BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terjadi pula perubahan perilaku masyarakat di Indonesia, salah satu perubahan tersebut adalah
perubahan pola makan masyarakat Indonesia
menjadi pola makan cepat saji atau instant yang banyak mengandung kolesterol
dan tinggi gula. Hal tersebut berdampak pada kesehatan masyarakat yang dapat
menimbulkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pola makan seperti
diabetes mellitus, gagal ginjal, gagal jantung dan sebagainya. Dari beberapa
penyakit yang paling sering ditimbulkan dari perubahan pola makan tersebut
salah satunya adalah diabetes mellitus.
Dari penelitian terakhir yang dilakukan Indonesia
tahun 1993, dinyatakan bahwa pola pertambahan penduduk saat ini, diperkirakan
pada tahun 2020 terdapat sejumlah 178 juta penduduk yang berusia diatas 20
tahun dan dari jumlah penduduk tersebut diperkirakan prevalensi yang menderita
diabetes mellitus sebesar 4% yaitu 7 juta jiwa. (Kompas, edisi tanggal 24
Februari 2004)
Diabetes mellitus adalah sindroma yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin yang ditandai oleh
hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Diabetes mellitus terdiri dari beberapa macam subklas diantaranya
yaitu diabetes mellitus tipe I (IDDM), diabetes mellitus tipe II (NIDDM),
diabetes mellitus sekunder, diabetes mellitus yang berhubungan dengan
malnutrisi, diabetes mellitus yang disebabkan oleh kerusakan toleransi glukosa
dan diabetes mellitus gestasional. Dari beberapa jenis penyakit diabetes
mellitus diatas yang paling sering terjadi adalah diabetes mellitus tipe II
(NIDDM). (Rumahorbo. H, 1999 : 100)
Klien dengan diabetes mellitus memerlukan perawatan
sedini mungkin untuk mencegah timbulnya komplikasi baik akut maupun kronis
seperti : neuropathy, retinopathy, nefrophaty, aterosklerosis, mikard infark,
koma hipoglikemia ataupun koma hiperglikemia. Salah satu komplikasi menahun
yang dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus adalah terjadinya
neurophaty perifer yang berisiko untuk mengalami cedera, dimana cedera tersebut
dapat terjadi tanpa diketahui oleh pasien karena sudah hilangnya sensasi rasa
pada daerah perifer. (Smeltzer, 2001 : 1276)
Sulitnya proses penyembuhan luka akibat cedera bisa
menyebabkan terjadinya perluasan luka yang disebut ulkus. Ulkus yang disebabkan
oleh penyakit diabetes mellitus bisa terjadi di berbagai bagian tubuh terutama
pada daerah ekstrimitas bawah bagian distal.
Presentase pasien dengan ulkus diabetikum, neuropati
dan nefropati di Ruang Dahlia Perjan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode
Januari – Maret 2005 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1
Distribusi Kasus Endokrin
Di Ruang Dahlia Perjan RS. Dr. Hasan
Sadikin Bandung
Periode Januari – Maret 2005
No
|
Jenis Kasus
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
|
Ca Tyroid
|
1
|
6,6
%
|
2.
|
DM Tipe I komplikasi KAD
|
2
|
13,3
%
|
3.
|
DM Tipe II komplikasi Nefropaty
|
1
|
6,6
%
|
4.
|
DM Tipe I komplikai Ulkus
Diabetik
|
1
|
6,6
%
|
5.
|
DM Tipe II komplikasi KAD
|
1
|
6,6
%
|
6.
|
DM Tipe II komplikasi Neuropati
Diabetik
|
2
|
13,3
%
|
7.
|
DM Tipe II komplikasi KAD +
Nefropaty Diabetik
|
1
|
6,6
%
|
8.
|
DM Tipe II komplikasi HONK
|
1
|
6,6
%
|
9.
|
DM Tipe II komplikasi HONK +
Nefropati
|
1
|
6,6
%
|
10
|
DM Tipe II + Efusi Pleura
|
1
|
6,6
%
|
11
|
DM Tipe II komplikasi Neuropati +
Nefropati
|
1
|
6,6
%
|
12
|
DM Tipe II komplikasi Ulkus
Diabetik + Neuropati + Nefropati
|
2
|
13,3
%
|
Jumlah
|
15
|
100 %
|
Sumber : Rekam Medik Ruang Dahlia
Tabel 1.1 memperlihatkan komplikasi kompleks dari DM
Tipe II yaitu ulkus diabetikum, neuropati dan nefropati yang diakibatkan oleh
diabetes mellitus tipe II menunjukkan angka
13,3 %.
Kompleksnya komplikasi yang diakibatkan oleh DM Tipe
II ini melatarbelakangi penyusun untuk membuat “Asuhan Keperawatan Pada Tn. S
Dengan Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan
Komplikasi Ulkus Diabetikum a/r pears sinistra, Neurophaty, Nefrophaty +
Hipertensi Stage II Di Ruang Dahlia Perjan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung”
B. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada Tn. S dengan Diabetes Melitus Tipe II dengan Komplikasi ulkus
diabetikum a/r pears sinistra,
neuropaty, nefropaty + Hipertensi stage II melalui studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan
- Tujuan Khusus
a.
Penulis dapat melakukan pengkajian secara komprehensif
pada Tn. S dengan Diabetes Melitus Tipe II dengan Komplikasi ulkus diabetikum
a/r pears sinistra, neuropati dan
nefropati + Hipertensi stage II
b.
Penulis dapat menyusun rencana asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa keperawatan
c.
Penulis dapat melaksankan tindakan keperawatan sesuai
dengan perencanaan
d.
Penulis dapat melaksanakan evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang telah diberikan
e.
Penulis dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
dilakukan perawat
C. Metoda Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang
berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan
D. Teknik Pengumpulan Data
1.
Observasi yaitu dengan mengamati perilaku keadaan klien
yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual
2.
Wawancara yaitu pengumpulan data melaui tanya jawab
langsung dengan klien, keluarga dan tim kesehatan
3.
Pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya gangguan pada
sistem tubuh
4.
Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dan
mempelajari data-data pada status klien dan catatan yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan
5.
Studi kepustakaan yaitu melalui berbagai literatur yang
akurat dan dapat dipercaya untuk mendapatkan teori-teori relevan yang
berhubungan dengan kasus klien
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab ini meliputi konsep dasar penyakit yang terdiri
dari pengertian, anatomi dan fisiologi pancreas, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi, komplikasi diabetes mellitus tipe II, dampak diabetes mellitus
tipe II terhadap system tubuh, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan serta
konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi
BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini berisi asuhan keperawatan pada Tn. S yang
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang simpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang
secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat. (Sylvia A. Price, 1995 : 1111)
Diabetes Melitus adalah sindrom yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara tuntutan suplai insulin yang ditandai oleh
hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. (Hotma Rumahorbo, 1999 : 100)
Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Suzanne
C. Smeltzer, 2002 : 1220)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang
kompleks yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protei serta
menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C.
Long, 1996 : 4)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang secara generatif dan klinis
ditandai oleh hiperglikemia yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sebagai akibat ketidakseimbangan insulin yang dapat
menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka yang disebabkan
oleh neuropati akibat penyakit diabetes mellitus (De Jong, W, dan Hidajat, S.R,
1997 : 420).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.
(Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 : 896)
2. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Syaifuddin, (1997 : 84) dan Rumahorbo, H, (1999 :
14) pancreas erupakan organ yang panjang dan ramping. Letaknya retroperitoneal
pada abdomen bagian kuadran kiri atas, dan terbentang secara horizontal dari
cincin duodenum sampai ke limpa pada vertebra lumbalis I dan II dibelakang
lambung. Strukturnya mirip dengan kelenjar ludah yang panjangnya kira-kira
10-20 cm, lebar 2,5-5 cm, dengan berat rata-rata 60-90 gram, dan dibagi dalam 3
segmen utama yaitu kaput, korpus dan kauda.
a.
Kaput / kepala pankreas, merupakan bagian yang lebar
dari pancreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan
duodenum yang melingkarinya.
b.
Korpus / badan pankreas, merupakan bagian utama dari
organ ini yang letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis
pertama.
c.
Kauda / ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing
terletak disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
Gambar 2.1 Anatomi Pankreas
(Sumber : Dalley A. F. : 1995)
Menurut Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, (1994 :
431) dan Francis, S.G dan John, D.B, Alih bahasa Wijaya,C, dkk., (2000 : 742)
pancreas dibentuk dari 2 sel dasar dengan fungsi yang sangat berbeda yaitu :
a.
Sel-sel eksokrin yang berkelompok disebut sel acini yang
menghasilkan unsure-unsur getah pancreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b.
Sel-sel endokrin atau pulau langerhans terdiri dari 0,7
– 1 juta kelenjar endokrin kecil yang tersebar diantara massa glandular pankrea seksokrin. Volume
pulau-pulau langerhans kira-kira 1-1,5 % dari massa total pancreas dan beratnya sekitar 1-2
gram pada orang dewasa. Sedikitnya ada empat tipe sel yang telah dikenali pada
pulau-pulaulangerhans ini. Tipe-tipe ini tersebar tidak seragam pada pancreas,
yang terdiri dari:
Tabel 2.1
Tipe-Tipe Sel Pada Pulau-Pulau
Langerhans Pankreas
Tipe sel
|
Persentase volume pulau lengerhans
|
Produk yang dihasilkan
|
|
Berasal dari dorsal (kaput
anterior, korpus, kauda)
|
Berasak dari ventral (bagian
posterior kaput)
|
||
Sel alfa
|
10 %
|
<0,5 %
|
Glukgon, proglukagon, peptide mirip
glukagon (GLP-1, GLP-2)
|
Sel beta
|
70-80 %
|
15-20 %
|
Insulin, peptide C, proinsullin,
amillin, asam tetra amino butirat (GABA)
|
Sel delta
|
3-5 %
|
<1 %
|
Somatostatin
|
Sel F(PP)
|
<2 %
|
80-85 %
|
Pollipeptida pankreas
|
Sumber: Francis, S.G. dan John, D.B. alih bahasa Wijaya, C,
dkk, 2000 : 743
Secara keseluruhan, pankreas menyerupai setangkai
anggur yang cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada duktus
pankreatikus utama (duktus wirsungi). Saluran-saluran kecil dari setiap asinus
mengosongkan isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang
kelenjar, jaringan bersatu dengan duktus koledokus pada ampula vateri sebelum
masuk ke duodenum. Pankreas mendapat darah dari arteri pankreatika dan
mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui vena pankreatika. Selain itu
juga pankreas mendapatkan darah dari arteri lienalis, arteri hepar, arteri
mesenterika superior dan arteri seliaka yang selanjutnya bermuara ke vena kava
inverior. Pankreas dipersarafi oleh nervus vagus yang berperan dalam sekresi
getah pankreas setelah makanan masuk ke lambung dan duodenum dan system saraf
simpatis yang berperan menghambat sekresi insulin melalui pelepasan
norepinefrin. Pankreas mempunyai dua fungsi penting, yaitu fungsi eksotrin
untuk mensekresikan enzim-enzim pencernaan pada ketiga jenis makanan utama
yaitu karbohidrat, lemak, dan protein melalui saluran ke duodenum dan fungsi
endokrin untuk mengatur system endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah
(Price, S. A.,
Alih bahasa Peter,
A, 1994, Syaifudin, 1997).
Gambar 2.2 Anatomi Pulau Langerhans Dalam
Kelenjar Pankreas
(Sumber : Guyton, 1996 : 1221)
Gambar 2.3 Komponen Struktural Sel b Pankreas yang Terlibat Dalam Biosentesis dan Pelepasan
Insulin di Induksi Glukosa
(Sumber : Francis, S.G dan Joh, D.B. alih
bahasa Wijaya C, dkk, 2000 : 744)
Hormon-hormon sekresi pankreas yang berpengaruh pada
pengaturan kadar gula darah :.
a.
Glukagon
1)
Prinsip Kerja Glukagon
Glukagon merupakan protein kecil dengan berat molekul
3485 dan terdiri dari rantai asam amino dan terdiri dari rantai yang tersusun
atas 29- asam amino. Waktu paruh dari glukagon plasma adalah sekitar 5-10
menit. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan kadar gula darah dengan
mempengaruhi system enzim didalah hepar, lemak, dan sel-sel otot yang kemudian
memungkinkan glukosa plasma untuk memasuki dan digunakan oleh sel-sel tubuh
dengan menstimulasi sekresi insulin. Dengan fungsi ini, glukagon mencegah
hipoglikemia diantara waktu makan, selama olahraga, beberapa hari pertama
puasa, dan setelah makan makanan yang tinggi protein yang dapat menstimulasi
peningkatan insulin plasma sehingga menyebabkan ambilan selular dengan cepat
dari diet karbohidrat yang diserap.
Glukagon dapat menstimulasi sel-sel hati dalam
menjalankan fungsinya dengan cara melakukan pemecahan glikogen cadangan di hati
(glikogenolisis), mempertahankan produksi glukosa hati dari precursor asam
amino (glukoneogenetik), pemecahan lemak (lipolitik) dan memproduksi
badan-badan keton dari asam lemak (ketogenetik) di hati. Hal ini dapat
meningkatkan konsentrasi glukosa didalam sel-sel hati, karena sel-sel hati
dapat mendisforforilasi glukosa di intraseluler, maka glukosa ini dapat
dilepaskan dari hati ke dalam sirkulasi darah. Asam lemak dan asam amino yang
dibutuhkan untuk proses glukoneogenesis disupplai oleh pemecahan lemak yang
distimulasi oleh glukagon dalam sel-sel adipose dan dilepaskan ke dalam plasma.
Apabila supplai asam lemak tidak mencukupi, maka glukagon akan manstimulasi
pemecahan protein menjadi asam amino dan menstransfernya ke dalam plasma darah.
Asam lemak dan asam amino ini kemudian diambil oleh
hepatosit dan digunakan sebagai bahan-bahan mentah dalam proses
glukoneogenesis. Selain itu juga glukagon meningkatkan kadar keton plasma
dengan meningkatkan pembentukan keton hepatic dan meningkatkan sekresi
somatostatin serta growth hormon. Meskipun fungsi glukagon berlawanan dengan
fungsi insulin dalam proses pengaturan kadar gula darah, namun glukagon juga
dapat menstimulasi insulin. Hal ini dapat memungkinkan glukosa plasma umtuk
memasuki berbagai jaringan dan digunakan oleh jaringan itu sendiri untuk proses
metabolisme, aksi langsung glukagon dalam menstimulasi sel-sel beta ini
berlangsung dengan cepat.
Pada tingkat seluler, glukagon bekerja pada system
enzim sel siklik AMP intraseluler, dimana bahan kimiawi ini berperan sebagai
pembawa pesan kedua untuk mengubah aktivitas enzim sel yang menyebabkan
sejumlah besar glukagon eksogenus bekerja meningkatkan kapasitas inotropik jaringan
miokardium yang disebabkan karena rendahnya glukagon endogenus.
2)
Pengaturan Sekresi Glukagon
Sel-sel alfa pankreas distimulasi oleh agonis beta
adrenergik, teofilin, yang meningkatkan kadar plasma asam amino (terutama yang
digunakan dalam proses glukoneogenesis), dan stimulasi vagal (kolinergik).
Sekresi glukagon juga dipercepat oleh glukokortikoid, olah raga, stress fisik,
dan infeksi. Efek olahraga pada sekresi glukagon di mediasi oleh beta
adrenergik, sedangkan stress dan infeksi bekerja meningkatkan kadar
glukokortikoid plasma. Kenaikan glukosa plasma dioperasikan oleh umpan balik
negatif loop untuk memperlambat atau menghambat haluaran glukagon. Konsentrasi
glukosa darah merupakan factor utama pengatur sekresi glukagon, namun pengaruh
konsentrasi glukosa darah terhadap sekresi glukagon jelas bertentangan dengan
efek glukosa terhadap sekresi insulin.
Penurunan konsentrasi glukosa darah dari normalnya
sewaktu puasa kira-kira sebesar 90 mg/dl darah hingga kadar hipoglikemik dapat
meningkatkan konsentrasi glukagon plasma beberapa kali lipat, sebaliknya
meningkatnya kadar glukosa darah himgga mencapai hiperglikemik akan mengurangi
kadar glukagon dalam plasma. Jadi, pada keadaan hipoglikema glukagon yang
disekresikan oleh sel alfa pankreas akan meningkat dalam plasma yang dapat
menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati dan akibat yang lebih
lanjut akan membantu memperbaiki keadaan hipoglikemia
b.
Insulin
1)
Prinsip Kerja Insulin
Insulin merupakan protein kecil yang
mempunyai berat molekul sebesar 5808 dan terdiri atas dua rantai asam amino
yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai
asam amino dipisahkan, maka aktifitas fungsional dari insuli akan hilang.
Ikatan insulin pada resepror insulin mengawali aksi fisiologi insulin pada sel.
Setelah molekul insulin berikatan pada reseptor, kompleks reseptor nsulin
diambil kedalam sitoplasama sel melalui endositosis dan dihancurkan dalam waktu
14-15 jam oleh enzim lisosom. Insulin plasma mempunyai waktyu paruh sekitar 15
menit. Sekitar 80 %dari semua insulin yang bersikulasi dikatabolisme oleh
sel-sel hati dan ginjal. Insulin mempuynyai mekanisme kerja tunggal yang
mendasari segala macam efeknya pada metabolisme. Berikut ini prinsip kerja
insulin :
a)
Jaringan adipose
(1)
Meningkatkan jaringan adipose
(2)
Meningkatkan ambilan kalium
(3)
Meningkatkan pemasukan dan sintesis lemak
(4)
Meningkatkan penyimpanan lemak
(5)
Meningkatkan pengubahan glukosa menjadi lemak
(6)
Menghambat lipolisis
(7)
Aktivasi lipoprotein lipase
b)
Jaringan otot
(1)
Meningkatkan pemasukan glukosa
(2)
Meningkatkan ambilan kalium
(3)
Meningkatkan sintesis glikogen
(4)
Meningkatkan pemasukan asam amino
(5)
Meningkatkan sintesis protein
(6)
Meningkatkan katabolisme protein
(7)
Meningkatkan pemasukan keton kedalam se-sel
c)
Hati
(1)
Meningkatkan sintesis protein
(2)
Meningkatkan sintesis lemak
(3)
Menurunkan ketogenesis
(4)
Menurunkan pengeluaran karena penurunan glukoneogenesis
dan meningkatkan sintesis glukagon
Selain itu insulin diketahui dapat memudahkan ambilan
glukosa oleh jaringan ikat, leukosit, kelenjar mammary, lensa mata, aorta,
pituitary, dan sel-sel alpha.
2)
Pengaturan Sekresi Insulin
Sekresi insulin diatur oleh :
a)
Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah, kenaikan
kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin, selanjutnya insulin
menyebabkan transport glukosa ke dalam sel sehingga mengurangi konsentrasi gula
darah kembali normal.
b)
Asam amino,
dalam hal ini adalah asam amino yang paling kuat yaitu arginin dan
leusin, dimana kerjanya mempengaruhi peningkatan insulinberbanding lurus dengan
peningakatan konsentrasi gula darah. Dan sebaliknya insulin sendiri
meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam sel-sel jaringan serta meningkjkan
pembentukan protein intraseluler.
c)
AMP siklik intra sel, rangsangan yang meningkatkan AMP
siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalssssium
intra sel. Pada pelepasan epinefrin terjadi penurunan sekresi insulin
disebabkan karena epinefrin menghambat AMP siklik intrasel.
d)
Saraf otonom, cabang nervus vagus dextra mempersarafi
pulasu langerhans dan merangsang nervus vagus menyebabkan peningkatan sekresi
insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankreas menghambat sekresi insulin
melalui pelepasan norepinefrin.
3)
Aktifitas Insulin Pada Target Sel
Insulin yang telah disekresikan pankreas akan menuju
target sel dengan cara berikatan dan
mengaktifkan suatu protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein
merupakan senyawa glikoprotein yang mempunyai berat molekul kira-kira 300.000
Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi dari empat
sub unit yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfida, dua sub unit alfa
yang terletak seluruhnya diluar membran sel dan dua sub unit beta yang menembus
membran, menonjol kedaklam sitoplasma sel. Insulin berikatan denan sub unit
alfa dibagian luar sel, tetapi karena ikatan dengan sub unit beta, bagian dari
sub unit beta yang menonjol kedalam sel mngalami autofosforilasi. Hal ini akan
membuat ikatan tersebut menjadi suatu enzim yang aktif, suatu protein kinase
setempat, yang selanjutynya menyebabkan fosforilasi dari banyak enzim intra
seluler lainnya. Hasil akhir adalah mengaktifkan beberapa enzim ini sementara
menghentikan enzim yang lain. Jadi, secara keseluruhan insulin memimpin proses
metabolisme intra seluler untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Efek akhir
dari perangsangan insulin (Hudak, C.M, dan Gallo, B.M, alih bahasa Monica, E.D,
dkk., 1996 dan Guyton, A.C, alih bahasa Setiawan, I, 1996) sebagai berikut :
a)
Dalam beberapa detik setelah insulin diberikan dengan
membran reseptornya, membran yang mencakup kira-kira 80 % dari sel tubuh ini
menjadi sangat permeable terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada
sel-sel otot dan sel lemak tetapi tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron
diotak. Didalam sel glukosa dengan cepat di fosforilasi dan menjadi suatu zat
yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum.
b)
Sebagai tambahan untuk meningkatkan permeabilitas
membran terhadap glukosa, membran sel menjadi permeable terhadap banyak asam
amino, ion kallllium, dan ion posfor.
c)
Efek yang lebih lambat terjadi dalam 10-15 menit
berikutnya, untuk mengubah tingkat aktifitas dari banyak enzim metabolic
seluler yang lain. Efek-efek ini dihasilkan terutama dari perubahan keadaan
fosforilasi enzim.
d)
Efek yang jauh lebih lambat terjadsi selama berjam-jam
dan bahkan beberapa hari.
e)
Efek ini dihasilkan kecepatan translasi RNA messenger
pada ribosom untuk membentuk protein yang baru dan efek yang lebih lambat
lagiterjadi dari perubahan kecepatan trankripsi DNBA didalam inti sel. Dengan
cara ini insulin membentuk kembali sebagian besar proses enzimatik seluler
untuk mencapai tujuan metabolic.
3. Etiologi
a.
Etiologi Diabetes Melitus tipe II (NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor
ini adalah :
s
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat
pada usia diatas 65 tahun)
s
Obesitas
s
Riwayat keluarga
s
Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan
Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)
a.
Etiologi Ulkus Diabetikum
s
Kombinasi antara gangguan arteri dengan
neuropati perifer
s
Trauma/ cedera yang berulang tanpa diketahui
oleh pasien
4. Tanda dan Gejala
a.
Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
s
Polifagia
s
Poliuria
s
Polidipsia
s
Lemas
s
Berat badan turun
s
Mengantuk (somnolen) yang terjadi selama
beberapa hari atau beberapa minggu
s
Kesemutan
s
Gatal
s
Mata kabur
s
Impotensi pada laki-laki
s
Pruritus vulva pada perempuan
a.
Tanda dan Gejala Ulkus Diabetikum
s
Penurunan terhadap sensasi nyeri
s
Perubahan pada retina
s
Adanya luka yang telah terinfeksi
s
Denyut nadi berkurang atau bahkan tidak ada pada
daerah yang terdapat ulkus
5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa
Hartono A, dkk, 2001 : 1220 diabetes mellitus terbagi kedalam beberapa klasifikasi
atau tipe-tipe tertentu diantaranya :
a.
Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM
(Insulin Independent Diabetes Melitus)
b.
Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin
atau NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus)
c.
Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan
sindrom tertentu, seperti:
1)
Penyakit pancreas
2)
Kelainan hormonal
3)
Obat/ bahan kimia
4)
Kelainan reseptor dan kelainan genital
d.
Diabetes mellitus gestasional atau GDM (Gestasional Diabetes Melitus)
e.
Diabetes karena kerusakan toleransi glukosa
Tipe-tipe diabetes mellitus yang paling sering terjadi
adalah diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan diabetes mellitus tipe II (NIDDM).
Sesuai dengan kasus yang terjadi pada Tn. S maka untuk lebih jelasnya akan
dijelaskan tentang mekanisme penyakit diabetes mellitus tipe II sebagai
berikut.
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin – NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada
penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien (± 75%), penyakit diabetes
mellitus tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya pada
saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah
bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati
perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan
menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas.
Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas
insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan
dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang
memuaskan maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin
untuk sementara waktu selama periode stress fisiologis yang akut, seperti
selama sakit atau pembedahan.
6. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II
a.
Komplikasi akut
1)
Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah)
terjadi apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini
dapat terjadi sebeum makan, khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien
lupa makan camilan.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori : gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.
a)
Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf
simpatis akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala
seperti perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b)
Hipoglikemia Sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi,
sakit kepala, vertigo, confuse, penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir
serta lidah, bicara rero, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,
perilaku yang tidak rasional, pengllihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan
c)
Hipoglikemia Berat
Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang
sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan, atau bahkan kehilangan
kesadaran.
2)
Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada
diabetes ketoasidosis :
(1)
Dehidrasi
(2)
Kehilangan elektrolit
(3)
Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa
yang memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati
menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia.
Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan
glukosa bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik
yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
3)
Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,
cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas.
b.
Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat
menyerang semua sistem organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang
lajim digunakan adalah penyakit
makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.
1)
Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan
pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut
cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar
pada pasien-pasien diabetes. Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi
tergantung pada lokasi lesi ateerosklerotik.
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri
koroner, maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan
aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan
stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt
Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh
darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri
perifer atau penyakit vaskuler perifer.
2)
Komplikasi Mikrovaskeler
a)
Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh
darah kecil pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh
darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil,
arteriol, venula dan kapiler.
b)
Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme
filtrasi ginjal ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein
darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus
untuk terjadinya nefropati
c)
Neuropati Diabetikum
Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :
(1)
Polineuropati Sensorik
Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer.
Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf
extremitas bagian bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh dengan
distribusi yang simetris dan secara progresif dapat meluas ke arah proksimal.
Gejala permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan
peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari). Dengan
bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal.
Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan
penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko
untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
(2)
Neuropati Otonom (Mononeuropati)
Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai
fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ tubuh. Ada lima
akibat utama dari neuropati otonom (Smeltzer, B, alih bahasa Kuncara, H.Y,
dkk., 2001 : 1256-1275) antara lain :
(a)
Kardiovaskuler
Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler
adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi menetap, hipotensi
ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri atau “silent infark”.
(b)
Pencernaan
Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan
gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan muntah.
Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare nokturia) juga menyrtai
neuropati otonom gastrointestinal.
(c)
Perkemihan
Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan
kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder memiliki predisposisi
untuk mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu
resistensi terhadap infeksi.
(d)
Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”)
Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan
tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia. Ketidakmampua klien untu
mendeteksi tanda-tanda peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada
resiko untuk mengalami hipogllikemi yang berbahaya.
(e)
Disfungsi Seksual
Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki
merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Efek neuropati
otonom pada fungsi seksual wanita tidak pernah tercatat dengan jelas.
7. Dampak Diabetes Melitus tipe II Terhadap
Sistem Tubuh Lain
a.
Sistem Pernapasan
Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis
dijaringan lemak serta ketogenesis dihati. Glikolisis terjadi karena defisiensi
insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak akibat bertambahnya
pasokan asam lemak dihati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil asil
transferase I terangsang untuk merubah asam lemak bebas menjadi benda-benda
keton. Proses ini menghasilkan asam beta hidroksi butirat dan asam asetoasetat
yang mengakibatkan asidosis metabolik.
Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam
menyebabkan asidosis metabolik dari peningkatan langsung asam-asam keton
mempunyai ambang eksresi ginjal yang rendah yaitu 100 – 200 gram. Asam-asam
keton dapat disekresikan berikatan dengan natrium yang berasal dari CES,
sebagai akibatnya konsentrasi Na+ dalam CES biasanya berkurang
dengan Na+ diganti oleh peningkatan jumlah ion H+,
sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola pernapasan yang
cepat dan dalam (kussmaull).
b.
Sistem kardiovaskuler
Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak
diantaranya pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses
terjadinya ateroskerosis da mempercepat timbulnya infark pada jantung dan
akhirnya pembuluh darah besar menjadi kolaps (komplikasi makrovaskuler)
sehingga menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Acute Miokard Infark) dan angina
pectoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh penderita diabetes mellitus
dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita tidak
merasakan gejala gangguan jantung secara dini.
Bila aterosklerosis timbul pada daerah perifer maka
akan timbul kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren
diabetic dan pada perabaan arteri dengan denyut yang berkurang sampai
menghilang.
Komplikasi mikrovaskulerpun dapat terjadi, akibat
defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa
lebih banyak terakumulasi diekstrasel bersama glukosa yang telah diubah dalam
bentuk lain dengan bantuan enzim adolase reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal
ini menyebabkan meningkatnya kekentalan membran sel diantara jaringan dan pada
dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke
perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Hal
ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme yang lama
yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar
oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan, maka jaringan akan menjadi
hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati, nefropati dan retinopati.
c.
Sistem Pencernaan
Defisiensi insulin menyebabkan kegagalan dalam
pemasukan glukosa ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan
menimbulkan dampak :
1)
Peningkatan penggunaan protein dan glikogen oleh
jaringan sehingga menyebabkan penurunan massa
sel yang berdampak pada penurunan berat badan.
2)
Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Proses ini mengahsilkan benda-benda keton yang
diakibatkan karena hati tidak mampu menetralisir lemak. Penumpukan asam lemak
akan mengiritasi membrane mukosa lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan
muntah. Selain itu juga iritasi membrane mukosa lambung dapat merangsang
zat-zat proteolitik untuk mengeksresi serotonin, bradikinin dan histamine sehingga
timbul nyeri lambung.
3)
Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel
kekurangan glukosa untuk proses metabolisme (starvasi sel). Penurunan
penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang pusat makan bagian
lateral dari hypothalamus sehingga timbul peningktan rasa lapar (polifagia).
4)
Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan
sorbitol yang dapat merusak fungsi saraf. Bila kerusakan ini mengenai saraf
otonom, maka akan menimbulkan diare atau konstipasi dan gangguan persepsi terhadap
lapar.
d.
Sistem Perkemihan
Kekurangan pemasukan glukosa kedalam sel menyebabkan
peningkatan volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatanosmolaritas sel yang
akan merangsang pusat haus di hypothalamus bagian lateral. Pada fase ini klien
dapat merasakan polidiopsia dan penurunan produksi urin. Peningkatan sekresi
ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan intraseluler menurun
dan merangsang reseptor di hypothalamus untuk menekan sekresi ADH sehingga
terjadi osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang
batas ginjal.
Diuresis osmotic akan mempercepat pengisian vesika
urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk berkemih (poliuria) dan kondisi
ini bertambah pada malam hari karena terjadi vasokonstriksi akibat penurunan
suhu sehingga merangsang keinginan untuk berkemih pada malam hari (nokturia). Selain itu juga gangguan
system perkemihan dapat pula terjadi akibat adanya kerusakan ginjal (nefropati), karena adanya penurunan
perfusi ke daerah ginjal.
e.
Sistem Reproduksi
Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya
impotensi dan untuk wanita terjadi penurunan libido. Hal ini disebabkan oleh
adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan
metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan yang
disebabkan oleh infeksi kandida dengan mekanisme seperti pada system integumen.
f.
Sistem Muskuloskeletal
Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel
dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan
glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke jaringan
otot yang akan mengakibatkan jaringan otot kurang mendapatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme, sehingga
energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak pada timbulnya kelemahan dan
bila dibiarkan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot. Defisiensi insulin
juga menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan
katabolisme protein.
g.
Sistem Integumen
Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas
jaringan kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati
diabetes. Neuropati perifer akan menyebabkan penurunan sensasi perifer sehingga
pengontrolan terhadap trauma mekanis, termis dan kimia menurun yang akan
memudahkan terjadinya luka sehingga mengancam keutuhan jaringan kulit.
Teori lain yang mendasari kerusakan jaringan kulit
adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein
dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan :
1)
Pertahankan jaringan setempat menurun cepat pada kulit
dan jika ada luka mudah infeksi dan pada tahap yang lebih lanjut dapat
menyebabkan terjadinya syok septicemia.
2)
Bila keadaan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat
menimbulkan edema yang hilang timbul pada tungkai karena kebocoran albumin
sehingga jaringan mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selulitis dan
akhirnya terjadi ulkus atau gangrene diabetikum.
h.
Sistem Persarafan
Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke
dalam sel-sel saraf sehingga mengganggu proses-proses metabolisme sel saraf
sehingga akan menimbulkan perubahan biokimiawi jaringan saraf yang
mengakibatkan gangguan dalam proses metabolic sel-sel schwann hambata dan
kehilangan impuls pada akson. Akibatnya akson tidak dapat menghantarkan impuls
dengan sempurna.
Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf
yang mengakibatkan gangguan dalam polarisasi membrane akibat dari penurunan
pembentukan ATP. Perubahan-perubahan diatas menyebabkan gangguan terhadap
fungsi dan konduksi saraf (neuropati) sebagai akibat dari penumpukan sorbitol,
fruktosa dan penurunan mioinositol. Bila menyerang saraf otonom dapat
menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati. Selain itu juga dapat
mengakibatkan polineuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya
sensasi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah dan adanya rasa kesemutan, nyeri,
berkurangnya terhadap sensasi getar, propioseptik, baal-baal dan pada tahap
lanjut dapat menimbulkan gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya refleks-refleks
tendon dalam.
i.
Sistem Penginderaan
Hiperglikemia yang diakibatkan oleh defisiensi insulin
menyebabkan gangguan jalur poliol (glukosa – sorbitol – fruktosa) yang
menyebabkan terjadinya penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan mata.
Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habil melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantara enzim adolase reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol ini akan tertumpuk didalam lensa mata sehingga menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi pada lensa mata yang pada tahap lanjut
menimbulkan katarak.
Hiperglikemia menyebabkan terjadinya pelebaran sakular
dari arteriola retina yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan retinopati dan
kebutaan.
8. Prosedur Diagnostik
s
Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih
besar dari 200 mg/ dL). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
s
Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal
s
Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang
normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin.
Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang
normal adalah 5 – 6%
s
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Pada respons terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi
glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan
oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi
glukosa dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis
s
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat
meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya ateroskelosis.
Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa diatas 140
mg/ dL selama dua atau lebih kejadian dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM
(poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, ketonuria dan
kelelahan). Juga, diagnosis dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam
dan periode lain (30 menit, 60 menit atau 90 menit) melebihi 200 mg/ dL.
9. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan diabetes mellitus :
1)
Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes
diarahkan untuk mencapai tujuan berikut :
(a)
Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya
vitamin dan mineral)
(b)
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
(c)
Memenuhi kebutuhan energi
(d)
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis
(e)
Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Perencanaan makan pada penderita diabetes mellitus terdiri dari :
1)
Perencanaan makan unsur karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi
karbohidrat kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti : roti gandung
utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum.
Disamping itu, penggunaan sukrosa dengan jumlah yang sedang kini lebih banyak
diterima sepanjang pasien masih dapat mempertahankan kadar glukosa serta lemak
(mencakup kolesterol dan trigliserida) yang adekuat dan mampu mengendalikan
berat badannya.
2)
Perencanaan makan unsur protein
Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa
makanan sumber protein nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol serta
lemak jenuh.
3)
Perencanaan makan unsur lemak
Perencanaan makan yang mempunyai kandungan lemak dalam
diet diabetes mencakup penurunan persentase total kalorinya yang berasal dari
sumber lemak hingga kurang 30 % total kalori dan pembatasan jumlah lemak jenuh
hingga 10 % total kalori. Selain itu juga pembatasan asupan kolesterol hingga
kurang dari 300 mg/ hari sangat dianjurkan.
4)
Perencanaan makan unsur serat
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total
kolesterol dan LDL (Low Density
Lipoprotein) kolesterol dalam darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet
dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar
dapat dikurangi
2)
Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan
dengan cara melawan tahanan (resistance
training) dapat meningkatkan lean
body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini
sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi
rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar
kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi
penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit
kardiovaskuler pada diabetes.
Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar
glukosadarah lebih dari 250 mg/ dl (14 mmol/ L) dan menunjukkan adanya keton
dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menjadi
negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar
glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin.
Peningkatan hormone ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga
terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
Pedoman umum latihan pada diabetes :
ÿ
Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu
alat pelindung kaki lainnya
ÿ
Hindari latihan dalam udara yang sangat panas
atau dingin
ÿ
Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan
latihan
ÿ
Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik
buruk
3)
Pemantauan Kadar Glukosa Darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri (SMBG; Self-monitoring of blood
glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi
dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemiadan berperan dalam menentukan
kadar glukosa darah normal yang kemungkinan aka mengurangi komplikasi diabetes
jangka panjang.
4)
Terapi
Ä
Obat hipoglikemik oral (OHO) seperti
sulfonylurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing agen
Ä
Pada diabetes tipe II, insulin mungkin
diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa
darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.
Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan
kadar glukosa darah dengan diet atau dengan obat oral kadang membutuhkan
insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan
atau beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua
kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin
yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang
akurat sangat penting.
5)
Pendidikan Kesehatan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang
memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan
hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari
penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus
memiliki perilaku preventif dalam gaya
hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari
penyakit diabetes mellitus.
b.
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum
1)
Debridemen
Debridemen merupakan eksisi pada kulit yang terdapat
luka dengan jaringan yang telah rusak. Hal tersebut dikerjakan dengan tujuan
untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan mempercepat pembentukan jaringan
baru pada luka. Pembedahan debridemen diindikasikan untuk klien dengan ulkus
yang sangat luas dan dalam yang disertai dengan adanya jaringan mati pada luka,
serta pada klien yang mempunyai risiko terjadinya syock septicemia. Pembedahan
debridemen dilakukan tergantung dari luas dan kedalaman ulkus serta dengan
mempertimbangkan kemungkinan banyaknya kehilangan darah saat pembedahan. Dokter
bedah dapat melakukan debridemen diruang tindakan ataupun diruang operasi.
Pembedahan debridemen terdiri dari :
a) Mechanical Debridement
Mechanical debridement
dapat dilakukan secara berulang untuk mengangkat dan membersihkan jaringan
luka yang telah mati. Pada mechanical debridement
proses perawatan luka merupakan hal yang efektif dan dapat dilakukan dengan
penggantian balutan dari balutan lembab ke balutan kering atau juga dari
balutan kering ke balutan lembab pula.
b) Enzymatic Debridement
Enzymatic debridement
meliputi penyediaan enzim proteolitik dan fibrinolitik sintesis. Produk ini
khusus digunakan untuk jaringan nekrotik saluran pencernaan dan memfasilitasi
pembersihan jaringan luka yang telah mati. Enzim proteolitik dan fibrinolitik
menyediakan lingkungan yang lembab untuk keefektifan proses penyembuhan luka
dan pembentukan jaringan baru serta digunakan secara langsung pada luka. Nyeri
dan perdarahan merupakan masalah utama dari penatalaksaan ini dan harus
dilakukan secara terus-menerus. Enzymatic
debridement merupakan kontraindikasi untuk luka yang sangat luas dan dalam
pada tubuh terutama luka yang membentuk suatu lubang atau rongga, pembedahan
jaringan saraf dan ulkus akibat neoplasma.
c) Surgical Debridement
Surgical debridement
meliputi eksisi jaringan mati. Terdapat dua teknik yang biasa digunakan
untuk surgical debridement pada saat
sekarang yaitu eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial dilakukan
dengan mengangkat banyak lapisan yang tipis sampai jaringan pada luka tumbuh
kembali. Eksisi fasial dilakukan dengan pembersihan inti jaringan lemak sampai
ke fasia. Teknik ini sering digunakan untuk luka yang sangat dalam.
2)
Grafting
Grafting merupakan pencakokan atau penanaman jaringan
kulit kepada jaringan kulit lain dengan tujuan untuk menumbuhkan jaringan kulit
yang baru sehingga luka dapat menutup secara signifikan. Indikasi untuk
dilakukannya autografting adalah
sebagai berikut :
a)
Ulkus yang sangat luas dan dalam serta tidak dapat
ditutp dengan grafting karena keluasan dari luka atau hal lain yang menghambat
terhadap proses grafting pada luka ulkus.
b)
Penyembuhan alami yang menyebabkan kehilangan fungsi
dari system musculoskeletal seperti adanya deformitas pada persendian, tulang
ataupun yang lainnya.
Keberhasilan proses pencangkokan atau penanaman kulit
dipengaruhi oleh keadaan daerah sekitar luka yang mendukung terjadinya proses
granulasi jaringan. Pencangkokan atau penanaman jaringan kulit dapat diperoleh
dari donor, kemudian dipindahkan pada luka ulkus yang selanjutnya dijahit pada
daerah luka ulkus tersebut. Pengcangkokan keseluruhan jaringan kulit dan
penutupan myocutaneus digunakan untuk
penutupan luka yang dalam, luka yang luas atau pada organ yang vital.
3)
Terapi Pengobatan
Agen antibakterial topikal sering diindikasikan untuk
mengontrol pertumbuhan bakteri pada luka dengan nekrosis yang sangat luka atau
pada keadaan daya immunitas jaringan luka yang terganggu. Untuk menghindari
infeksi pada jaringan luka, penggunaan antibiotic profilaksis biasanya
dihindari karena bahaya dari perkembangan strain
bacterial yang resisten.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Menurut Wolf dan Weitzel bahwa proses keperawatan
adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan
melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai
dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut
dilaksanakan berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis (Nursalam,
2001:2)
Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan
berkaitan satu sama lainnya dari pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
- Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001:17)
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan
status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya
(Nursalam, 2001:17)
1)
Identitas
a)
Identitas Klien
Fokus berisi mengenai jenis kelamin, usia, suku/ bangsa,
b)
Identitas Penanggungjawab
2)
Riwayat Kesehatan
a)
Keluhan Utama
Klien diabetes mellitus datang dengan keluhan luka
yang tidak kunjung sembuh, mual, muntah, penurunan kesadaran, disamping keluhan
lain yang menyertai seperti mudah lelah, sering kencing, sering lapar, sering
haus, adanya kesemutan atau baal-baal pada daerah ekstrimitas atau juga karena
telah terjadi komplikasi diabetic baik akut maupun kronik.
b)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum
cenderung mengeluh nyeri pada daerah lukanya dengan kualitas nyeri yang tajam
dan kuantitas nyeri yang hilang timbul. Nyeri yang dirasakan klien diabetes
mellitus dengan ulkus diabetikum bertambah bila klien bergerak untuk merubah
posisinya dan berkurang jika beristirahat. Nyeri yang dirasakan klien diabetes
mellitus dengan ulkus diabetikum cenderung berada pada nyeri sedang sampai
dengan berat dan berada pada skala nyeri 5 – 10 (skala 1 – 10 menurut
Smeltzer). Selain itu juga nyeri yang dirasakan cenderung tidak menyebar ke
daerah lain (terlokalisasi pada daerah luka) dan dirasakan bertambah pada waktu
malam hari. Selain itu juga dapat ditemukan adanya kelemahan dan cepat lelah,
mual, muntah, sakit kepala (pusing) dan penurunan visus (ketajaman
penglihatan).
c)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat obesitas, riwayat pankreatitis
kronis, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg untuk wanita, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid, kontrasepsi oral).
Kaji pula terhadap
d)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
disebabkan oleh adanya riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
Selain itu juga cenderung disebabkan oleh factor lingkungan rumah yang kurang
sehat serta riwayat gizi keluarga yang buruk sehingga berdampak pada kesehatan
anggota keluarga.
3)
Pemeriksaan Fisik
a)
Sistem Endikrin
Klein dengan diabetes mellitus II biasanya ditemukan
adanya peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari terganggunya fungsi
pankreas sebagai penghasil hormone yang mengatur kadar gula darah dalam plasma.
b)
Sistem Pernapasan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
ditemukan adanya pola napas klien yang cepat dan dalam (kussmaul) sebagai upaya tubuh untuk mengurangi asidosis gun
amelawan efek dari pembentukan badan-badan keton dalam tubuh dan napas bau
aseton (bila sudah terjadi ketoasidosis diabetikum) sebagai akibat dari
meningkatnya kadar badan keton dan kadar ion H+ dalam tubuh dan
penurunan pelepasan oksigen pada membrane alveolar yang ditandai dengan adanya
sianosis central ataupun perifer.
Tahap lanjut dapat ditemukan adanya pernapasan cupung
hidung dan pengguanaan otot-otot Bantu pernapasan disertai dengan adanya
retraksi interkostalis dan retraksi epigastrium sebagai akibat dari beratnya
asidosis yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.
c)
Sistem Kardiovaskuler
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
mengalami penyakit jantung koroner atau akut miokard infark (AMI), angina pectoris yang
dimanifestasikan dengan perubahan pola gambaran EKG (Elektrokardiografi), perubahan irama, bunyi dan frekuensi denyut
jantung. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan kekuatan denyut nadi
perifer, perubahan tekanan darah, kelainan dalam faktor pembekuan darah yang
disebabkan oleh mudahnya trombosit mengalami perlengketan (adhesi) dan umur trombosit yang pendek yang dimanifestasikan oleh
penurunan trombosit darah, penurunan fleksibilitas sel darah merah yang
dimanifestasikan oleh penurunan kadar hemoglobin darah sebagai akibat dari
kerusakan system endothelial tubuh dan gangguan vaskularisasi perifer yang
dimanifestasikan dengan peningkatan waktu pengisian kapiler (Capilary Refil Time) > 3 detik yang
pada tahap lanjut dapat menimbulkan peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure) sebagai dampak dari peningkatan
osmolaritas plasma akibat hiperglikemia.
d)
Sistem Pencernaan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
ditemukan adanya mual, muntah sebagai akibat dari menumpuknya asam lemak dan
benda keton dalam tubuh dan menurunnya supplai oksigen ke saluran cerna
sehingga merangsang refleks vasovagal dengan meningkatkan sekresi asam lambung
(HCL). Selain itu juga ditemukan adanya konstipasi dan penurunan frekuensi
bising usus yang disebabkan oleh penurunan motilitas usus yang
dimanifestyasikan dengan adanya distensi abdomen.
e)
Sistem Panca Indera (Pengihatan)
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
mengalami penurunan fungsi ketajaman penglihatan (penurunan visus), penglihatan
ganda (diplopia), perubahan diameter
pupil dimana pupil cenderung mengalami dilatasi, peningkatan tekanan
intraokuler, kekeruhan lensa (katarak) dan pada tahap lanjut menyebabkan lapang
pandang berkurang.
f)
Sistem Perkemihan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
ditemukan adanya perubahan yang berkaitan dengan status cairan dan elektrolit
berupa mukosa mulut kering, turgor kulit > 2 detik, kadar elektrolit
cenderung menurun dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan perubahan fungsi
ginjal (Nefropati) sebagai dampak
dari hiperglikemia yang dimanifestasikan dengan meningkatnya ureum, kreatinin
plama dan urine.
g)
Sistem Muskuloskeletal
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
ditemukan adanya kelemahan, kram otot, penurunan tonisitas, kekuatan dan massa otot. Selain itu
juga ditemukan adanya penurunan ROM (Range of Motion)
dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan deformitas sendi dan tulang yang
disebabkan oleh adanya ulkus atau gangrene diabetikum yang terjadi pada susunan
sistem muskuloskeletal.
h)
Sistem Integumen
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai
dengan adanya ulkus diabetikum cenderung ditemukan adanya erosi pada kulit,
warna kulit pada daerah luka cenderung kehitaman, perubahan system
thermoregulasi tubuh yang dimanifestasikan dengan perubahan suhu tubuh secara
signifikan, akral cenderung teraba dingin.
Dampak yang dapat ditemukan oleh penyakit diabetes
mellitus itu sendiri diantaranya warna kulit cenderung mengkilat, pruritis
vulvular dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan adanya ulkus atau gangrene diabetikum.
i)
Sistem Persarafan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
ditemukan adanya keluhan pusing, vertigo, baal-baal atau kesemutan pada
ekstrimitas atau bahkan mengalami penurunan tingkat kesadaran yang disebabkan
oleh koma hiperglikemik. Selain itu juga pada tahap yang lebih lanjut dapat
menyebabkan terjadinya penyakit serebrovaskular berupa penyakit stroke dengan
jenis TIA (Transient Ischemic Attact),
perubahan fungsi saraf cranial, perubahan fungsi sensori-motor dan perubahan
refleks neurologis.
4)
Pola Aktivitas Sehari-hari
a)
Nutrisi
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
ditemukan adanya kebiasaan sering makan dan minum yang tinggi gula, meliputi
jumlah, jenis dan frekuensi, riwayat cepat lapar (polifagia) dan frekuensi
makan yang sering. Selain itu juga didapatkan adanya riwayat sering
makan-makanan yang berkolesteror tinggi.
b)
Eliminasi
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
mempunyai kebiasaan sering kencing (poliuria) dan sering minum (polidipsia).
c)
Istirahat tidur
Klien dengn diabetes mellitus tipe II yang disertai
dengan adanya ulkus diabetikum sering kali menimbulkan gangguan dan perubahan
pola istirahat tidur, hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri pada luka,
seringnya buang air kecil dan adanya stressor internal tentang proses
kesembuhan luka dan penyakitnya.
d)
Personal Hygiene
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai
dengan adanya ulkus diabetikum sering kali pemenuhan kebutuhan personal
hygienenya dibantu oleh orang lain karena adanya keterbatasan aktivitas yang
ditimbulkan oleh adanya nyeri pada luka ulkus ataupun kelemahan yang disebabkan
oleh penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
e)
Aktivitas
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
mempunyai kebiasaan kurang aktivitas atau olehraga pada saat sebelum sakit.
5)
Data Psikologis
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung
mengalami stress akibat dari prosedur pembedahan, penyembuhan luka dan penyakit
yang lama. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan konsep diri (gambaran
diri, peran, identitas diri, ideal diri dan harga diri) dan perubahan status
mental klien.
6)
Data Sosial
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai
dengan adanya gangren diabetikum atau yang telah menjalani amputasi cenderung
tidak mau bersosialisasi dengan orang lain yang disebabkan olwh rasa malu
terhadap keadaannya.
7)
Data Spiritual
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai
dengan adanya gangren diabetikum atau yang telah menjalani amputasi cenderung
menolak terhadap keadaannya dan hal ini akan berdampak pada kondisi
spiritualnya dimana klien cenderung akan menyalahkan Tuhan atas penyakit yang
dideritanya.
8)
Data Penunjang
a)
Data Laboratorium
Klien dengan diabetes mellitus pada pemeriksaan
laboratorium cenderung terjadi peningkatan kadar gula darah, tes urine reduksi
positif, proteinuria, ketonuria, penurunan protein total, penurunan albumin
serum, penurunan atau peningkatan elektrolit, peningkatan lipid dan kolesterol,
penurunan hemoglobin, hematokrit dan trombosit serta peningkatan leukosit
akibat proses infeksi pada luka.
b)
Terapi
Prosedur terapi yang biasa dijalani oleh klien dengan
diabetes mellitus biasanya mendapatkan terapi agen anti diabetic seperti :
insulin, sulfonylurea (dymelor, diabinase, glucotrol, micronase, diabeta,
tolinase dan orinase), biguanid (metformin) selain itu juga terapi tambahan
untuk penderita diabetes mellitus yang disertai dengan adanya ulkus atau
gangrene diabetikum biasanya diberikan obat antibiotic seperti metronidazol,
cravat dan jenis antibiotic lainnya.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien
(Nursalam,2001:24)
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai
masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan
klien (Erb, Olivieri, Kozier,1991:169)
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan
Diabetes Melitus menurut Doenges dan Carpenito adalah :
(1)
Gangguan pemenuhna
kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, defisiensi insulin dan status hipermetabolisme.
(2)
Defisit cairan
berhubungan dengan diuresis osmotic, dan kurang asupan cairan.
(3)
Gangguan rasa nyaman
: nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
(4)
Gangguan integritas
jaringan kulit berhubungan dengan gangguan sensasi, dan kurangnya pengetahuan
tentang perawatan kulit.
(5)
Kelemahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi, gangguan kimia tubuh, defisiensi
insulin, peningkatan kebutuhan tubuh, dan status hiperglikemia atau
hipermetabolisme.
(6)
Resiko infeksi
berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi leukosit,
infeksi saluran pernapasan atau infeksi saluran kemih.
(7)
Resiko terhadap
cedera/injuri berhubungan dengan penurunan sensasi taktil, penurunan ketajaman
penglihatan, dan episode hipoglikemia.
(8)
Disfungsi seksual
berhubugnan dengan perubahan fungsi tubuh.
(9)
Resiko terhadap
ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, dan system
pendukung yang adekuat.
- Perencanaan
Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian
tahapan dimana perawat dank lien menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang
ingin dicapai dan merencanakan serangkaian rencana keperawatan guna
menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah kesehatan klie serta
mempersiapkan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier,
1991:169)
Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan
Diabetes Melitus menurut Doenges adalah :
a.
Gangguan pemenuhna
kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
1)
Intake yang tidak
adekuat
2)
Defisiensi insulin
3)
Status
hipermetabolisme.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria
evaluasil :
1) Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat
2) Berat badan mengarah kenormal sesuai
dengan tinggi badan
3) nilai laboratorium kadar gula darah dalam
batas normal dan stabil
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Timbang berat
badan setiap hari atau setiap indikasi.
2.
Identifikasi
makanan yang disukai atau dikehendaki.
3.
Observasi
tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab dan dingin, denyut
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing, dan sempoyongan.
4.
Auskultasi bising
usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, dan muntah.
5.
Berilah makanan
cair yang mengandungzat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien
sudah mendapatkan toleransinya melalui pemberian cairan oral dan selajutnya
upayakan pemberian makanan padat sesuai dengan yang dapat ditoleransi oleh
klien.
6.
Libatkan keluarga
pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
7.
Pantau pemeriksaan
lasoratorium seperti ; glukosa darah, Ph, HCO3-.
8.
Berikan pengobatan
insulin secar teratur.
9.
Lakukan konsultasi
dengan ahli gizi.
|
1.
Mengkaji pemasukan
yang adekuat.
2.
Jika makanan yang
disukai kilen dapat dimasukan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
3.
Metabolisme
karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang) dan sementara insulin
tetap diberikan maka hipoglikemi dapat terjadi.
4.
Hiperglikemia dan
gangguan keseimbangan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas usus.
5.
Pemberian makanan
per oral lebih baikjika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
6.
Meningkatkan rasa
keterlibatan dan memberikan informasi kep[ada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7.
Gula darah akan
menurun perlahan dengan pergantian cairan dan terpai insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumnber kalori,
kadar aseton dapat menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
8.
Insulin regular memiliki awitan cepat karenanya dengan
cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
9.
Bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
|
b.
Defisit cairan
berhubungan dengan :
1)
Diuresis osmotik
2)
Kehilangan cairan
3)
Kurang asupan /
intake cairan.
Tujuan : Hidrasi adekuat
Kriteria
evaluasi :
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Nadi perifer dapat diraba
3) Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
4) Intake dan output seimbang
5) Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan
darah orthostatik
2.
Kaji nadi perifer pengisian kapiler, turgor kulit, dan membaran
mukosa
3.
Pantau intake dan output, catat berat jenis urine
4.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. Jika pemasukan cairan
sudah dapat diberikan
5.
Tingkatkan lingkungan yang dapat memberikan rasa nyaman
dengan menyelimuti klien dengan selimut tipis
6.
Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai dengan indikasi
7.
Kolaborasi pemasangan kateter urine dan pertahankan
kateter tetap terpasang
8.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium seperti Ht, BUN, kreatinin,
osmolalitas darah, natrium, dan kalium
|
1.
Hipovolemi dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
tachikardi
2.
Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat
3.
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberiakan
4.
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi
5.
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien
lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan
6.
Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon klien secara individual
7.
Memberikan pengukuran yang tepat atau akurat terhadap
urine output terutama jika kandung kemih (retensio urine atau inkontinensia)
8.
Mengkaji tingkat hidrasi dan sering meningkat akibat
hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmotik
|
c.
Gangguan rasa nyaman
: nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan tidak terjadi rasa nyeri
Kriteria
evaluasi :
1) Klien tidak mengeluh nyeri
2) Klien menunjukan ekspresi wajah yang tenang
atau rileks
3) Klien menunjukan keterampilan relaksasi
dan aktivitas sesuai indikasi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakter, da
intensitas nyeri
2.
Tinggikan dan sokong area luka dengan mengguankan
bantalan
3.
Berikan tindakan kenyamanan dasar, contoh pijatan
punggung, dan perubahan posisi
4.
Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh
relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi
5.
Libatkan klien dan keluarga dalam penentuan jadwal
aktivitas, dan pemberian obat
6.
Berikan aktivitas teutapeutik yang tepat sesuai dengan
usia dan kondisi
7.
Berikan analgetik sesuai dengan indikasi
|
1.
Perubahan lokasi, kateter, dan intensitas nyeri dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi
2.
Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan
menurunkan rangsangan nyeri
3.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan letegangan otot, dan
kelelahan umum
4.
Memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa
kontrol yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis
5.
Meningkatkan rasa control klien dan kekuatan mekanisme
koping
6.
Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang dialami dan
memfokuskan kembali perhatian
7.
Analgetik bekerja untuk memblok rangsangan nyeri
|
d.
Gangguan integritas
jaringan kulit berhubungan dengan
1)
Gangguan sensasi
2)
Kurangnya
pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria
evaluasi :
1) Keadaan kulit tetap
utuh pada daerah yang mengalami gangguan seperti yang ditunjukan oleh hal-hal
berikut:
a) Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih
dan memperhatikan tanda-
tanda penyembuhan
b) Klien atau orang terdekat memperlihatkan
perawtan kulit yang tepat
2) Dapat mempertahankan
kesehatan jaringan kulit seperti yang ditunjukan oleh hal-hal berikut :
a) Tidak mengalami kerusakan kulit
b) Tidak terdapat daerah kemerahan
c) Mempertahankan sirkulasi yang adekuat
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Jaga kulit tetap bersih dan kering
2.
Lakukan perawatan luka dengan larutan dan debridement sesuai dengan order
3.
Berikan obat-obatan luka
4.
Awasi dengan cepat terhadap tanda-tanda dan gejala
infeksi
5.
Berikan tindakn untuk memaksimalkan sirkulais darah
6.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium seperti albumin.
|
1.Kulit kotor dan basah merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya kuman
2.Memberikan luka mempercepat
pertumbuhan jaringan
3.Membunuh mikroorganisme dan
mempercepat pertumbuhan jaringan
4.Deteksi dini sebagai preventif dan
menentukan tindkan selanjutnya
5.Sirkulasi adekuat penting untuk
aktivitas sel
6.
Sebagai indicator pertukaran nutrisi
|
e.
Kelemahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi, gangguan kimia tubuh, defisiensi
insulin, peningkatan kebutuhan tubuh, dan status hiperglikemia atau
hipermetabolisme.
Tujuan : Kelemahan berkurang
Kriteria
evaluasi :
1)
Mengungkapkan peningkatan energi
2) Menunjukan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Diskusikan dengna klien kebutuhan akan aktivitas, buat
jadwal perencanaan dengna klien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan
kelelahan
2.
Berikan aktivitas alternative dengna periode istirahat
yang cukup/tanpa diganggu
3.
Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
4.
Tingkatkan partisipasi klien dalam melakuakan aktivitas
sehari-hari sesuai denagan yang dapat ditoleransi
|
1.
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun klien mungkin sangat lemah
2.
Mencegah kelelahan yang berlebihan
3.
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis
4.
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien
|
f.
Resiko infeksi
berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi leukosit,
infeksi saluran pernapasan atau infeksi saluran kemih.
Tujuan
: Infeksi tidak terjadi
Kriteria
evaluasi :
1)
Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
2)Mempraktekan
teknik-teknik perubahan gaya
hidup untuk mencegah terjadinya infeksi
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti
demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, dan urine berwarna
keruh
2.
Pertahankan treknik aseptic pada prosedur infasif
(pemasangan infuse, poli kateter dan pemberian obat iv)
3.
Pasang kateter atau lakukan perawatan perineal dengan
baik. Ajarkan klien wanita untuk membersihkan daerah perinealnya dari depan
ke belakang setelah eliminasi
4.
Berikan perawatan dengna teratur dan sungguh-sungguh,
massage daerah yang tertekan, jaga kulit tetap kering dan kencang
5.
Posisikan klien pada posisi semi fowler
6.
Lakukan perubahan posisi dan anjurkan klien untuk batuk
efektif / nafas dalam
7.
Berikan obat antibiotik yang sesuai
|
1.
Klien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan asidosis atau mengalami infeksi nasokomial
2.
Keadaan glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi
tempat yang baik bagi pertumbuhan kuman
3.
Mengurangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih
4.
Sirkulasi perifer bias terganggu dan meningkatkan resiko
terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi
5.
Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi
6.
Membantu dan memfasilitasi semua daerah paru dan
memobilisasi secret
7.
Penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinya sepsis
serta agen anti biotic dapat membunuh mikroorganisme patogen
|
g.
Resiko terhadap
cedera/injuri berhubungan dengan penurunan sensasi taktil, penurunan ketajaman
penglihatan, dan episode hipoglikemia.
Tujuan
: Injuri tidak terjadi
Kriteria
evaluasi :
1) Mencapai atau mempertahankan status mental
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya
kerusakan sensorik
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Anjurkan klien untuk saling memantau kadar glukosa darah
2.
Pantau tanda-tanda vital dari status mental
3.
Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu
waktu istirahat klien
4.
Pelihara aktivitas rutin klien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
aktivitasnya sehari-hari sesuai dengan kemampuannya
5.
Kaji adanya keluhan parastesia, nyeri atau kehilangan
sensori pada paha atau kaki, adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat
tertekan dan kehilangan denyut nadi perifer
6.
Berikan tempat tidur yang hangat, pelihara kehangatan
kaki atau tangan, hindari terpajan air panas atau dingin
7.
Bantu klien dalam ambulasi atau perubahan posisi
|
1.
Pemantauan gula darah dengan cermat dapat mendeteksi gula
darah rendah sebelum menyebabkan cedera serius
2.
Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti
suhu yang meningkat dapat mempengaruhi status mental
3.
Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan
memperbaiki daya pikir
4.
Membantu memelihara tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya
5.
Neuropati perifer dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
yang berat, kehilangan sensasi sentuhan yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan
6.
Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan
kerusakan kulit karena panas
7.
Meningkatkan keamanan klien terutama rasa keseimbangan
dipengaruhi
|
h.
Disfungsi seksual
berhubugnan dengan perubahan fungsi tubuh.
Tujuan
: Klien dapat beradaptasi terhadap
perubahan seksualnya
Kriteria
evaluasi :
1) Menyebutkan penyebab penurunan fungsi
seksual
2) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
seksualnya
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Ajak klien dan pasangannya utnuk mendiskusikan tentang
hubunga seksual
2.
Hargai perasaan
cemas klien tentang seksual
3.
Tawarkan klien beberapa saran tentang alternative yang
mengungkapkan seksual
4.
Eksplorasi tentang kurangnya pengetahuan klien tentang
seksualitas, bagaimana klien belajar tentang seksualitas dan apa yang klien
pahami tentang fungsi seksual yang normal
|
1.
Faktor-faktor yang memberikan kenyamanan, memperlihatkan
rasa hormat kepada klien dan meningkatkan pengekspresian perasaan
2.
Menegakan dan menciptakan keadaan percaya internal bagi
klien
3.
Tersedianya bukti-bukti bila klien membutuhkan hal ini
akan membentuk rasa percaya. Orientasi memudahkan untuk membuat keputusan dan
mengurangi kecemasan prustasi/perasaan distress lainnya yang menyembunyikan
realitas oleh karenanya membantu klien berfokus dalam pengertian yang lebih
dalam
4.
Klien membutuhkan kesempatan untuk mengungkapkan cerita
yang tidak benar dan harus dipersiapkan dengan informasi yang akurat tentang
fungsi seksual
|
i.
Resiko terhadap
ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, dan system
pendukung yang adekuat.
Tujuan : Klien
memperlihatkan keinginan untuk mematuhi rencana pemeliharaan dirumah sesuai
dengna ketentuan
Kriteria
evaluasi :
1) Pengertian tentang
keadaan klien dan rencana perawatannya yang disampaikan dengan lisan
Intervensi
|
Rasional
|
1.Ajarkan klien tentang diabetes
mellitus, pengobatan dan perawtan sesuai dengan panduan penyuluhan klien
2.Rujuk klien pada perawatan diri
diabetes bila diberikan fasilitas, agensi/organisasi komunitas
3.Rujuk klien pada ahli diet untuk
instruksi pada perencanaan makan terutama diet yang dianjurkan. Tekanan
perlunya pembatasan makanan terutama alkohol karena dapat menghambat
pelepasan insulin dari pankreas
|
1.
Lebih banyak klien mengetahui tentang keadaannya semakin
mungkin mereka mematuhi perawtan dan pengobatan
2.
Karena diabetes mellitus adalah gangguan kronis sepanjang
hidup, dukungan continue penting dalam membantu seseorang utnuk beradaptasi
pada perubahan gaya
hidup yang disebabkan oleh rencana teurapeutik untuk pemeliharaan diri
meliputi pemantauan gula darah dan prosedur pemberian insulin
3.
Ahli diet khusus adalah sosialisasi nutrisi yang dapat
membantu lien dalam merencanakan makandengan menggunakan daftar penukar
makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisieningkatkan rasa keterlibatan dan
memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi
|
- Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
titetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan
pemulihan kesehatan. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)
- Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral
pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah
perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam
hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi untuk
menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif atau tidak.
(Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a.
Identitas
1)
Identitas Klien
Nama :
Tn. S
Tanggal Lahir/ Umur :
7 Maret 1937 / 68 tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Pendidikan :
Akademi Kepolisian
Pekerjaan :
Pensiunan Polisi
Agama :
Islam
Suku Bangsa :
Sunda
Status Marital :
Menikah
Tanggal Masuk RS :
24 Maret 2005
Tanggal Pengkajian :
28 Maret 2005
No. Medrec :
05 01 1738
Diagnosa Medis :
Diabetes Melitus Tipe II dengan
Komplikasi ulkus diabetikum a/r pears
Sinistra, neuropaty, nefropati + Hipertensi
Stage II
Alamat :
Jl. Raya Kadungora No. 137 RT 02/ 04,
Kadungora, Garut
2)
Identitas Penanggungjawab
Nama :
Ny. I
Umur :
36 tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
Pekerjaan :
Ibu rumah tangga
Hubungan dengan klien : Anak
kandung
Alamat :
Jl. Raya Kadungora No. 137 RT 02/ 04,
Kadungora, Garut
b.
Riwayat Kesehatan
1)
Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada luka yang terdapat di kakinya
2)
Riwayat Kesehatan Sekarang
± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh
adanya luka pada jari telunjuk kaki kiri dan plantar yang mula-mula hanya luka
lecet tetapi makin lama luka tersebut makin meluas dan bengkak disertai
keluarnya nanah berwarna kuning dan berair. Akibat luka tersebut, jari kaki
telunjuk dan daerah plantar klien menjadi berwarna kehitaman. Keluhan tersebut
disertai rasa nyeri.
Pada tahun 1986, klien didiagnosa menderita kencing
manis. Klien berobat jalan ke puskesmas secara rutin dan diberi obat (klien
lupa nama obatnya). 1 bulan terakhir klien tidak minum obat. Klien juga
mempunyai penyakit hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dengan riwayat tekanan
darah tertinggi yaitu 200 / 110 mmHg pada saat akan dirawat di R. Dahlia, RS
Hasan Sadikin.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 28 Maret 2005
pukul 14.10 WIB, klien mengeluh nyeri pada luka yang terdapat pada jari
telunjuk kaki kiri dan daerah plantar kaki kiri. Nyeri bertambah ketika klien
bergerak dan pada saat dilakukan ganti balutan dan nyeri berkurang jika klien
beristirahat di tempat tidur. Nyeri dirasakan berdenyut-denyut dan ekspresi
muka klien meringis pada saat nyeri dirasakan. Nyeri bersifat hilang timbul dan
tidak menyebar pada daerah ynag lain. Skala nyeri 5 (1 – 10 menurut Smeltzer).
3)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut pengakuan klien dan keluarga,
sebelumnya klien pernah dirawat dengan penyakit yang sama (diabetes melittus)
di RS. Hasan Sadikin Bandung.
Klien sudah didiagnosa mempunyai penyakit diabetes mellitus pada tahun 1986.
Klien berobat jalan ke puskesmas secara rutin dan diberi obat (klien lupa nama
obatnya). Klien juga mempunyai penyakit hipertensi sejak 1 tahun yang lalu
Menurut klien sebelum didiagnosa mempunyai penyakit
diabetes mellitus, klien mempunyai kebiasaan makan dan minum yang manis-manis
seperti kopi dengan gula ± 3 – 4 sendok makan dengan frekuensi 2 – 3 x/ hari,
makan kue-kue manis. Selain itu klien juga mempunyai kebiasaan makan yang tidak
teratur.
Klien mempunyai riwayat sering kencing, sering haus
dan sering lapar. Klien mengaku tidak pernah mengalami penyakit menular seperti
TBC.
4)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut klien, almarhum ibu klien mempunyai penyakit
tekanan darah tinggi. Menurut keluarga bahwa didalam keluarganya tidak ada yang
mempunyai penyakit menular.
c.
Pemeriksaan Fisik
1)
Sistem Endokrin
Tidak terdapat eksofthalmus, tidak tampak adanya hipo/
hiperpigmentasi kulit, tidak tampak adanya keringat yang berlebihan (diaporesis), tidak teraba adanya massa, nyeri tekan dan
pembesaran saat palpasi kelenjar tiroid dan paratiroid, klien tampak sering
minum dan kencing.
2)
Sistem Pernapasan
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum
nasi, tidak terdapat sianosis pada bibir, tidak terdapat pernapasan cuping
hidung, mukosa hidung lembab, tidak terdapat secret, tidak terdapat
pembengkakan konka, tidak terdapat polip, tidak terdapat penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya retraksi dada
ataupun retraksi epigastrium, tidak terdapat adanya nyeri tekan pada dada,
ekspansi paru simetris, pengembangan paru simestris, getaran vocal fremitus
terasa lebih jelas pada apeks paru, suara paru terdengan resonan, pada
auskultasi terdengar suara vesikuler, frekuensi napas 21 x/ menit pada saat
posisi tidur sedangkan pada saat duduk 24 x/ menit.
3)
Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva merah muda, JVP (Jugular Venous Pressure) tidak meningkat, clubbing finger (-), CRT (Capilarry
Refilling Time) < 3 detik, akral teraba hangat, iktus kordis teraba pada
ICS V garis midklavikula kiri. Suara perkusi jantung terdengat dullness, S1 dan
S2 terdengar murni regular. Pulsasi denyut nadi teraba kuat, irama denyut nadi
teratur, denyut nadi pada posisi tidur 84 x/ menit dan pada saat posisi duduk
86 x/ menit, tekanan darah pada saat posisi tidur dan duduk 160 / 90 mmHg.
Klien mengatakan kepalanya nyeri dan bertambah saat
merubah posisi.
4)
Sistem Pencernaan
Warna bibir merah muda, mukosa bibir kering, gigi
bersih, tidak ada keluhan nyeri mengunyah dan menelan, tidak ada pembesaran
tonsil, sclera tampak bening, lidah berwarna merah muda dan tampak bersih.
Abdomen datar dengan kontur lembut, bising usus 12 x/ menit, tidak terdapat
adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen, suara perkusi abdomen
terdengar timpani kecuali pada perkusi hati dan limpa terdengar dullness, tidak
ada pembesaran hepar dan limpa.
5)
Sistem Penglihatan
Bentuk dan ukuran mata klien simetris, pupil isokor,
mata klien tampak sayu, terdapat lingkaran hitam pada daerah periorbital.
6)
Sistem Perkemihan
Tidak terdapat edema periorbital, tidak terdapat
distensi kandung kemih, tidak terdapat
nyeri tekan ataupun nyeri lepas saat palpasi ginjal, palpasi ginjal tidak
teraba,. Berat badan klien 60 kg (menurut klien). IWL = 800 cc/ hari [(10 cc x
60) + (200 - <37 - 36>)], balance cairan – 800 cc/ hari.
7)
Sistem Muskuloskeletal
a)
Ekstimitas atas
Bentuk dan ukuran ekstrimitas atas simetris, pergerakan
(ROM) kedua ekstrimitas bebas kesegala arah kecuali tangan kanan klien yang
terpasang infus Martos 10 % dengan 10 gtt/ menit, kuku klien panjang dan kotor,
tidak tampak adanya nyeri pada daerah persendian dan tulang, tidak tampak
adanya deformitas tulang ataupun sendi, tidak terdapat kontraktur sendi, tidak
tampak adanya atrofi otot. Kekuatan otot 5 / 5, refleks biceps ++ / ++, triceps
++ / ++, brachioradialis ++ / ++.
b)
Ekstrimitas bawah
Bentuk dan ukuran ekstrimitas atas simetris,
pergerakan (ROM) kaki kanan maksimal sedangkan ROM kaki kiri terbatas dan tidak
ada nyeri tekan pada persendian dan tulang, tidak ada deformitas tulang maupun
sendi, tidak ada atrofi otot, kuku klien tampak kotor dan panjang. Kekuatan
otot 5 / 5, refleks patella ++ / ++, archiles ++ / ++, babinsky -- / --.
8)
Sistem Integumen
Kulit kepala dan rambut klien bersih, kulit tubuh
tampak bersih, turgor kulit kembali dalam waktu 4 detik, terdapat luka ulkus
diabetikum pada kaki kiri daerah plantar dan jari kaki, pembengkakan luka (+)
dan terdapat nyeri tekan pada daerah sekitar luka, keadaan luka masih basah,
terdapat jaringan nekrotik pada daerah luka, pus (-), luka tampak berwarna
kemerahan, luka tercium bau amis, kulit teraba hangat, suhu tubuh 36 0C.
Klien mengatakan luka dikakinya terjadi karena sering
terendam air (sesekeleun), klien dan keluarga mengatakan ingin tahu dan belajar
merawat luka dikakinya.
9)
Sistem Persarafan
a)
Tes Fungsi Serebral
(1)
Status Mental
(a)
Orientasi
Klien mengebutkan bahwa sekarang ia berada di rumah
sakit ditunggui oleh anaknya dan berada pada waktu sore.
(b)
Daya ingat
ÿ
Jangka panjang
Klien dapat mengingat bahwa dirinya lahir pada tahun
1937
ÿ
Jangka pendek
Klien dapat menyebutkan tiga benda yang ditunjukkan
pada klien dan klien dapat mengulangnya dengan tepat yaitu gelas, sendok dan
pulpen.
(c)
Perhatian dan perhitungan
Klien dapat menghitung dengan penjumlahan serial lima yaitu, 5 + 5 = 10,
10 + 5 = 15, 15 + 5 = 20, 20 +5 = 25, 25 + 5 = 30, 30 + 5 = 35
(d)
Fungsi bahasa
Klien dapat menyebutkan nama benda yang ditunjukkan
oleh perawat seperti gelas, sendok dan pulpen. Klien dapat
mengulangi kata-kata “akan tetapi” atau “jika tidak” dan klien mengerti
perintah saat klien diminta untuk menyebutkan benda yang berada didekatnya
yaitu bantal, sendok dan gelas
(2)
Tingkat Kesadaran
ÿ
Kualitas :
komposmentis
ÿ
Kuantitas :
nilai GCS 15 (E4 V5 M6)
(3)
Pengkajian Bicara
Psoses bicara klien lancar walaupun pelan
b)
Tes Fungsi Kranial
(1)
Nervus I (Olfaktorius)
Klien dapat membedakan bau kopi, kayu putih dan
alkohol
(2)
Nervus II (Optikus)
Fungsi ketajaman penglihatan klien mengalami
penurunan, klien mengatakan pandangannya kabur. Klien tidak bisa membaca papan
nama perawat pada jarak 30 cm
(3)
Vervus III (Okulomotoris), IV (Troclearis) dan VI
(Abdusen)
Klien mampu menggerakan bola matanya kesegala arah
yaitu kearah bawah, atas dan samping. Pupil konstriksi saat diberi cahaya,
bentuk pupil isokor, klien dapat membuka dan menutup matanya, lapang pandang
tidak mengalami penyempitan.
(4)
Nervus V (Trigeminus)
Fungsi mengunyah klien baik, pergerakan otot masetter
dan temporalis saat mengunyah simetris. Klien dapat merasakan sentuhan pilinan
kapas yang diusapkan pada daerah maksilaris dan mandibula dengan kedua mata
tertutup, klien mengedip secara spontan saat diberi rangsangan dengan pilinan
kapas pada kedua kelopak mata tanpa diketahui oleh klien. Klien dapat
menggerakkan rahangnya kearah belakang, depan, samping kanan dan kiri.
(5)
Nervus VII (Fasialis)
Klien dapat mengerutkan dahi dan tersenyum dengan
kedua bibir simetris. Klien dapat membedakan rasa manis dan asin pada 2/3
anterior lidah.
(6)
Nervus VIII (Auditorius)
Klien dapat mengulang bisikan suara yang diberikan
perawat pada jarak 30 cm.
(7)
Nervus IX (Glosofaringeus)
Klien dapat merasakan rasa pahit pada 1/3 posterior
lidah, refleks muntah (+)
(8)
Nervus X (Vagus)
Refleks menelan (+) baik, uvula terletak ditengah
antara palatum mole dengan arkus faring dan bergetak saat klien bilang “ah”
(9)
Nervus XI (Asesorius)
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri serta
melawannya ketika diberikan tahanan pada kedua bahu
(10)
Nervus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menggerakkan lidah dan menjulurkannya
kearah samping kiri, kanan, belakang dan depan.
c)
Tes Fungsi Sensoris
(1)
Rasa Sakit
Klien merasakan sakit saat ditusuk didaerah bahu,
lengan dan kaki dengan menggunakan ujung pulpen.
(2)
Sentuhan
Klien dapat merasakan sentuhan kapas pada lengannya
dengan kedua mata tertutup
(3)
Diskriminasi
(a)
Stereognosis
Klien dapat menebak pulpen yang digenggamkan pada
telapak tangannya dengan kedua mata tertutup
(b)
Graphestesis
Klien dapat menebak huruf S yang dituliskan ditelapak
tangannya dengan kedua mata klien tertutup
(c)
Two Point Stimulation
Klien dapat menebak 2 buah titik yang dibuat ditelapak
tangannya dengan kedua mata tertutup.
d.
Pola Aktivitas Sehari-hari
No
|
Jenis Aktivitas
|
Di Rumah
|
Di Rumah Sakit
|
1.
|
Nutrisi
a. Makan
b. Minum
|
Nasi, daging, tahu, tempe, sayuran dan
kadang buah-buahan. Klien suka makan camilan dan daging. Klien biasa makan 3
– 4 x/ hari, habis 1 porsi dan tidak ada keluhan.
Klien sering minumkarena sering
merasa haus, klien minum ± 10 – 11 gelas / hari (2000 – 2200
cc/ hari) dengan jenis air putih dan teh
|
Nasi, tahu, tempe, daging, sayur dan buah-buahan. Klien
memperoleh diet DM 1700 kkal rendah garam. Porsi makan habis 1 porsi. Menurut
klien berat badannya sekarang 60 kg
Klien sering minum karena sering
haus, klien mengatakan sehari dirinya minum ± 8 – 9 gelas (1600 – 1800 cc/ hari)
|
2.
|
Eliminasi
a. BAB
b. BAK
|
Klien biasa BAB 2 x / hari dengan
konsistensi lembek dan berwarna kuning serta tidak ada keluhan
Klien mengatakan sering BAK (7 – 8
x / hari) dengan warna kuning jernih dan tidak ada keluhan
|
Klien BAB 1 x / hari dengan
konsistensi lembek dan berwarna kuning serta tidak ada keluhan
Pada saat dikaji, klien tidak
terpasang kateter, klien mengatakan sering BAK ± 7 – 8 x / hari dengan jumlah
sekitar ± 1600 – 1800 cc/ 24 jam (tgl 28 Maret pkl 14.00
sampai tgl 29 Maret pkl 14.00)
|
3.
|
Istirahat tidur
|
Klien biasa tidur malam pukul 22.00
– 05.00 WIB dan tidak ada keluhan. Klien tidak pernah tidur siang
|
Klien mengatakan tidurnya tidak
nyenyak dan sering terbangun karena nyeri yang dirasakan pada daerah lukanya.
Klien mengatakan tidur malamnya pkl. 24.00 – 05.00 WIB, sedangkan tidur
siangnya tidak tentu dan hanya ± 1 jam dan sering terbangun karena
diruangannya banyak orang berlalu-lalang
|
4.
|
Personal hygiene
|
Klien biasa mandi dengan cara
diguyur 2 – 3 x/ hari dengan menggunakan sabun, gosok gigi setiap mandi
dengan menggunakan pasta gigi, keramas 2 x/ minggu dengan menggunakan shampoo
dan gunting kuku kalau kuku sudah panjang. Klien melakukan personal hygiene
mandiri
|
Klien mandi diseka dengan air
hangat dan sabun 1 x/ hari, klien mengatakan belum bisa ke kamar mandi karena
nyeri pada luka di kakinya dan klien mengatakan badannya terasa cepat lelah
dan lemas, gosok gigi 1 x/ hari dan keramas 1 x selama dirawat dengan dilap sabun.
Kuku klien tampak panjang dan kotor. Personal hygiene di bantu keluarga
|
5.
|
Aktivitas
|
Klien berolahraga hanya
kadang-kadang saja
|
Klien hanya terbaring di rumah
sakit saja, dan klien tampak lemah
|
e.
Aspek Psikologis
1)
Status Emosi
Emosi klien relatif stabil dan klien tampak lemah dan
tenang ketika berbicara dengan keluarga maupun dengan perawat. Klien tampak
selalu memegang kepalanya dan selalu mengerutkan kening.
2)
Pola Koping
Klien mengatakan jika dirinya mempunyai masalah, klien
selalu menceritakan kepada anaknya dan berusaha mencari pemecahan mengenai
masalah tersebut karena menurut klien dengan menceritakan kepada keluarganya,
hati klien menjadi tenang daripada memendam masalah sendirian.
3)
Konsep Diri
a)
Gambaran Diri
Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya
walaupun terdapat luka pada kakinya. Klien mengatakan bahwa semua anggota
tubuhnya merupakan pemberian dari Allah SWT. yang patut disyukuri.
b)
Identitas Diri
Klien adalah seorang laki-laki dan merasa puas dengan
jenis kelaminnya karena dapat memberikan keturunan dan dapat menjadi kepala
rumah tangga untuk mendidik anak serta istrinya dengan baik.
c)
Peran
Klien adalah seorang bapak bagi anak-anaknya dan suami
bagi istrinya. Klien adalah seorang pensiunan polisi dan menerima gaji
pensiunan sebulan sekali.
d)
Ideal Diri
Klien berharap untuk cepat sembuh dan berkumpul
bersama keluarganya kembali.
e)
Harga Diri
Klien tidak merasa malu ataupun menjadi rendah diri
terhadap penyakit yang dideritanya sekarang. Klien menerima keadaan dirinya
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
f.
Aspek Sosial
Hubungan klien dengan keluarga baik, terbukti klien
selalu ditunggui oleh anak dan cucunya secara bergantian. Klien sangat
kooperatif dalam proses perawatan dan pengobatan penyakitnya. Hubungan klien
dengan klien lain baik, klien sering berinteraksi dengan klien lain di ruang
perawatan begitu pula dengan perawat dan petugas kesehatan lainnya. Menurut
klien, hubungannya dengan anggota masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya
juga baik, terbukti klien pernah dijenguk oleh tetangganya dan mantan rekan
seprofesinya dulu.
g.
Aspek Spiritual
1)
Falsafah hidup
Klien percaya terhadap adanya sakit dan sehat karena
hal tersebut merupakan ketentuan yang telah diatur oleh Allah SWT.
2)
Sense of
Tracendence
Klien merasa optimis bahwa penyakit yang dideritanya
sekarang akan sembuh dengan perawatan dan pengobatan serta dibarengi dengan
berdo`a kepada Allah SWT. untuk kesembuhan penyakitnya.
3)
Konsep ketuhanan
Klien percaya adanya Allah SWT. dan segala sesuatu
yang tidak dapat dilihat oleh dirinya. Selama klien dirawat, klien suka
menjalankan ibadahnya dalam melaksanakan salat lima waktu dan membaca al-qur`an sambil duduk
ditempat tidur.
h.
Aspek Seksual
Klien mengatakan sudah lama tidak berhubungan suami
istri dan menurut klien hal tersebut bukan merupakan suatu beban karena klien
merasa sudah tua dan cukup mempunyai anak dan cucu.
i.
Data Penunjang
1)
Laboratorium
Tanggal 24 Maret 2005 Pukul 11.50 WIB
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Satuan
|
KIMIA KLINIK
|
|
|
|
Glukosa 2 jam pp
|
511
|
< 140
|
mg/ dl
|
HBAIC
|
6,6
|
4,8 – 6.0
|
%
|
Tanggal 24 Maret 2005 Pukul 14.28 WIB
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Satuan
|
KIMIA KLINIK
|
|
|
|
Glukosa 2 jam pp
|
254
|
< 140
|
mg / dl
|
Tanggal 26 Maret 2005 Pukul 12.18 WIB
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Satuan
|
KIMIA KLINIK
|
|
|
|
Albumin
|
2,3
|
3,5 – 5,0
|
gr/ dl
|
Protein Total
|
5,5
|
6,3 – 8,2
|
gr/ dl
|
Tanggal 28 Maret 2005 Pukul 10.16 WIB
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Satuan
|
HEMATOLOGI
|
|
|
|
Hemoglobin
|
12,3
|
13 – 18
|
gr/ dl
|
Leukosit
|
8000
|
3800 - 10600
|
Mm3
|
Hematokrit
|
37
|
40 – 52
|
%
|
Trombosit
|
268.000
|
150.000 – 440.000
|
Mm3
|
KIMIA KLINIK
|
|
|
|
Ureum
|
33,8
|
19 – 43
|
mg/ dl
|
Kreatinin
|
1,1
|
0,8 – 1,5
|
mg/ dl
|
Tanggal 28 Maret 2005 Pukul 15.10 WIB
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Satuan
|
KIMIA KLINIK
|
|
|
|
Glukosa 2 jam pp
|
146
|
< 140
|
mg / dl
|
URINE
|
|
|
|
BJ
|
1,010
|
1,002 – 1,03
|
|
pH
|
7
|
4,8 – 7,5
|
|
Protein
|
+
|
Negatif
|
mg / dl
|
Reduksi
|
+++
|
Negatif
|
mg / dl
|
Bilirubin
|
Negatif
|
Negatif
|
|
Urobilinogen
|
< 1
|
< 1
|
ml/ dl
|
Nitrit
|
negatif
|
|
|
Keton
|
negatif
|
negatif
|
mg / dl
|
ERI
|
1 – 2
|
< 1
|
/ lpb
|
LEKO
|
negatif
|
< 6
|
Lpb
|
EPITEL
|
2 – 3
|
|
/ lpk
|
Jamur
|
positif
|
|
|
Tanggal 28 Maret 2005 Pukul 20.26
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
Satuan
|
KIMIA KLINIK
|
|
|
|
Glukosa 2 jam pp
|
131
|
< 140
|
mg/ dl
|
2)
Terapi
s
Diet DM 1700 kalori Rendah Garam
s
Actrapid
16 – 16 – 14 unit pagi-siang-sore SC
s
Aspilet 1
x 81 mg per oral
s
Ciproflaxocin 2
x 400 mg IV
s
Ceamoxidan 3
x 600 mg per oral
s
Captopril 3
x 25 mg per oral
s
Metronidazole 2
x 500 mg drip
s
Rawat luka 2
x per hari kompres gentamycin 80 mg + gula
s
Infus Martos 10 % 10 gtt/ menit
2. Analisa Data
No
|
Data
|
Kemungkinan Penyebab dan Dampak
|
Masalah
|
|||||||||
1.
|
DS :
s
Klien mengeluh
nyeri pada luka yang terdapat di kakinya
s
Nyeri bertambah
ketika klien bergerak dan pada saat dilakukan ganti balutan
s
nyeri berkurang
jika klien beristirahat di tempat tidur
s
Nyeri dirasakan
berdenyut-denyut
s
Nyeri
mengatakan nyerinya bersifat hilang timbul
s
Klien
mengatakan nyerinya tidak menyebar pada daerah yang lain.
DO :
s
Ekspresi muka
klien meringis pada saat nyeri dirasakan
s
Terdapat luka
ulkus diabetikum pada pears sinistra
s
Pembengkakan
luka (+)
s
Terdapat nyeri
tekan pada daerah luka
s
Skala nyeri 5
(1 – 10 menurut Smeltzer).
|
Ulkus diabetikum a/r pears sinistra
¯
terputusnya kontinuitas jaringan kulit
¯
merangsang pelepasan histamine, bradikinin, serotonin,
prostaglandin dan substansia P
¯
merangsang noci reseptor sebagai reseptor nyeri
¯
dihantarkan oleh serabut saraf delta A dan C
¯
dialirkan dalam bentuk elektrokimia, impuls ganglia
radiks menuju dorsal horn di medulla spinalis bagian posterior
¯
di transfer melalui traktus spinotalamikus
kontralateralis
¯
thalamus sebagai stasiun relay
¯
cortex
cerebri lobus parietalis
¯
nyeri
|
Gangguan rasa nyaman :
nyeri
|
|||||||||
2.
|
DS :
s
Klien
mengatakan nyeri kepala
DO :
s
Tekanan darah
160 / 90 mmHg
s
Klien selalu
memegang kepalanya
s
Klien tampak
selalu mengerutkan kening
|
Hipertensi
¯
peningkatan resistensi perifer di otak
¯
peningkatan tekanan darah di otak
¯
merangsang pelepasan amin biogenic seperti
serotonin, epinefrin dan norepinefrin
¯
pusing
|
Gangguan rasa nyaman : pusing
|
|||||||||
3.
|
DS :
s
Klien
mengatakan dirinya sering minum karena sering haus
s
Klien
mengatakan sehari dirinya minum ± 8 – 9 gelas (1600 – 1800 cc/ hari)
s
Klien
mengatakan sering buang air kecil ± 7 – 8 x/ hari dengan jumlah sekitar ± 1600 – 1800 cc/ 24 jam (tgl. 28 Maret pkl 14.00
sampai tgl. 29 Maret pkl. 14.00)
s
Menurut klien
berat badannya sekarang adalah 60 kg
DO
:
s
Mukosa bibir
kering
s
Turgor kulit
kembali dalam waktu 4 detik
s
Klien tampka
sering minum dan sering buang air kecil
s
Suhu tubuh 36 0C
s
IWL = 800 cc/
hari
[(10
cc x 60) + (200 - <37 – 36>)]
s
Balance =
jumlah total intake – (jumlah total output + IWL)
=
1600 cc – (1600cc + 800cc) = - 800 cc/ hari
s Tanda-tanda vital :
-
Tidur
TD
: 160/90 mmHg
P : 84 x/ menit
R : 21 x/ menit
S : 36,5 0C
-
Duduk
TD
: 160/90 mmHg
P : 86 x/ menit
R : 24 x/ menit
S : 36,5 0C
s
Data lab. tgl 28/3/2005 Hematokrit 37 %
(40 – 52 %)
|
Defisiensi insulin
¯
Hiperglikemia
¯
tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa yang normal dalam darah
¯
kadar glukosa melebihi ambang batas
ginjal
¯
glukosuria
¯
diuresis osmotik
¯
poliuria
|
Defisit cairan
|
|||||||||
4.
|
DS :
s
klien
mengatakan luka di kakinya terjadi karena sering terendam air (sesekeleun)
s
klien dan
keluarga mengatakan tidak tahu tentang perawatan luka dikakinya
s
klien dan
keluarga mengatakan ingin belajar perawatan luka untuk kaki klien
DO :
s
Terdapat luka
ulkus diabetikum pada daerah jari kaki bagian telunjuk kiri dan daerah
plantar kiri
s
Keadaan luka
masih basah
s
Terdapat
jaringan nekrotik pada daerah luka
s
Pus (-)
s
Pembengkakan
(+)
s
Luka tampak
berwarna kemerahan
s
Terdapat adanya
nyeri tekan pada daerah sekitar luka
s
Luka tercium
bau amis
s
Klien mendapat
terapi insulin sebanyak 16 – 16 – 14 unit/ hari
|
Defisiensi insulin
Penyembuhan luka terganggu
¯
integritas kulit terganggu
|
Gangguan integritas
jaringan kulit
|
|||||||||
5.
|
DS :
s
Klien
mengatakan tidurnya tidak nyenyak dan sering terbangun karena nyeri yang
dirasakan pada daerah lukanya
s
Klien
mengatakan tidur malamnya pkl. 24.00 – 05.00 WIB, sedangkan tidur siangnya
tidak tentu dan hanya ± 1 jam dan sering terbangun
s
Klien
mengatakan di ruangannya banyak orang berlalu-lalang
DO :
s
Klien tampak
lemah
s
Mata klien
tampak sayu
s
Terdapat
lingkaran hitam pada daerah periorbital
|
Luka ulkus diabetikum
¯
terputusnya kontinuitas jaringan
¯
merangsang aktivasi RAS (Reticulo Activity System) sebagai
pusat jaga di formation retikularis
¯
REM menurun
¯
klien sering terjaga
|
Gangguan pemenuhan
kebutuhan istirahat tidur
|
|||||||||
6.
|
DS :
s
Klien
mengatakan belum bisa pergi ke kamar mandi karena nyeri pada luka di kakinya
s
Klien
mengatakan badannya terasa cepat lelah dan lemas
s
Klien mengeluh
nyeri kepala
DO :
s
Klien tampak
lemah
s
Kuku klien
kotor dan panjang
s
Kulit klien
tampak bersih
s
Kulit kepala
dan rambut klien bersih
s
Kekuatan otot
5 5
5 5
|
Ulkus diabetikum a/r pears sinistra
¯
terputusnya kontinuitas jaringan
¯
nyeri
¯
keterbatasan aktivitas
¯
pemenuhan ADL terganggua
|
Gangguan pemenuhan ADL :
Personal Hygiene
|
|||||||||
7.
|
DS :
s
Klien mengatakan
penglihatannya kabur
s
Klien mengeluh
pusing saat merubah posisi dari tidur ke duduk
s
Klien mengeluh
nyeri pada kaki kirinya
s
Klien mengeluh
cepat lelah
DO
:
s
Klien tampak
lemah
s
Klien tidak
bisa membaca papan nama perawat pada jarak 30 cm
s
Terdapat ulkus
diabetikum pada kaki kiri klien
s
Kekuatan otot :
5 5
5 5
s
Tanda-tanda
Vital :
-
Tidur
TD
: 160/90 mmHg
P : 84 x/ menit
R : 21 x/ menit
S : 36,5 0C
-
Duduk
TD
: 160/90 mmHg
P : 86 x/ menit
R : 24 x/ menit
S : 36,5 0C
|
Defisiensi insulin
¯
hiperglikemia
injuri
|
Risiko injuri
|
3. Daftar Diagnosa Keperawatan
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
Ditemukan
|
Terpecahkan
|
||
Tanggal
|
Paraf
|
Tanggal
|
Paraf
|
||
1.
|
Gangguan rasa
nyaman : nyeri b.d. repons tubuh terhadap terputusnya kontinuitas jaringan
kulit
|
28/03/05
|
|
|
|
2.
|
Defisit cairan
b.d. diuresis osmotik
|
28/03/05
|
|
|
|
3.
|
Gangguan rasa
nyaman : nyeri kepala b.d. peningkatan
tekanan vascular serebral
|
28/03/05
|
|
30/03/05
|
|
4.
|
Gangguan
integritas kulit b.d. adanya luka (ulkus diabetikum) sekunder defisiensi
insulin
|
28/03/05
|
|
|
|
5.
|
Gangguan
pemenuhan istirahat tidur b.d. teraktivasinya RAS di formation retikularis
|
28/03/05
|
|
30/03/05
|
|
6.
|
Gangguan
pemenuhan ADL : personal hygiene b.d.
keterbatasan aktivitas
|
28/03/05
|
|
28/03/05
|
|
7.
|
Risiko injuri
b.d. penurunan fungsi persepsi sensorik
|
28/03/05
|
|
|
|
B. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No
|
Tanggal/ Jam
|
DP
|
Tindakan Keperawatan
|
Paraf
|
1.
|
28 Maret 05
Pkl. 14.10
|
2, 3
2
1
1
1, 3
3
|
s Mengobservasi tanda-tanda vital
s Mengobservasi turgor dan membran
mukosa bibir
s Mengkaji skala nyeri klien
s Mengajarkan dan membimbing klien
teknik relaksasi napas dalam
s Mengajak klien ngobrol dan
menganjurkan keluarga untuk ngobrol dengan klien saat keluhan nyeri dirasakan
klien
s Menganjurkan dan membantu klien
untuk tidur dengan posisi 3 bantal
Evaluasi :
s Tanda-tanda vital :
- Tidur
TD : 160/90 mmHg
P
: 84 x/ menit
R
: 21 x/ menit
S
: 36,5 0C
- Duduk
TD : 160/90 mmHg
P
: 86 x/ menit
R
: 24 x/ menit
S
: 36,5 0C
s Turgor kulit kembali dalam 4 detik
dan membran mukosa bibir kering
s Skala nyeri 5 (1 – 10)
s Klien melakukan teknik napas dalam
s Perawat ngobrol dengan klien dan
keluarga
s Klien istirahat dengan posisi
semifowler
|
|
Pkl 15.00
|
2
|
s Mengambil darah untuk pemeriksaan
glukosa dua jam pp
Evaluasi :
s Darah diambil secara intra vena 2
cc
|
|
|
Pkl 16.00
|
4
4
1
4
4
4
4
4
4
|
s Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan perawatan luka
s Mengganti balutan menggunakan
teknik aseptik dan antiseptik
s Melakukan ganti balutan secara
hati-hati
s Mengobservasi tanda-tanda infeksi
s Membersihkan luka dengan
menggunakan NaCl 0,9 % dan mengeringkannya
s Mengompres luka dengan gentamycin
80 mg dan gula putih
s Menutup luka dengan menggunakan
kassa kering
s Memberikan informasi mengenai
cara-cara perawatan luka
s Mencuci tangan sesudah melakukan
perawatan luka
Evaluasi :
s Tangan perawat bersih sebelum dan
sesudah melakukan ganti balutan bersih
s Balutan luka klien diganti,
dibersihkan, dikompres gentamycin 80 mg + gula dan ditutup kassa kering
s Luka pada daerah plantar tampak
kemerahan, granulasi (+) sedangkan luka pada daerah jari granulasi (-)
|
|
|
Pkl 17.30
|
4
4, 7
4
|
s Memberikan terapi suntik actrapid
14 unit secara sub cutan
s Membantu latihan ROM pada
ekstimitas klien
s Melakukan massage pada daerah
sekitar luka secara perlahan
Evaluasi :
s Actrapid diberikan 14 unit secara
sub cutan
s Klien berlatih ROM aktif dan pasif
s Klien mengatakan merasa nyaman
|
|
|
Pkl 18.30
|
2
6
6
|
s Menganjurkan klien untuk banyak
minum minimal 1800 cc/ hari
s Memberikan informasi pada klien
mengenai pentingnya perawatan diri untuk orang yang sedang sakit
s Memfasilitasi dan menggunting kuku
klien
Evaluasi :
s Klien mengatakan selalu minum
banyak
s Klien mengatakan ingin menggunting
kukunya yang panjang dan kotor
s Kuku klien pendek dan bersih
|
|
|
Pkl 20.00
|
2
5
5
5
|
s Mengambil darah untuk pemeriksaan
glukosa dua jam pp
s Menjelaskan pada klien mengenai
pentingnya tidur
s Membantu memberikan posisi yang
nyaman bagi klien untuk klien
s Menganjurkan klien untuk berdoa
jika akan tidur
Evaluasi :
s Darah diambil secara intra vena 2
cc
s Klien mengatakan jika tidak tidur
dirinya menjadi lemas dan lelah
s Klien istirahat dengan 2 bantal
s Klien mengatakan selalu berdoa
sebelum tidur
|
|
|
Pkl 14.00
|
2, 3
2
|
s Mengobservasi tanda-tanda vital
s Mengobservasi intake – output per
24 jam
Evaluasi :
s Tanda-tanda vital :
TD : 150/90 mmHg
P
: 84 x/ menit
R
: 18 x/ menit
S :
36,8 0C
s Intake – output per 24 jam (28
Maret 05 pkl 14.00 – 29 Maret 05 pkl 14.00) adalah :
Intake (Oral –
parenteral) 2500 cc
Output 3000 cc (menurut
keluarga)
|
|
|
Pkl 16.00
|
4
4
1
1
4
4
4
4
4
4
|
s Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan perawatan luka
s Mengganti balutan menggunakan
teknik aseptik dan antiseptik
s Melakukan ganti balutan secara
hati-hati
s Menganjurkan klien menarik napas
dalam saat diganti balutan
s Mengobservasi tanda-tanda infeksi
s Membersihkan luka dengan
menggunakan NaCl 0,9 % dan mengeringkannya
s Mengompres luka dengan gentamycin
80 mg dan gula putih
s Menutup luka dengan menggunakan
kassa kering
s Menjelaskan informasi mengenai
cara-cara perawatan luka
s Mencuci tangan sesudah melakukan
perawatan luka
Evaluasi :
s Tangan perawat bersih sebelum dan
sesudah melakukan ganti balutan bersih
s Klien melakukan teknik napas dalam
s Balutan luka klien diganti,
dibersihkan, dikompres gentamycin 80 mg + gula dan ditutup kassa kering
s Luka pada daerah plantar tampak
kemerahan, granulasi (+) sedangkan luka pada daerah jari granulasi (-)
s Klien dan keluarga tampak
memperhatikan penjelasan perawat
|
|
|
Pkl 17.30
|
4
4, 7
|
s Memberikan terapi actrapid 16 unit
secara subcutan
s Membantu latihan ROM pada
ekstimitas klien
Evaluasi :
s Actrapid diberikan 16 unit secara
subcutan
s Klien berlatih ROM aktif dan pasif
|
|
|
|
Pkl 19.00
|
1
2
1, 3
7
7
7
|
s Mengkaji skala nyeri
s Mengobservasi turgor kulit dan
membrane mukosa bibir
s Mengatur posisi yang nyaman untuk
klien
s Menjelaskan pada keluarga mengenai
faktor-faktor yang dapat menyebabkan injuri
s Menganjurkan klien untuk minta
bantuan keluarga atau perawat jika akan melakukan aktivitas
s Menganjurkan klien untuk merubah
posisi secara perlahan dengan bantuan keluarga atau perawat
Evaluasi
s Skala nyeri 4 (1 – 10)
s Turgor kulit kembali dalam waktu 4 detik,
membran mukosa bibir kering
s Klien tidur dengan posisi supine
menggunakan 1 bantal
s Keluarga mengatakan akan
berhati-hati terhadap benda disekeliling yang dapat menyebabkan klien cedera
s Klien mengatakan jika ingin sesuatu
selalu minta tolong keluarga
s Klien mengatakan akan mengubah
posisi istirahatnya secara hati-hati
|
|
C. CATATAN PERKEMBANGAN
No
|
Tanggal/ Jam
|
DP
|
Catatan Perkembangan
|
Paraf
|
|||
1.
|
30 Maret 05
|
1
|
S :
s Klien mengatakan nyerinya berkurang
tapi masih sakit kalau diganti balutan
s Klien mengatakan dapat merubah
posisi istirahat tanpa nyeri berlebihan
O :
s Ekspresi muka klien tidak meringis
s Skala nyeri 3 (1 – 10)
s Terdapat nyeri tekan pada sekitar
luka
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mengobservasi tingkat nyeri klien
s Menganjurkan teknik relaksasi :
napas dalam saat keluhan nyeri dirasakan klien
s Mengajak klien dan keluarga ngobrol
s Mengatur posisi klien senyaman
mungkin
s Melakukan ganti balutan dengan
hati-hati
s Melibatkan klien dan keluarga dalam
penentuan jadwal aktivitas dan pemberian obat
E :
s Skala nyeri 3 (1 – 10)
s Klien melakukan teknik napas dalam
s Perawat, klien dan keluarga sharing
perception mengenai teknik perawatan luka ulkus
s Klien istirahat dengan posisi 1
bantal
s Keluarga terlibat dalam pemberian
terapi klien
|
|
|||
2.
|
30 Maret 05
|
2
|
S :
s Klien mengatakan dirinya masih
merasa sering haus
s Klien mengatakan sering bunag air
kecil
O :
s Mukosa bibir lembab
s Turgor kulit kembali dalam 4 detik
s Tanda-tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
P
: 82 x/ menit
R
: 20 x/ menit
S : 36, 6 0C
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mengobservasi tanda-tanda vital
setiap pergantian shif
s Mengobservasi turgor kulit dan
membran mukosa
s Memonitor intake – output setiap 24
jam
s Mempertahankan pemberian cairan
minimal 1800 cc/ hari dengan terapi rehidrasi peroral
s Menciptakan lingkungan yang dapat
mencegah hilangnya cairan secara berlebihan dengan menyelimuti klien dengan
menggunakan selimut tipis
E :
s Tanda-tanda vital
TD : 140/90 mmHg
P
: 80 x/ menit
R
: 20 x/ menit
S : 36, 8 0C
s Intake dari pkl 20.00 – 06.00
adalah 5 gelas (1000 cc), Output dari pkl 20.00 – 06.00 adalah 700 cc
(menurut keluarga)
s Turgor kulit kembali dalam 4 detik
dan membran mukosa lembab
s Menurut klien minum dirinya minum 7
– 8 gelas per hari (1400 – 1600 cc)
s Klien memakai selimut dari kain
sarung
|
|
|||
3.
|
30 Maret 05
|
3
|
S :
s Klien mengatakan kepalanya sudah
tidak nyeri lagi
s Klien mengatakan nyeri kepalanya
berkurang karena istirahat cukup dan posisi istirahat yang enak
O :
s Tekanan darah 140 / 90 mmHg
s Klien tampak lebih tenang
s Klien tampak lebih sering
beraktivitas
s Klien istirahat dengan posisi 3
bantal (semifowler)
A :
Masalah teratasi
|
|
|||
4.
|
30 Maret 05
|
4
|
S :
s Klien mengatakan luka dikakinya
masih basah
O :
s Terdapat luka ulkus diabetikum pada
daerah jari kaki bagian telunjuk kiri dan daerah plantar kiri
s Keadaan luka masih basah
s Terdapat jaringan nekrotik pada
daerah luka
s Pus (-)
s Pembengkakan (+)
s Luka tampak berwarna kemerahan
s Terdapat adanya nyeri tekan pada
daerah sekitar luka
s Luka tercium bau amis
s Klien mendapat terapi insulin
sebanyak 16 – 16 – 14 unit/ hari
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Memberikan obat metronidazole 500
mg drip
s Mengobservasi tanda-tanda infeksi
s Menjaga kebersihan daerah sekitar
luka
E :
s Luka pada daerah plantar tampak
kemerahan, granulasi (+), pus (-) sedangkan luka pada daerah jari granulasi
(-) dan pus (-)
s Obat metronidazole diberikan secara
drip 500 mg
s Daerah sekitar luka tampka bersih
|
|
|||
5.
|
30 Maret 05
|
5
|
S :
s Klien mengatakan tidurnya nyenyak
s Klien mengatakan nyeri berkurang
s Klien mengatakan semalam tidur pkl
20.30 – 05.00 dan bangun hanya karena ingin kencing saja
O :
s Skala nyeri 3 (1 – 10)
s Klien tampak lebih sering
beraktivitas
s Wajah klien tampak segar
s Tidak terdapat lingkaran hitam pada
daerah periorbital
s Klien tidur ± 7 – 8
jam
A :
Masalah teratasi
|
|
|||
6.
|
30 Maret 05
|
7
|
S :
s Klien mengatakan penglihatannya
kabur
s Klien mengeluh kakinya masih terasa
nyeri walaupun sudah berkurang
O :
s Klien tidak bisa membaca papan nama
perawatan dalam jarak 30 cm
s Terdapat ulkus diabetikum pada
daerah kaki sebelah kiri
s Tanda-tanda vital :
TD : 140/ 90 mmHg
P
: 82 x/ menit
R
: 20 x/ menit
S : 36, 6 0C
s Kekuatan otot :
5 5
5 5
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mendekatkan alat-alat yang
diperlukan oleh klien
s Menganjurkan klien untuk meminta
bantuan kepada keluarga jika akan melakukan aktivitas
s Melakukan latihan pergerakan pada
kedua kaki klien baik secara aktif maupun pasif.
E :
s Alat-alat yang dibutuhkan klien
berada di meja samping tempat tidur
s Klien mengatakan selalu meminta
bantuan keluarga jika akan melakukan sesuatu
s Klien berlatih ROM aktif dan pasif
|
|
|||
7.
|
31 Maret 05
|
1
|
S :
s Klien mengatakan nyerinya berkurang
tapi masih sedikit sakit kalau diganti balutan
s Klien mengatakan dapat merubah
posisi istirahat tanpa nyeri berlebihan
O :
s Ekspresi muka klien tidak meringis
s Skala nyeri 3 (1 – 10)
s Terdapat nyeri tekan pada sekitar
luka
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mengobservasi tingkat nyeri klien
s Menganjurkan teknik relaksasi :
napas dalam saat keluhan nyeri dirasakan klien
s Mengajak klien dan keluarga ngobrol
s Mengatur posisi klien senyaman
mungkin
s Melakukan ganti balutan dengan
efektif
E :
s Skala nyeri 3 (1 – 10)
s Klien melakukan teknik napas dalam
s Perawat, klien dan keluarga sharing
perception mengenai teknik perawatan luka ulkus
s Klien istirahat dengan posisi 1
bantal
|
|
|||
8.
|
31 Maret 05
|
2
|
S :
s Klien mengatakan dirinya masih
merasa sering haus
s Klien mengatakan sering buang air
kecil bisa sampai 7 – 8 x / hari
O :
s Mukosa bibir lembab
s Turgor kulit kembali dalam 4 detik
s Tanda-tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
P
: 86 x/ menit
R
: 22 x/ menit
S : 36, 9 0C
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mengobservasi tanda-tanda vital
s Mengobservasi turgor kulit dan
membran mukosa
s Memonitor intake – output setiap 24
jam
s Mempertahankan pemberian cairan
minimal 1600 cc/ hari dengan terapi rehidrasi peroral
s Menciptakan lingkungan yang dapat
mencegah hilangnya cairan secara berlebihan dengan menyelimuti klien dengan
menggunakan selimut tipis
E :
s Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
P
: 84 x/ menit
R
: 20 x/ menit
S : 36, 8 0C
s Intake dari pkl 07.00 – 14.00
adalah 9 gelas (1800 cc), Output dari pkl 07.00 – 14.00 adalah 700 cc
(menurut keluarga)
s Turgor kulit kembali dalam 4 detik
dan membran mukosa lembab
s Menurut klien minum dirinya minum 7
– 8 gelas per hari (1400 – 1600 cc)
s Klien tidak memakai selimut
|
|
|||
9.
|
31 Maret 05
|
4
|
S : -
O :
s Terdapat luka ulkus diabetikum pada
daerah jari kaki bagian telunjuk kiri dan daerah plantar kiri
s Keadaan luka masih basah
s Terdapat jaringan nekrotik pada
daerah luka
s Pus (-)
s Pembengkakan (+)
s Luka tampak berwarna kemerahan
s Terdapat adanya nyeri tekan pada
daerah sekitar luka
s Luka tercium bau amis
s Klien mendapat terapi insulin
sebanyak 16 – 16 – 14 unit/ hari
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mengobservasi tanda-tanda infeksi
s Menjaga kebersihan daerah sekitar
luka
s Memberikan obat metronidazole 500
mg drip
E :
s Luka pada daerah plantar tampak
kemerahan, granulasi (+), pus (-) sedangkan luka pada daerah jari granulasi
(-) dan pus (-)
s Daerah sekitar luka bersih
s Obat metronidazole diberikan secara
drip 500 mg
|
|
|||
11.
|
31 Maret 05
|
7
|
S :
s Klien mengatakan penglihatannya
kabur
O :
s Klien tidak bisa membaca papan nama
perawata dalam jarak 30 cm
s Terdapat ulkus diabetikum pada
daerah kaki sebelah kiri
s Tanda-tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
P
: 82 x/ menit
R
: 20 x/ menit
S : 36, 6 0C
s Kekuatan otot :
5
5
5 5
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
I :
s Mendekatkan alat-alat yang
diperlukan oleh klien
s Menganjurkan klien untuk meminta
bantuan kepada keluarga jika akan melakukan aktivitas
s Melakukan latihan pergerakan pada
kedua kaki klien baik secara aktif maupun pasif.
E :
s Alat-alat yang dibutuhkan klien
berada di meja samping tempat tidur
s Klien mengatakan selalu meminta
bantuan keluarga jika akan melakukan sesuatu
s Klien berlatih ROM aktif dan pasif
|
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan yang komprehensif merupakan hal
penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gangguan sistem endokrin : diabetes melitus
tipe II (NIDDM) dengan komplikasi ulkus diabetikum a/r pears sinistra,
neurophaty, nefrophaty + hipertensi stage II di Ruang Dahlia Perjan RS. Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S maka
penyusun dapat menyimpulkan sebagi berikut :
1. Pengkajian
Saat
pengkajian ditemukan persamaan dan perbedaan antara teori dengan kasus yaitu
mengenai data fisik dan psikologis. Sedangkan pada diagnosa keperawatan
ditemukan diagnosa yang secara teori tidak muncul namun pada kasus muncul yaitu
diagnosa gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur. Selain itu juga ada
diagnosa keperawatan yang secara teori muncul, namun pada kasus tidak muncul
yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, disfungsi seksual dan risiko
terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah.
2.
Perencanaan
Tahap perencanaan, penyusun menetapkan diagnosa sesuai
dengan kondisi klien itu sendiri. Perencanaan yang dibuat ditujukan untuk
mengatasi nyeri, merawat luka, memenuhi kebutuhan ADL, menyeimbangkan kembali
deficit cairan, memenuhi kebutuhan istirahat tidur, mengatasi nyeri kepala dan
meningkatkan control terhadap kemungkinan terjadinya cedera.
3.
Implementasi
Implementasi
dapat dilaksanakan hampir secara keseluruhan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan dengan melibatkan peran serta klien dan keluarga selama melakukan
tindakan. Selain itu juga didukung oleh adanya kerja sama antara dokter, perawat
ruangan dan penyusun sendiri selama melaksanakan asuhan keperawatan.
4.
Evaluasi
Tiga dari
tujuh diagnosa keperawatan dapat diatasi sesuai dengan criteria waktu yang
telah ditetapkan dan empat diagnosa belum teratasi secara keseluruhan, yaitu
gangguan rasa nyaman : nyeri, deficit cairan, gangguan integritas kulit dan
risiko injuri.
B. Saran
Selama melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S
penyusun mencoba menguraikan saran untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan, antara lain, klien dengan ulkus diabetikum pada daerah ekstrimitas
memerlukan perawatan luka ynag baik dengan memperhatikan teknik aseptik dan
antiseptik untuk mempercepat proses penyembuhan luka yang pada tahap lanjut
jaringan kulit akan menutup secara bertahap. Selain itu juga untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih berat berupa keadaan septikmeia,
dimana pada tahap lanjut akan menyebabkan syock septicemia dan berisiko
terhadap kematian. Hal tersebut dapat dicegah dengan meminimalisasi infeksi
nosokomial melalui perawatan luka yang benar dimana setiap pasien memiliki satu
set balutan. Hal tersebut sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya infeksi
pada luka.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. L.J., 1999, Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Alih Bahasa Ester. M., Jakarta : EGC
Doengoes. M.E., Et All,.1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa Kurniasa. I.M. Dan
Sumarwati. N.M., Jakarta
: EGC
Engram. B., 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Alih bahasa Samba. S., Jakarta : EGC
Erb, Olivieri, Kozier. 1999. Fundamental of Nursing. Kanada : by Addison-Wesley Publishing
Company
Fakultas Kedokteran UI, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Editor Mansjoer, dkk,
Jakarta : Media Aesculapius
Ganong. William F., 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, Editor Edisi Bahasa
Indonesia Widjajakusumah. D, Jakarta
: EGC
Long. B.C., 1996, Perawatan
Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Jilid 3, Alih bahasa Yayasan
Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung
Noer S, dkk, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Ketiga, Jakarta : balai Penerbit
FKUI
Nursalam, 2001, Proses
dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek, Jakarta : Salemba Medika
Pearce. C.Evelyn, 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta : PT. Gramedia
Price. S.A., dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku
2, Alih Bahasa Peter A, Jakarta : EGC
Priharjo. R., 1996, Pengkajian Fisik Keperawatan, Jakarta
: EGC
Ramali. A. dan Pamoentjak, 1994, Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah, Edisi Revisi, Jakarta : Djambatan
Rumahorbo. H, 1997, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin, Jakarta : EGC
Smeltzer. S.C. dan Bare. B.G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2, Alih Bahasa
Kuncara. H.Y., dkk, Jakarta
: EGC
Syaifuddin, 1997, Anatomi
Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2, Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar