbagai unsur kepribadian pada sebagian besar warga yang merupakan
akibat dari pengalaman-pengalaman mereka sejak masa kanak-kanak.
Penelitian mengenai etos kebudayaan dan kepribadian bangsa
yang pertama-tama dilakukan oleh tokoh Antroplogi R. Benedict, R. Linton, dan
M. Mead. Sehingga menjadi bagian khusus dalam antropologi yang dinamakan personality and culture.
E.
Tipe sosialisasi
Setiap
kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau
tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya
di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok
sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling
membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi
yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Formal
Sosialisasi
tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2.
Informal
Sosialisasi
tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada
di dalam masyarakat.
Baik
sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada
pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa
bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan
sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan
adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya
untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang
baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau
tidak?
Meskipun
proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat
suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi
formal dan informal sekaligus.
F. Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua
pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi
represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif
adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan
pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu
arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang
tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization)
merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu,
hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi
kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan
yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized
other.
G. Proses
sosialisasi
Macam – macam Proses Sosialisasi
1. Proses Sosialisasi yang Terjadi
Tanpa Disengaja melalui Proses Interaksi Sosial
Proses ini terjadi apabila individu
yang disosialisasi maupun yang terisolasi menyaksikan kegiatan yang dilakukan
dan diperbuat oleh orang – orang disekitarnya dalam berinteraksi. Misalnya
sorang anak memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh orang tuanya kemudian ia
meniru dan mencontohkan perbuatan tersebut dalam pergaulan sehari–hari.
2. Proses Sosialaisasi yang Terjadi
secara Sengaja melalui Pendidikan dan Pengajaran.
Proses ini terjadi apabila seorang
individu mengikuti pengajaran dan pendidikan yang sengaja dilakukan oleh
pendidik – pendidik yang mewakili masyarakat. Dalam pendidikan anak akan
dikenalkan pada norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut George Herbert Mead
George
Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
1.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap
ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh
pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan
meniru meski tidak sempurna.
Contoh:
Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna
kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami
secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap
ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri
dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari
tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari
anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia
berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya
diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant
other)
3. Tahap siap bertindak (Game
Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan
diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara
bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja
sama dengan teman-temannya. Pada tahap
ini lawan berinteraksi semakin banyak
dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman
sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya
secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari
bahwa ada norma tertentu yang
berlaku di luar keluarganya.
4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah
dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
H. Hubungan Antara Sosialisasi Dengan
Pembentukan Kepribadian
Sosialisasi adalah sebuah proses mempelajari dan menghayati
norma serta perilaku yang selaras dengan peran peran sosial yang berlaku dalam
suatu masyarakat. Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu
dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian
situasi. Jadi, pada saat terjadi sosialisasi saat itu pula sejalan dengan
proses pembentukan kepribadian.
Sosialisasi
adalah suatu proses sosial yang terjadi bila seseorang individu menghayati dan
melaksanakan norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga akan merasa menjadi
bagian dari kelompoknya tadi. Kepribadian adalah abstraksi dari pola perilaku
manusia secara individual. Jadi, kepribadian merupakan ciri-ciri atau watak
yang khas dari seorang individu sehingga memberikan identitas yang khas bagi
individu yang bersangkutan.
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepribadian merupakan abstraksi atau
pengorganisasian dari sikap-sikap seorang individu untuk berprilaku dalam
rangka berhubungan dengan orang lain (berinteraksi sosial) atau menanggapi
suatu hal yang terjadi dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, pola
prilaku yang merupakan perwujudan dari kepribadian seorang individu akan
disesuaikan dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial
budaya masyarakatnya.
Akan
tetapi nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat akan sulit terwujud jika
tidak disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat. Dibutuhkan proses
belajar atau sosialisasi untuk mencapai kesesuaian antara kepribadian dan nilai
atau norma tersebut. Dengan demikian, kepribadian dapat menjadi acuan (blue
print) bermasyarakat yang disebut kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran para ahli bisa diambil kesimpulan bahwa,
kepribadian manusia itu terbentuk dari proses pembelajaran ataupun yang memang
ada sejak lahir atau berupa naluri dan dorongan yang bersifat alami.
Dan kadang-kadang pembentukan pribadi seseorang ada juga
yang berdasarkan pengalaman dimasa kanak-kanak, yang mana adanya pola
pengasuhan oleh orang tua serta naluri alami yang memang memberikan respon
ketika mengalami dan mempelajari sesuatu.
Sebagaimana unsur-unsur pengetahuan yang terdapat dalam
pembentukan kepribadian manusia, yang dihimpun menjadi satu, juag tidak berasal
dari naluri saja, tetapi juga pembelajaran. Karena dalam alam bawah sadar
manusia berbagai pengetahuan larut dan terpecah-pecah menjadi bagian-bagian
yang seringkali tercampur aduk tidak teratur.
Penerapan
pengetahuan sosiologi berkaitan erat dengan proses sosialisasi dan pembentukan
kepribadian seorang individu.
Dengan penerapan pengetahuan sosiologi yang baik dalam
kehidupan di masyarakat otomatis akan membentuk proses sosialisasi dan
pembentukan kepribadian yang baik pula.
B. Saran
Dalam
pembentukan kepribadian pasti membutuhkan hasil sosialisasi. Oleh karena itu
marilah kita sama-sama melakukan sosialisasi yang baik antar sesama manusia
sehingga kepribadian yang kita miliki akan baik pula. Sehinnga kita menjadi
insane yang berguna bagi diri kita sendiri, begitu pula dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-panduan_Sosiologi
Lks. Sosiologi.
MAKALAH
AGEN SOSIALISASI SEKOLAH
DISUSUN OLEH
KELOMPOK III
1.
HERLINA
2.
WA ODE EHRIS MEILIAWATI
3.
SULFIANTI RACHMAD
4.
HADI WAHYUDI
5.
LM. ZAIFAN MARFI
SMA NEGERI 1 RAHA
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar