BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Budidaya
secara harfiah berarti pemeliharaan. Dalam konteks perikanan, berarti kegiatan
pemeliharaan segala jenis sumber daya perikanan yang dilakukan oleh manusia
dalam lingkungan terkontrol untuk tujuan kesejahteraan manusia.
Usaha
budidaya perikanan baik itu budidaya tawar, payau maupun laut tidak dapat
dilakukan semaunya atau disembarang tempat. Beberapa hal harus diperhatikan
jika menginginkan keberhasilan usaha budidaya. Salah satunya yaitu harus mengetahui
evaluasi kelayakan lahan untuk budidaya perairan.
Sebagai
langkah awal budidaya adalah pemilihan lokasi budidaya yang tepat. Pemilihan
dan penentuan lokasi budidaya harus didasarkan pertimbangan aspek – aspek
meliputi aspek tanah aspek ekologis, aspek biologis, dan asprk social ekonomi ,
sehingga hatus disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan biota yang akan
dibudidaya.
1.2
Pembatasan Masalah
Mengingat
begitu luasnya pokok permasalahan yang akan diteliti serta dibahas dalam
makalah ini, maka penulis perlu melakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan
masalah tersebut adalah “Bagaimana evaluasi kelayakan lahan untuk usaha
budidaya perairan dalam aspek tanah, aspek ekologis, aspek biologis, dan aspek
sosial ekonomi”.
1.3
Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka
permasalahan
yang dirumuskan antara lain :
1.
Bagaimana evaluasi
kelayakan tambak untuk budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ?
2.
Bagaimana kriteria
dalam penentuan lokasi usaha budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) yang
mencakup aspek tanah, aspek ekologis, aspek biologis dan aspek social ekonomi ?
1.4 Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Dengan adanya
penulisan makah ini, mahasiswa mengetahui evaluasi kelayakan tambak untuk
budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ?
2.
Sebagai saran
peningkatan wawasan dan juga ilmu bagi penulis sendiri khususnya tentang
evaluasi kelayakan lahan budidaya perairan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
Kelayakan Lahan
Evaluasi
kesesuaian perairan adalah suatu proses pendugaan potensi perairan yang telah
dipertimbangkan menurut kegunaannya dan membandingkan serta menginterpretasikan
serangkaian data. Pemilihan lokasi sangat menentukan keberhasilan usaha
budidaya komoditas perikanan, untuk itu perlu dipertimbangkan factor yang
sangat terkait misanya factor teknis, biologis dan social ekonomi termasuk tata
ruang.
2.2 Budidaya
Tambak
Usaha
budidaya tambak tersebar hampir diseluruh daerah pesisir dengan tingkat
pemanfaatan yang berbeda. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2005),
tingkat pemanfaatan lahan di Jawa Barat untuk budidaya air payau mencapai taraf
91,11%. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2009) hingga tahun 2009
tingkat pemanfaatan lahan untuk tambak di Indonesia mencapai 606.680 ha atau
57,91% dari seluruh lahan budidaya.
Budidaya
tambak merupakan kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi),
menumbuhkan serta meningkatkan mutu biota akuatik di dalam suatu kolam, dan
agar dapat diperoleh suatu hasil yang optimal maka perlu disiapkan suatu
kondisi tertentu yang sesuai bagi komoditas yang akan dipelihara (Effendi
2009). Dahuri et al. (1997) menyatakan bahwa agar budidaya perairan dapat
berkelanjutan dan optimal, maka pemilihan lokasi harus dilakukan secara benar
dan menurut pada kaidah- kaidah ekologis dan ekonomi.
Budidaya
tambak memiliki komponen keruangan serta perbedaan
karakteristik
biofisik dan sosial ekonomi dari setiap lokasi. Banyak usaha budidaya tambak
intensif belum memanfaatkan kelebihan sistem informasi geografis dalam
melakukan pemilihan lokasi dan pengelolaan budidaya, dimana hal tersebut
penting dilakukan untuk menghindari kegagalan usaha.
2.3
Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksudkan untuk
menjamin keselarasan lingkungan antara lokasi pengembangan usaha
budidaya dengan pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di lingkungan
sekitarnya. Pemilihan lokasi dilakukan dengan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan suatu lahan untukkonstruksi tambak
dan operasionalnya, mengidentifikasi kemungkinan dampak negatif dari
pengembangan lokasi dan akibat sosial yang ditimbulkannya, memperkirakan
kemudahan teknis dengan finansial yang layak dan menimalkan timbulnya
resiko-resiko yang lain.
Pemilihan lokasi yang tepat untuk usaha budidaya udang
vaname akan menentukan tingkat keberhasilan produksi. Elevasi atau tingkat
kemiringan lokasi dan karakter pasang surut air laut perlu dipertimbangkan Hal
ini berkaitan dengan Pengairan, pergantian air dan pengeringan tambak. Begitu
juga dengan jarak area pertambakan dengan daerah pantai, karena areal tambak
yang jauh dari pantai akan kesulitan dalam penyediaan air laut bahkan
membutuhkan dana yang besar untuk operasional.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang
vannamei termasuk pada famili Penaidae yaitu udang laut. Udang vannamei berasal
dari Perairan Amerika Tengah. Negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti
Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko sudah lama membudidayakan jenis
udang yang juga dikenal dengan nama pacific white shrimp.
Vannamei
banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain, relatif tahan
penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat tebar
tinggi, sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio rendah
(Hendrajat et al. 2007). Tingkat kelulushidupan vannamei dapat mencapai
80 - 100% (Duraippah et al. 2000), dan menurut Boyd dan Clay (2002),
tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Berat udang ini dapat bertambah lebih
dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2).
Ukuran tubuh maksimum mencapai 23 cm. Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram
dan diatas berat tersebut, L.vannamei tumbuh dengan lambat yaitu 7
sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan
(Wyban et al. 1995).
Udang
vannamei termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami
yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom
air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Kandungan
protein pada pakan untuk udang vannamei relatif lebih rendah dibandingkan udang
windu. Menurut Briggs et al. (2004), udang vannamei membutuhkan pakan
dengan kadar protein 20-35%.
Budidaya
udang vannamei sangat dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal
lingkungan tambak. Kualitas benih, persiapan tambak, manajemen kualitas air,
manajemen pakan, maupun cuaca sangat menentukan
keberhasilan
budidaya udang. Manipulasi manajemen budidaya sangat diperlukan untuk
meningkatkan produksi udang putih, salah satunya adalah dengan manipulasi
kepadatan tebar (Wardiyanto 2008).
3.2
Klasifikasi Udang Vannamei
Klasifikasi
udang menurut Boone (1931) adalah :
Kingdom:
Animalia
Phylum:
Arthropoda
Subphylum:
Crustacea
Class:
Malacostraca
Order:
Decapoda
Suborder:
Dendrobranchiata
Family:
Penaeidae
Genus: Litopenaeus
Species: L.
vannamei
3.3
Kriteria aspek dalam penentuan atau pemilahan lokasi Usaha Budidaya Udang
Vannamei
3.3.1
Aspek Tanah
Persyaratan tanah memegang peranan penting dalam menentukan baik
tidaknya tanah untuk usaha budidaya. . Kualitas tanah tambak berperan
penting dalam usaha budidaya tambak, bukan hanya karena pengaruhnya terhadap
produktivitas maupun kualitas air yang berada diatasnya, namun juga karena
faktor kesesuaiannya untuk konstruksi pematang dan selokan disekitar tambak.
Sifat fisik tanah harus diketahui sebelum pembangunan
areal tambak agar tambak yang dibangun tidak bocor dan kuat. Sifat fisik tanah
dapat diketahui dari teksturnya yaitu perbandingan kandungan butir-butir pasir,
debu dan tanah liat dalam tambak tersebut. Jenis tanah
untuk tambak vaname sebaiknya liat berpasir (untuk menghindari kebocoran).
Dimana liat (60-70%) dan pasir ( 30-40%).
Usaha
budidaya tambak vanname sebaiknya memilih lokasi
yang
datar dan tidak lebih tinggi dari pasang tertinggi atau lebih rendah dari surut
terendah. Hal tersebut berkaitan dengan kemudahan dalam penggalian dan perataan
tanah, pergantian air tambak dan pengeringan serta menghindari kesulitan dalam
pengelolaan air. Pada tanah bergelombang dimungkinkan terjadinya penggalian
tanah yang banyak dan menyebabkan lapisan tanah yang subur terbuang. Tanah yang
datar umumnya memiliki tingkat kelerengan sekitar 0 – 3%.
Dalam
pemilihan lokasi pertambakan vanname pH tanah juga penting untuk di cek dan
diketahui karena pH tanah mempengaruhi pH air. pH yang baik untuk lokasi
pertambakan vanname adalah 6.00 – 8.00. karena pada pH tersebut tanah kaya akan
unsure hara.
3.3.2
Aspek Ekologi
Daerah yang ideal untuk dijadikan
lahan tambak vanname adalah daerah dengan curah hujan 2000 mm/ tahun dengan
bulan kering 2 -3 bulan. Apabila curah hujan melebihi 2000 mm/ tahun dan tidak
terdapat bulan kering atau hujan sepanjang tahun, maka akan menimbulkan masalah
besar. Kondisi seperti ini sangat penting untuk diperhatikan, agar tambak dapat
berproduksi lebih baik dan stabil, untuk memperbaiki sifat fisik tanah,
meningkatkan mineralisasi bahan organik, dan menghilangkan bahan toksik seperti
H2S, serta untuk menumbuhkan pakan alami dalam tambak, maka perlu dilakukan
pengeringan dasar tambak secara rutin menjelang penebaran benur, yang mana
semua hal tersebut memerlukan bulan kering.
Salah satu faktor yang menunjang
kelangsungan usaha tambak udang adalah sumber air laut. Laut adalah sumber
utama pemasok air bagi pertambakan air payau. Pasokan air tawar untuk tambak
dapat diperoleh dari aliran sungai, saluran irigasi untuk sawah, dan sumur air
tanah. Tambak dibangun dipinggir pantai untuk kemudahan pengairan, yakni
pengisian dengan air laut atau air payau. Tambak udang biasanya dikembangkan di
kawasan intertidal, pada area terlindung dekat
sungai, muara sungai, dan area
mangrove. Selain sebagai sumber pasokan air, kedekatan tambak dengan pantai
bertujuan untuk mencapai kesempurnaan pengeluaran air limbah. Hal tersebut akan
berpengaruh terhadap proses pengeringan dasar tambak yang lebih baik, dengan
catatan bahwa lokasi disepanjang pantai tidak berlumpur karena proses siltasi.
Dua hal yang berkenaan dengan pasang
surut adalah proses pemasukkan dan pembuangan air dalam proses produksi tambak.
Kisaran fluktuasi pasang surut air laut yang dianggap memenuhi persyaratan
untuk tambak adalah 1,7 – 2 meter. Jika suatu daerah memiliki fluktuasi pasang
surut lebih dari dua meter, maka daerah tersebut membutuhkan pematang ekstra
kuat untuk menahan air pasang. Daerah dengan tunggang pasut lebih rendah dari
1,7 meter menyebabkan kurangnya suplai air untuk memenuhi kebutuhan tambak,
namun masih dapat dijadikan sebagai tambak, dengan memanfaatkan pompa untuk
membantu mengalirkan air dari dan ke dalam tambak.
3.3.3
Aspek Biologis
Udang vaname mempunyai karakteristik budidaya yang sangat
bagus. Udang tumbuh dengan cepat sampai ukuran 20 gram, dengan laju
pertumbuhan 3 gram per minggu dalam kepadatan 100 ekor /m2 . Setelah
20 gram, udang tumbuh lambat yaitu 1 gram per minggu dan betina tumbuh lebih
cepat dari pada jantan. Udang mempunyai toleransi salinitas yang cukup lebar
yaitu 2 – 40 ppt, tetapi akan tumbuh lebih cepat pada salinitas rendah, ketika
terjadi isoosmotic antara lingkungan dan darah. Pada salinitas 33
ppt larva udang vaname tumbuh sangat bagus. Temperatur juga sangat mempengaruhi
pertumbuhan. Udang akan mati jika berada pada suhu dibawah
15°C atau diatas 33°C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub letal stres
terjadi
pada 15-22°C dan 30-33°C. Temperatur optimum untuk
udang vaname adalah antara 23 -
30°C. Efek temperatur terhadap pertumbuhan adalah
perkembangan stadia dan ukuran. Sebagai contoh, udang kecil (1 gram)
tumbuh cepat dalam air hangat (30°C), udang medium (12 gram) dan udang besar
(18 gram) pertumbuhan tercepat terjadi pada temperatur 27°C dari pada pada
30°C.
Benur
vanname yang digunakan adalah PL 10 - PL 12 berat wal 0,001g/ekor diperoleh
dari hatchery yang telah mendapatkan rekomendasi bebas patogen, Spesific
Pathogen Free (SPF). Kreteri benur vannamei yang baik adalah mencapai ukuran PL
- 10 atau organ insangnya telah sempurna, seragam atau rata, tubuh benih dan
usus terlihat jelas, berenang melawan arus.
Sebelum benuh di tebar terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi terhadap suhu dengan cara mengapungkan kantong yang berisi benuh ditambak dan menyiram dengan perlahan-lahan. Sedangkan aklimatisasi terhadap salinitas dilakukan dengan membuka kantong dan diberi sedikit demi sedikit air tambak selama 15-20 menit. Selanjutnya kantong benur dimiringkan dan perlahan-lahan benur vannamei akan keluar dengan sendirinya. Penebaran benur vannamei dilakukan pada saat siang hari. Padat penebaran untuk pola tradisional tanpa pakan tambahan dan hanya mengandalkan pupuk susulan 10% dari pupuk awal adalah 1-7 ekor/m². Sedangkan apabila menggunakan pakan tambahan pada bulan ke dua pemeliharaan, maka disarankan dengan padat tebar 8-10 ekor/m².
Sebelum benuh di tebar terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi terhadap suhu dengan cara mengapungkan kantong yang berisi benuh ditambak dan menyiram dengan perlahan-lahan. Sedangkan aklimatisasi terhadap salinitas dilakukan dengan membuka kantong dan diberi sedikit demi sedikit air tambak selama 15-20 menit. Selanjutnya kantong benur dimiringkan dan perlahan-lahan benur vannamei akan keluar dengan sendirinya. Penebaran benur vannamei dilakukan pada saat siang hari. Padat penebaran untuk pola tradisional tanpa pakan tambahan dan hanya mengandalkan pupuk susulan 10% dari pupuk awal adalah 1-7 ekor/m². Sedangkan apabila menggunakan pakan tambahan pada bulan ke dua pemeliharaan, maka disarankan dengan padat tebar 8-10 ekor/m².
3.3.4 Aspek
Sosial Ekonomi
Lokasi
budidaya tambak di pesisir harus memperhatikan keberadaan dan kelestarian
mangrove, karena kawasan mangrove memiliki peranan yang sangat penting, maka
diperlukan pengelolaan yang pada dasarnya memberikan legitimasi agar dapat
tetap lestari.
Penetapan
jalur hijau mangrove sebagai pelindung daerah pesisir dituangkan dalam Surat
Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan Nomor KB.550/264/Kpts/4/1984
dan Nomor 082/Kpts-II/1984, yang menyebutkan bahwa lebar sabuk hijau mangrove
adalah 200 m. Surat Keputusan tersebut kemudian dijabarkan melalui Surat Edaran
Nomor 507/IV-BPHH/1990 tentang penentuan lebar sabuk hijau hutan mangrove,
yaitu sebesar 200 meter di sepanjang pantai dan 50 m disepanjang tepi sungai.
Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden No.32 tahun 1990 tentang
pengelolaan kawasan lindung, yakni lebar jalur hijau (m) adalah 130 x rata-
rata tunggang air pasang purnama (tidal range).
Persyaratan
non teknis pemilihan lokasi untuk tambak udang vaname :
a.
Dekat dengan daerah pantai dengan fluktuasi pasang surut 2 –3m
b.
Sumber air
tawar harus cukup
c.
Lokasi tambak
harus memiliki green-belt (hutan mangrove) agar terhindar dari besarnya
gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi.
d.
Dekat dengan
jalan raya untuk transportasi penyediaan sarana produksi maupun panen
e.
Dekat dengan
sumber tenaga kerja
f.
Dekat dengan daerah pemasaran termasuk cold storage
g.
Jauh dari pabrik maupun daerah pemukiman penduduk yang padat
h.
Terdapat sumber listrik dan sarana komunikasi
i.
Dekat dengan
sumber benih vaname
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan dan Saran
Usaha
budidaya perikanan baik itu budidaya tawar, payau maupun laut tidak dapat
dilakukan semaunya atau disembarang tempat. Beberapa hal harus diperhatikan
jika menginginkan keberhasilan usaha budidaya. Salah satunya yaitu harus
mengetahui evaluasi kelayakan lahan untuk budidaya perairan. Budidaya Udang
Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain,
relatif tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari),
padat tebar tinggi, sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio rendah.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagai criteria dalam penentuan atau
pemihan lokasi budidaya antara lain Aspek tanah, aspek ekologis, aspek biologis
dan aspek sosial ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Cencer,
Irul. 2011. Budidaya Perairan (Aquakultur). http://laodekhairummastufpik.blogspot.com/2011/06/budidaya-perairan-aquakultur.html.
Diakses pada tanggal 25 April 2013. Pukul 20.00 WIB
Ø Idha
Wijaya, Nirmalasari.2007.Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Kawasan
Perikanan Budidaya di wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur. Institut
Pertanian Bogor.
Ø Margoensir,
Mad.2012. Budidaya Udang Vanname. http://vanamei.blogspot.com/.
Diakses pada tanggal 25 April 2013. Pukul 20.05 WIB
Ø Mukhlis.
2011. Mukhlis_Perikanan_Umpar. http://mukhlis-budidaya-ikan.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html.
Diakses pada tanggal 25 April 2013. Pukul 20.15 WIB
Ø Suryanto
Suwoyo,Hidayat.2009. Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar Tambak
Intensif Udang Vanname (Litopenaeus vanname). Institut Pertanian Bogor
Ø Ulis.
2010. Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak Udang di Daerah Pesisir Kabupaten
Muna Bagian Barat Sulawesi Tenggara. http://afatarulis81.blogspot.com/p/proposal-thesis.html.
Diakses pada Tanggal 25 April 2013. Pudul 19.00 WIB
Ø Wisaksanti
Rudiastuti, Aninda. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Sistem
Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha. Institut Pertanian Bogor.
KOMENTAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar