MAKALAH PERTUMBUHAN TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
DISUSUN
OLEH :
NAMA : AMAN
NIM
: 91403004
JURUSAN : AGRIBISNIS
SEKOLAH TINGGI ILMU
PERTANIAN WUNA
( STIP WUNA )
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah MAKALAH
PERTUMBUHAN TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan
banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas makalah ini sehinggga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun kepada pembaca
umumnya. Kami mohon maaf apabila ada kekurangan maupun kesalahan pada
penulisan makalah ini untuk itu kami berterima kasih apabila pembaca memberi saran atau kritikan kepada
kami.
Raha, Januari
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................
Daftar Isi......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar
Belakang.......................................................................................
B. Tujuan
……….......................................................................................
BAB II TINJUAN PUSTAKA...................................................................
A. Konservasi……………………………..…………………………..……
B. Pengaturan………………………………………………………..……..
C. Pemakaian
Pupuk Organik Dari Limbah Pengolahan Sawit………..…..
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................
A. Klasifikasi
Kemampuan Lahan...............................................................
B. Kelas
Kemampuan Lahan……………………………………………….
C. Pengolahan
Sawit Pada Lahan Rawa……………………………………
D. Pengelolaan
Sawit Pada Lahan Miring………………………………….
E. Pengelolaan
Sawit Pada Lahan Gambut…………………….…………
BAB
IV…………………………………………………………………....
F. Kesimpulan............................................................................................
G. Saran......................................................................................................
Daftar Pustaka.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pengelolaan
agroekosistem lahan merupakan usaha atau upaya dalam mengubah atau memodifikasi
ekosistem sumberdaya alam agar bisa diperoleh manfaat yang maksimal
dengan mengusahakan kontinuitas produksinya. Komoditas yang diusahatan
tentunya disesuaikan dengan kondisi setempat dan manfaat ekonomi termasuk
pemasaran.
Menurut Soerianegara (1977) pengelolaan
agroekosistem lahan kering merupakan bagian dari interaksi
atau kerja sama masyarakat dengan agroekosistem sumberdaya alam.
Dalam pembangunan pertanian
berkelanjutan pengelolaan agroekosistem lahan kering dapat dipandang sebagai
upaya memperbaiki dan memperbaharui sumberdaya alam yang bisa dipulihkan
(renewable resourses) di daerahnya. Dalam pemanfaatan sumberdaya lahan
kering untuk pertanian berkelanjutan memerlukan pendekatan lingkungan dan
mengikuti kaidah pelestarian lingkungan.
Pengelolaan agrokosistem lahan
dipandang sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem sumberdaya alam yang
menempati areal dimana mereka menetap. Masyarakat petani menanami lahan
pertanian dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dapat
dikatakan sebagai bagian dari pengelolaan agroekosistem lahan kering di
daerahnya
B.Tujuan
a. Untuk Mengetahui Bagaimana struktur perkebunan di PT
MINAMAS didaerah maredan.
b. Untuk mengetahui Bagaiman kondisi Tanah diperkebunan
sawit di PT MINAMAS.
c. Untuk Mengetahui pemberian Pupuk dan Pemangkasan
tanaman sawit dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konservasi
Salah satu upaya penanganan
kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah dengan menerapkan sistem budidaya
lorong dalam pengembangan sistem usahatani. Dengan penerapan sistim budidaya
lorong menunjukkan bahwa dengan adanya barisan tanaman penyangga
erosi rumput raja (King grass) yang ditanam sejajar dengan
garis kontur secara efektif dapat mengurangi laju erosi. Dengan
terbentuknya teras secara bertahap sampai menjadi permanen, disamping menjaga
kelestarian lahan juga menyebabkan produktifitas lahan akan lebih baik.
karena sistem ini memberikan banyak
keuntungan diantaranya dapat menekan terjadinya erosi, meningkatkan
produktivitas tanah karena adanya penambahan bahan organik melalui hasil
pangkasan tanaman pagar, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
serta dapat menciptakan kondisi iklim mikro (suhu) diantara lorong tanaman
(Sudharto et al., 1996).
Dengan terbentuknya teras maka pada
lahan miring ini sudah terbentuk lahan usahatani yang representatif untuk
berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang
sesuai dengan kondisi setempat dan menekan terjadinya erosi diwaktu
hujan.
2. Pengaturan pola tanam.
Pengaturan pola tanam berfunsi agar
tumbuh nya suatu tanaman itu bisa tumbuh dengan baik dan teratur. Fungsi dari
pertanaman lorong adalah untuk menciptakan iklim mikro di lahan dan
tanaman yang digunakan disesuaikan dengan tanaman .Dibidang
ekonomi mampu memberikan kesinambungan pendapatan selama satu tahun.
Dengan terbentuknya teras secara
bertahap sampai menjadi permanen, disamping menjaga kelestarian lahan
juga menyebabkan produktifitas lahan akan lebih baik dan produktifitas lahan
pun menjadi baik.
4. Pemakaian pupuk organik dari limbah pengolahan sawit
Pemanfaatan limbah pertanian yang
selama ini belum menjadi perhatian sebagai bahan dasar pupuk organik
diharapkan dapat memperkecil ketergantungan terhadap pupuk an
organik. Dilain pihak pemanfaatan limbah pertanian dapat
menciptakan efisisnsi penggunaan lahan yang ketersediaannya semakin terbatas
serta dapat menjaga kelestarian lingkungan.
Limbah pertanian adalah bagian atau
sisa produksi pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung.
Limbah ini apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung
unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman
mati, maka selanjutnya terjadi proses dekomposisi akibat aktifitas
mikroorganisme dengan hasil akhir berupa humus (Sutanto, 2002). Kandungan hara
setiap sisa tanaman berbeda-beda. Dari penelitian Puslitbangbun (2006)
diperoleh hasil kandungan hara beberapa ampas tanaman. Dengan demikian
terdapat beberapa keuntungan dengan pemakaian pupuk organik yaitu efisiensi
terhadap biaya karena harga pembuatan pupuk ini lebih murah, Produksi lebih
tinggi dan menjaga kesuburan dan kelestarian lahan.Teknik pemberian pupuk
organik yang berasal dari limbah sawit yaitu :
a. Tongkos sawit yang kosong diberikan pada sekeliling
batang sawit.
b. Pembuatan saluran-saluran untuk limbah cair yang
dialirkan pada setiap areal tanaman sawit.
Pemakaian pupuk an organik yang tidak
seimbang secara terus menerus untuk proses produksi dapat merusak lahan
dan dalam jangka panjang lahan menjadi tidak efektif lagi untuk usaha
pertanian. Salah satu alternatif untuk menyelamatkan keberlanjutan
penggunaan lahan adalah dengan mengurangi input yang berasal dari bahan kimia
dan beralih kepada pemakaian pupuk organik yang berasal dari bahan organik sisa
tanaman atau limbah.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN
Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi lahan yang
dilakukan dengan metode faktor penghambat. Dengan metode ini setiap kualitas
lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk
atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamanya sampai yang terbesar.
Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat yang terkecil
untukkelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah
kelasnya.
Sistem klasifikasi
kemampuan lahan yang banyak dipakai di Indonesia .Menurut sistem ini lahan
dikelompokan dalam tiga kategori umum yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan
Kemampuan (capability units) atau Satuan pengelompokan (management unit).
Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. Jadi
kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau
penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang
umum.
Tanah pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik
mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman
tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan setahun), rumput untuk pakan
ternak, padang rumput atau hutan.
Secara umum saat ini permasalahan
yang dihadapi petani di Indonesia adalah kesulitan mendapatkan pupuk an organik
yang kebutuhannya cendrung meningkat. Kesulitan ini sebagian akibat
ketersediaan yang tidak mencukupi maupun sistem pendistribusian yang kurang
tepat dan faktor faktor lainnya. Sebagai gambaran Produksi nasional tahun
2008 sekitar 6 juta ton sedangkan kebutuhan mencapai 9 juta ton. Kendala
ini berimbas kapada penurunan produktifitas lahan dan produksi berbagai
komoditas pertanian secara nasional.
B. KELAS KEMAMPUAN LAHAN
Kelas
Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang
membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan
pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya),
tanaman rumput, padang rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah
dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas
sebagai berikut:
(1)
terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%),
(2)
kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah,
(3)
tidak mengalami erosi,
(4)
mempunyai kedalaman efektif yang dalam,
(5)
umumnya berdrainase baik,
(6)
mudah diolah,
(7)
kapasitas menahan air baik,
(8)
subur atau responsif terhadap pemupukan,
(9)
tidak terancam banjir,
(10)
di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.
Kelas
Kemampuan II
Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang hati-hati,
termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan atau
memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian
tanaman semusim. Hambatan pada lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang
diperlukan mudah diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman
semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah satu atau
kombinasi dari faktor berikut:
(1)
lereng yang landai atau berombak (>3 % – 8 %),
(2)
kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang,
(3)
kedalaman efetif sedang
(4)
struktur tanah dan daya olah kurang baik,
(5)
salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang mudah
dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn timbul kembali,
(6)
kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
(7)
kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai
pembatas yang sedang tingkatannya, atau
(8)
keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau pengelolannya
Kelas
Kemampuan III
Hambatan yang
terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi
tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi
pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan
oleh salah satu atau beberapa hal berikut:
(1)
lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 – 15%),
(2)
kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang,
(3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam,
(3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam,
(4)
lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat,
(5)
kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan
padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi
perakaran dan kapasitas simpanan air,
(6)
terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase,
(7)
kapasitas menahan air rendah,
(8)
salinitas atau kandungan natrium sedang,
(9)
kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau
(10)
hambatan iklim yang agak besar
Kelas
kemampuan IV
Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi,
padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. Hambatan atau ancaman
kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau
kombinasi faktor-faktor berikut:
(1)
lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%),
(2)
kepekaan erosi yang sangat tinggi,
(3)
pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,
(4)
tanahnya dangkal,
(5)
kapasitas menahan air yang rendah
(6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun
dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam,
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk)
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk)
(8)
terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah,
(9)
salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1)
keadaan iklim yang kurang menguntungkan.
Kelas
Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah
bagi tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi
tergenang air, selalu terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 %
permukaan tanah tertutup kerikil atau batuan) atau iklim yang kurang sesuai,
atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut. Contoh tanah kelas V adalah:
(1)
tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman
tanaman semusim secara normal,
(2)
tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi
tanaman secara normal
(3)
tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup batuan atau
kerikil, dan atau
(4)
tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim,
tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.
Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah
dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat
dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut:
(1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),
(1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),
(2)
telah tererosi berat,
(3)
kedalaman tanah sangat dangkal,
(4)
mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat),
(5)
daerah perakaran sangat dangkal, atau
(6)
iklim yang tidak sesuai. Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak
curam jika digunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola
dengan baik untuk menghindari erosi
Kelas
Kemampuan VII
Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka
erosi jika digunakan unuk tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku yang
ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk konserbvasi tanah , disamping
yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII mempunuaio bebetapa hambatan atyai
ancaman kerusakan yang berat da tidak dapatdihiangkan seperti
(1)
terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau
(2)
telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.
Kelas kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian,
tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII
bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas
atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa:
(1)
terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau
(2)
berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau
kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan
(3)
kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak
gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.
C.Pengelolaan
sawit pada lahan Rawa
a. Melakukan pembumbuna
pada lereng tanaman sewit.
b. Pengaturan air (drainase) agar tanaman tidak
tergenang oleh air dengan cara pembuatan parit dengan jumlah 1 parit/ 2 pasar
pikul.
c. Pembuatan pintu air dan melakukan pembendungan di
kanal.
D.
Pengelolaan sawit pada lahan miring
a.Melakukan
penanaman tanaman sawit dangan cara tidak beraturan, hal ini bertujuan untuk
meminimalisir terjadinya erosi.
b.
Melakukan pemangkasan pelepah sawit yang kemudian diletakkan dengan posisis horizontal,
yang bertujuan untuk menahan laju air yang jatuh dari lereng.
c.
Melakukan penanaman rerumputan yang bias menghalang laju air sehingga tanah
yang dalam kondisi miring ini tidak akan terkena longsor
E. Pengelolaan sawit pada lahan
gambut
a.
Pembersihan piringan pada sekeliling tanaman sawit
b.
pada tanah gambut biasa nya tanah ini lama kelamaan bias turun sehingga dalam
penanaman sawit ini diperlukan pembuatan lubang tanam yang agak dalam, di
karenakan apabila tanah gambut ini turun akar dari tanaman sawit ini tidak
menggantung.
Hasil pengkajian Basri dkk,
(2001) dengan penerapan sistim budidaya lorong di Kabupaten Rejang lebong
menunjukkan bahwa dengan adanya barisan tanaman penyangga erosi
rumput raja (King grass) yang ditanam sejajar dengan garis kontur secara
efektif dapat mengurangi laju erosi. Selanjutnya dari hasil pangkasan
king grass yang dilaksanakan setiap bulan dapat menghasilkan 0,5 ton bahan
hijauan yang dapat diberikan untuk sapi selama 20 hari. Dari luasan plot seluas
1 ha akan dihasilkan 1 ton bahan hijauan yang dapat digunakan untuk pakan
sapi.
Pada pengkajian tahun berikutnya
(tahun kedua) teras sudah mulai terbentuk sebagai akibat penanaman teras
vegetatif dengan tanaman rumput raja. Dengan terbentuknya teras maka pada
lahan miring ini sudah terbentuk lahan usahatani yang representatif untuk
berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang
sesuai dengan kondisi setempat dan menekan terjadinya erosi diwaktu
hujan. Dengan terbentuknya teras secara bertahap sampai menjadi permanen,
disamping menjaga kelestarian lahan juga menyebabkan produktifitas lahan
akan lebih baik.
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam
perkebunan tanaman sawit disebabkan oleh salah satu atau kombinasi
faktor-faktor berikut:
(1)
lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%),
(2)
kepekaan erosi yang sangat tinggi,
(3)
pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,
(4)
tanahnya dangkal,
(5)
kapasitas menahan air yang rendah
(6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun
dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam,
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk)
(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk)
(8)
terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah,
(9)
salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1)
keadaan iklim yang kurang menguntungkan.
Adapun
pemanfaatan topografi yang baik bagi tanaman perkebunan yaitu:
1.Pemanfaatan berbagai jenis topografi lahan pertanian
memerlukan pengelolaan terpadu antar sektor
2.Untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan adanya
pengelolaan yang tepat mengikuti kaidah lingkungan.
B. SARAN
Dalam usaha peningkatan produksi sawit
diperlukan Pengelolaan yang merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan
fungsi lahan dan menjaga kelestarian lahan dan lingkungan agar terciptanya
perkebunan sawit yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
a.
Basri., IH, A.Darmadi, Yanfirwan
Yanuar, D.Aprizal, W.Mikasari. 2001. Pengkajian Teknologi Konservasi Metode
Vegetatif pada Perkebunan.
b.
Hidayat, A., Hikmatullah, dan D.
Santoso. 2000. Poternsi dan Pengelolaan Lahan Dataran Rendah. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat.
c.
www .gogle.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar