PENGOLAHAN DAN
PENGAWETAN BAHAN MAKANAN
DISUSUN OLEH :
NAMA : MENIK
NIM : 913 04 016
JURUSAN : AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH TINGGI
PERTANIAN WUNA
RAHA 2016
PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN BAHAN MAKANAN
SERTA PERMASALAHANNYA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan
memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan
jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk
menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan
melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan
perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab
dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin
sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan
makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam
keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau
telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau
petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet
yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?
Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat
saat ini mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun
makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi.
Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih
disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai
gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah
pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai
pelaku penyedia produk makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji
dan hanya berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di
pasar sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam
pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan
belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi,
kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru
ini ialah penggunaan formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok
masyarakat dengan bebrbagai dalih untuk menambah rasa dan keawetan makana tanpa
memperdulikan efek bahan yang digunankan terhadap kesehatan masyarakat, hal
inilah yang mendorong diperlukannya berbagai regulasi/peraturan dari instansi
terkait Agar dapat melindungi konsumen dari pelbagai masalah keamanan pangan
dan industri pangan diindonesia. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian
juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Departemen Perindustria rekonstruksi budaya Selain itu diperlukan juga adanya
rekonsruksi budaya guna merubah kebiasaan dan memberikan pemaham kepada
masyarat akan pentingnya gizi bagi keberlangsungan kehidupan
PEMBAHASAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai
faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat
aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih
pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan
factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya,
makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan
makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas
pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah
aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan
a. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu
pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24
sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan
selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau
kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah
dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri,
sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di
biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian
berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda
pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa
bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
b. Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan
tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh
lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah
di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping
keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu
karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya,
misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu
pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali
(rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara
untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan
tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan.
c. Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan
yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan
kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas
plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal
sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik,
tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair
yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan
biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan
sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran
plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang –
lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan
plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat
menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan
ketupat dan sejenisnya.
d. Pengalengan
Namun,
karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan
sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain
(terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila
kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan
pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan
bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba,
dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara
komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan
pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan
kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita
rasa.
e. Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu
mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan
tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia :
cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan,in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan
growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah
ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis
pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya
kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi
bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C
) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida )
dengan ketebalan 0,001 mm.
f. Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan
pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan
seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi
karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya
jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak
mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan
untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan
makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses
pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba
pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan
cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan
menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.
g.Teknik fermentasi
.fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber
makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan
menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan
turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu
sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare,
atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba
dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar
ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri
laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH
(keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk
bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin
juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan
lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di
dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat
adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat
enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi
asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan
membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil
fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari.
Yang paling terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan
selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan.
Bekasam atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan
cara fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang
digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas
penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)
h.Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada
suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu
teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah.
Sedangkan menurut Winarno et
al. (1980), iradiasi adalah teknik
penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi
buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan
foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan
radiasi pengion, contoh radiasi pengion adalah radia Contoh radiasi
pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan, 1984;
Winarnogdan gelombang elektromagnetik b,asi partikel et
al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk
pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60)
dan 137Cs
(caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan
listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama
terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi
radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada
iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis
khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang
digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak
sehingga tidak dapat diterima konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang
harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara
luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat
dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik,
mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Tabel 5. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan
iradiasi pangan
Tujuan
|
Dosis (kGy)
|
Produk
|
Dosis rendah (s/d 1 KGy)
Pencegahan pertunasan
Pembasmian serangga dan parasit
Perlambatan proses fisiologis
|
0,05 – 0,15
0,15 – 0,50
0,50 – 1,00
|
Kentang, bawang putih, bawang bombay, jahe,
Serealia, kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan,
daging kering
Buah dan sayur segar
|
Dosis sedang (1- 10 kGy)
Perpanjangan masa simpan
Pembasmian mikroorganisme perusak dan patogen
Perbaikan sifat teknologi pangan
|
1,00 – 3,00
1,00 – 7,00
2,00 – 7,00
|
Ikan, arbei segar
Hasil laut segar dan beku, daging unggas segar/beku
Anggur(meningkatkan sari), sayuran kering (mengurangi
waktu pemasakan)
|
Dosis tinggi1 (10
– 50 kGy)
Pensterilan industri
Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan
komponennya
|
10 – 50
|
Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang,
makanan steril
|
1 Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius
Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini
Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai
macam bahan pangan hasil iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya
senyawa yang toksik. Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah
terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan,
sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november
1980. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi
tidak melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia.
Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang
diperlukan, pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang
diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang
sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya
digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun
1996.
Permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan
makanan
Pada pengolahan bahan pangan zat gizi yang terkandung dalam
bahan pangan dapat mengalami kerusakan bila di olah, karena zat itu peka
terhadap PH pelarut, oksigen, cahaya dan panas atau kombinasinya. Unsu-unsur
minor terutama tembaga, besi, dan enzim dapat mengkatalisis pengaruh tersebut.
Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat
gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Di dalam
masyarakat ada beberapa macam cara pengolahan dan pengawetan makanan yang di
lakukan kesemuanya untuk meningkatkan mutu makanan yang di maksut dengan tudak
mengurangi nilai gizi yang di kandungnya. Pada dasarnya bahan makanan diolah
dengan tiga macam alasan:
1.
Menyiapkan bahan makanan untuk
dihidangkan
2.
Membuat produk yang di kehendaki
termasuk di dalamya nutrifikasi bahan makanan, (contoh: roti)
3.
Mengawetkan, mengemas dan menyimpan
(contoh: pengalengan)
Pengolahan makanan di lakukan dengan maksut mengawetkan,
lebih intensif dari pada memasak biasa kecuali bahan makanan harus di masak,
juga misalnya pada canning, makanan itu harus di sterilkan dari jasad renik
pembusuk. Untuk beberapa jenis makanan, waktu yang di perlukan untuk proses itu
cukup lama, sehingga dapat di pahami mengapa kadar zat makanan dapat menurun,
akan tetapi dengan penambahan zat makanan (nutrien) dalam bentuk murni sebagai
pengganti yang hilang maka hal seperti di atas dapat di atasi.
1. Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan bahan
makanan siap hidang
Bahan
makanan yang di olah sebelum di masak.
Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di
hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara
pengolahan tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh
beras dari padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu.
Setelah di giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti
di simpan, di angkut, di cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan yang di
lakukan dengan cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas
rendah, karena butir beras menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada
proses pemisahan dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu
intensif, sehingga menghasilkan beras yang putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena bagian-bagian yang mengandung zat
makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan kulit ari) turut terbuang.
Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga masih di gemari pula.
Presentase
beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%, ke atas.
Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak, atau di
pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas pekerja.
Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas
beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan
dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di
buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang
mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh
melalui proses penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil
penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara
menumbuk berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari
sebagian besar dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling
dengan cara setengah giling (half milled rice).
Bahan
makanan pada waktu di masak
Di sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil
beberapa contoh, mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di
lakukan untuk memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh
memasak terhadap beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang
paling penting dan dikenal di Indonesia.
1.
Memasak nasi
Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di
masukan dalam karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai
sekali-sekali. Kemudian penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam
keadaan terbuka tanpa mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan
lain-lain. Justru karena itulah beras sering kali kotor mangandung debu,
batu-batu kecil dan mungkin masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga.
1.
Memasak sayuran
Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam
keadaan mentah sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena
memberikan pada menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada
biji-bijian yang sebaiknya tidak di makan mentah karena mengandung zat yang
merugikan badan. Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya,
karena pengaruh berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang
dipertahankan tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu
sendiri serta cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah
rusak ialah yang tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut
dalam air dan yang mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan
ini yang paling banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang
dapat berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat
asam-asam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu.
Dengan singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar
nutrien di dalam sayuran yang di masak ialah :
1.
bila jumlah air perebus yang di
pakai terlalu banyak
2.
bila air perebus ini kemudian bila
di buang setelah di pakai, dan tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari
masakan
3.
bila sayuran akan di rebus itu di
potong-potong dalam ukuran yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di
masak
4.
bila air perebus tidak di biarkan
mendidih dahulu sebelum sayuran di masukan ke dalamnya
5.
bila pada waktu merebus, panci di
biarkan terbuka
6.
bila di pergunakan panci atau lainya
yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap
vitamin, misalnya alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.
Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak
(di tumis misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga
suhu yang diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang
mudah rusak oleh suhu memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak
mungkin dapat melindungi berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat
asam.
1.
Memasak daging
Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan
di panggang. Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai
gizi, bahkan dengan memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini
di sebabakan oleh berbagai proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein
(denaturation
and coagulation). Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat dengan
aroma yang menarik selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh kaldu (boullion), daging panggang dan sebagainya. Mungkin dengan mamanggang
daging dapat terjadi penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu lemak
mencair, mungkin terbawa zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam arang dan
terjadi ikatan-ikatan organic yang merugikan tubuh.
Pengolahan bahan makanan untuk dijual ke pasar.
Di
Indonesia dikenal banyak sekali makanan ynga telah di olah dengan berbagai cara
dengan tujuan memberikan variasi dalam menu sehari – hari. Beberapa dari
makanan seperti itu memilki nilai gizi yasng tinggi. Untuk menaqrik perhatian
pembeli sering makanan atau minuman yang dijual di beri warna. Produsen makanan
rakyat sering menggunakan zat warna yang tidak dipruntukan makanan, karena
harganya lebih murah. Yang sering dipergunakan dalah zat warna tekstil.
Tempe
Tempe terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar protein
tnggi. Seperti diketahui sumber – sumber protein nabati dengan kadar protein
yang tinggi, belum tentu tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan oleh
lapisan selulosa di dalam jaringan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan
yang sukar dicerna. Disamping itu pada berbagai kacang terdapat berbagai jenis
enzim yang mempunyai fungsi bertentangan dengan enzim – enzim percernaan di
dalam tubuh kita (trypsine
inhibitor).
Pada
pembuatan tempe, jamur yang menumbuhi dapat mencerna sebagian besr selulosa
menjadi bentuk yang lebih muda untuk dicerna oleh tubuh manusia. Juga pada
proses pembuatan tempe, trypsine
inhibitor tadi menjadi tidak aktif lagi,
sehingga nilai biologi tempe menjadi lebih baik jika dibandikan dengan kacang
kedelai biasa.
Tape singkong
Pada
pembuatan tape singkong pada dasarnya ialah proses fermentasi. Hal yang menarik
di sini bahwa hidrosianida (HCN) yang mulanya mungkin terdapat dalam sinkong itu
akan hilang atau a kan tersisa sedikit sekali setelah diubah menjadi tape.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keracunan singkong telah membawa banyak
korban pada orang – orang yang tidak mengetahui terdapatnya racun ini pada
jenis singkong yang tertentu.
Tahu
Makanan
ini terbuat dari kacang kedelai dan merupakan makanan yang relative mahal
karena tersusun dari dispersed protein yang berasal dari kacang kedelai itu.
Pada proses pembuatannya protein kedelai telah di masak dalam waktu yang cukup
lama serta di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai daya cerna (digestibility) yang
tinggi.
Pindang
Makanan
ini di buat dengan cara fermentasi juga. Pada pindang yang baik kualitasnya,
tulang-tulang ikan pun dapat menjadi sedemikian empuk, sehingga dapat di makan.
Kecap
Kecap di buat dari kacang kedelai yang proteinya sebagian
besar telah di hidrolisa (oleh jamur) mendapat campuran asam amino yang mudah
di serap.
Ada 6 dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk
pengawetan. Keenam prinsip ini adalah:
1.
Pengurangan air – pengeringan,
dehidrasi, dan pengentalan
2.
Perlakuan panas – blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3.
Perlakuan suhu rendah – pendinginan
dan pembekuan
4.
Pengendalian makanan – fermentasi
dan aditif asam
5.
Berbagai macam zat kimia aditif
6.
Iradiasi
Prinsip pengawetan bahan makanan didasarkan atas bagaimana
caranya memanipulasikan faktor – faktor linkungan bahan makanan yang dimaksud.
Sebagai contoh mikroba membutuhkan suhu optic untuk pertumbuhannya. Suhu yang
lebih tinggi merusak pertumbuhan sedangkan suhu yanag lebih rendah sanagat
menghambat metabolisme.
Metabolisme mikroba memerlukan banyak air vbebes
penghilangan air secara biologis aktif dengan perlakuan pengeringan atau
dehidrasi menghentikan pertumbuhan mokroba. Perlakuan ini juga menurunkan akti
fitas enzim dan reaksi – reaksi kimia. Proses ketengikan lipid akan menurun
apabila air sruktural yang melindungi dibiarkan tetap seperti semula. Pengaruh
penuapan air terhadap perubahan zat gizi dalam prose p[engeringan relative
kecil kalau suhu pengeringannya sedang dan bahan makanan dikemas cukup baik.
Pengeringan beku yaitu pengringan sublimasi dalam ruangan vakum pada suhu
rendah mnemberikan keuntungan lebih daripada pengeringan suhu tinggi ditinjau
dari sudut pengawetan gizi.
Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein
seperti innaktif mikroba dan enzim – enzim yang lain. Pasteurisasi membebaskan
bahan makan terhadap pathogen dan sebagian besar sel vegetatif mikroba
sedangkan sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses memnetikan bsemua mikroba
yang hidup. Sterilisasi dengan panas merupakn proses pengawetan makanan yang
paling efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang
labil, terutuma vitamin – vitamin dan menurunnya nilai gizi protein terutama
pada reaksi mallard.
Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku
ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling
tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju
reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti
dalam penyimpanan suhu beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sala
sebelum pembekuana perlu dikukus terlebih dashulu untuk mencegah perubahan
kwalitas yang tidak didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila
dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas
secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan
pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Kerusakan bahan makanan yang derajat keasamannya rendah
secara relative berjalan cepat. Pertumbuhan organisme penyebab kerusakan bahan
makanan sangata terhambat dalam lingkungan yang keasamannaya tinggi. Salah satu
cara pengawetan bahan makanan adalah menurunkan Ph bahan makanan tersebut
dengan cara fermentasi anaerob senyawa karbohidrat menjadi asam laktat.
Keasaman beberapa beberapa bahan makanan dapat dinaikkan dengan penambahan asam
seperti cuka atau sama sitrat oleh prose fermentasi kecil. Dalam kandungan zat
gizi makanan dapat ditingkatkan terutama melalui sinesis vitamin dan protein
oleh mikroba.
Zat aditif berupa zat kimia mempunyai daya pengawet terhadap
bahan makanan karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba
reaksi kimia enzimatis dan kimia. Pengolahan demikian termasuk pola penggunaan
agensia kiuring dan pengasapan produk daging, pengawetan kadar gula tinggi
untuk sayuran dan buah-buahan serta perlakuan dengan berbagai macam zat kimia
aditif. Pengaruh cara initerhadap zat gizi bervariasi namun pada umumnya kecil.
Upaya mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan
pengawetan makanan
Dalam pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah
hilangnya atau berkurangnya kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna,
dan bau di lakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Mengunakan
teknik pengolahan dan pengawetan yang berorientasi gizi.
1.
Memasak
nasi
2.
Kehilangan thiamin pada nasi dapat
di lakukan dengan cara yaitu sebelum di masak hendaknya pencucian yang di
lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali saja dan cara masaknya dengan
meliwet.
3.
Memasak
sayuran
4.
Sebelum di masak sayuran jangan di
potong kecil-kecil sebab ruas permukaan yang meningkat akan menyebabkan nilai
gizi yang hilang juga banyak.
1.
Gunakan air secukupnya
2.
Biarkan air yang akan di gunakan
untuk merebus mendidih terlebih dahulu sebelum sayuran di masukan.
3.
Panci yang di gunakan untuk memasak
harus di tutup.
4.
Jangan mengunakan panci atau alat
lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap
vitamin.
5.
Gunakan air rebusan sebagai kuah.
6.
Pengawetan sayuran dengan cara
pendinginan harus memperhatikan suhu optimum sayuran yang di maksud agar tidak
terjadi pembusukan karena aktifitas mikroorganisme dan lain-lain.
Contoh: Kol pada suhu 00 C,
buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C, Wortel 0,1,50 C.
Ikan atau daging
1.
pink spoilage dapat di cegah dengan
mengunakan larutan sodium hypochlorite atau bahan lain yang serupa, dengan
dosis tidak lebih dari 500 ppm.
2.
Case
hardening dapat di cegah dengan cara membuat
suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak
terlalu cepat.
3.
freezer burn dapat di cegah dengan cara membungkus daging yang di maksud.
Buah
Pada
pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau memberi kilap maka
kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.
Susu
Pada susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu
<600 C sedangkan untuk pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30
menit atau 82,2 0 C selama 16-20 detik.
1.
Suplementasi
bahan gizi
Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino,
vitamin, dan mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal
mungkin jika menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan
tubuh akan bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi
dapat di tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita
butuhkan. Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar,
sayuran dan lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara
langsung maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala
buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak,
protein, vitamin, dan mineral.
1.
Bahan tambahan makanan
(bahan Aditif) dan kesehatan
Bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan yang
tidak lazin dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi
khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan
dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan suatu
makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang
praktis dan awet menunjang berkembangnya penggunaan BTM yang secara bermakna
berperan besar dalam rantai produksi dan pengolahan sejak abad ke-19. Seiring
dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan, Timbul berbagai diskusi dan
keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan penggunaan BTM, termasuk bagaimana
langkah-langkah pengendalian yang tepat diperlukan.
Jenis BTM sangat beragam sesuai dengan fungsi dan tujuan
penggunaannya, yaitu sebagai antioksidan, mencegah penggumpalan, mengatur
keasamam makanan, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,
pengental, pengawet, pewarna, pengeras, penyedap rasa, penguat rasa,
sekuestran, enzim dan penambah gizi, serta fungsi lainnya seperti pelembab,
antibusa, pelarut, karbonasi, penyalut, dan pengisi.
WHO mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi
kriteria sebagai berikut : (1). Aman digunakan, (2). Jumlahnya sekedar memnuhi
kriteri pengaruh yang diharapkan, (3). Sangkil secara teknologi, (4). Tidak
boleh digunakan utnuk menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal.
Bahan baku BTM dari bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih
stabil, dan lebih murah. Namun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik, baik pada hewan maupun
manusia.
Agar dapat dengan baik melindungi konsumen dari berbagai
masalah keamanan pangan dan industri pangan di Indonesia, berbagai peraturan
dikeluarkan oleh instansi terkait. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian
juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan
Departemen Perindustrian.
Suatu jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya
karena secara obyektif memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah
dilarang oleh peraturan, juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi
dengan ukuran yang berlebihan dan sering dikonsumsi.
Jenis BTM yang boleh digunakan sepanjang masih sesuai dengan
ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan bahan tambahan yang dilarang digunakan
pada makanan berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan
perubahannya No.
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
Pewarna buatan
Dalam proses pengolahan bahan pangan kadang kala terdapat
kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit di pakai untuk mewarnai
bahan makanan. Karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Zat
pewarna yang berbahaya dan dilarang digunakan sebagai BTM, obat-obatan dan
kosmetika telah diatur menurut ketentuan Peraturan Menkes RI Permenkes RI No.
239/Men.Kes/Per/V/85, yaitu;
Nama
|
Batas maksimum penggunaan
|
Merah (45430)
|
0,1 g/kg (Es krim), 0,2-0,3 g/kg (jem, jeli, saus, buah kalengan)
|
Hijau (42053)
|
0,1 g/kg (es krim), 0,2 g/kg (jeli, buah alengan), 0,3g/kg
(acar)
|
Kuning (15985)
|
0,1 g/kg (es krim0, 0,2 g/kg (jeli, buah kalengan), 0,3
g/kg (acar)
|
Coklat (20285)
|
0,07 g/kg (minuman ringan), 0,3 g/kg (makanan lainnya)
|
Biru (42090)
|
0,1 g/kg (Es krim), 0,2 g/kg (jeli buahkalengan), 0,3g/kg
(acar)
|
Serta ada beberapa pewarna lainnya seperti:Auramine,
Alkanet, Butter Yellow, Black 7984, Burn Umber, Chrysoidine, Chrysoine S,
Citrus Red No. 2, Chocolate Brown FB, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green
B, Indanthrene Blue RS, Magenta, Metanil Yellow, Oil Orange SS, Oil Orange XO,
Oil Yellow AB, Oil Yellow OB, Orange G, Orange GGN, Orange RN, Orchil and
Orcein, Poncheau 3R, Poncheau SX, Poncheau 6R, Rhodamine B,SudanI, Scarlet GN, dan
Violet 6 B.
1.
Pengawet
buatan
Bahan tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh
perusahaan-perusahaan yang memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman
label pada produk pangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan
pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian
kemasan pangan.
Label :
§ Nama produk
§ Berat bersih atau isi bersih
§ Nama dan alamat pabrik yang memproduksi atau memasukkan
pangan ke wilayah Indonesia.
Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan
Makanan, mencakup:
Nama
|
Batas maksimum
|
Asam Benzoat
|
600/kg (kecap, minumanringan) 1 g/kg (acar, margarin, sari
nanas, saus, makanan lainnya
|
Kalium Bisulfit
|
50mg/kg(kentang goreng),
100mg/kg(udang beku), 500 mg/kg(sari nanas)
|
Kalium Nitrit
|
50 mg/kg (keju), 500mg/kg (daging)
|
Bahan pengawet lainnya: Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Oksida, Etil
p-Hidroksida Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Meta Bisulfit ,Kalium Nitrat,
Kalium Sorbat Kalium, sulfit Kalsium benzoat, Kalsium Propionat, Kalsium
Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoat, Natrium Bisulfit Natrium
Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit Natrium, Propionat Natrium,
Sulfit Nisin Propil-p-hidroksi, Benzoat um Sulfit
|
Sehubungan dengan teka-teki yang muncul menyangkut keamanan
penggunaan bahan pengawet dalam produk pangan, maka berikut disajikan kajian
keamanan beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan
Tabel Pengaruh beberapa bahan
pengawet terhadap kesehatan
Bahan Pengawet
|
Produk Pangan
|
Pengaruh terhadap Kesehatan
|
Ca-benzoat
|
Sari buah, minuman ringan, minuman
anggur manis,
ikan asin |
Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada
asmatis dan yang peka terhadap aspirin
|
Sulfur dioksida
(SO2) |
Sari buah, cider, buah kering,
kacang kering, sirup, acar
|
Dapat menyebabkan pelukaan lambung,
mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan
alergi |
K-nitrit
|
Daging kornet, daging kering, daging
asin, pikel daging
|
Nitrit dapat mempengaruhi kemampuan sel
darah untuk membawa oksigen, menyebabkan
kesulitan bernafas dan sakit kepala,
anemia, radang ginjal,
muntah |
Ca- / Na-propionat
|
Produk roti dan tepung
|
Migrain, kelelahan, kesulitan tidur
|
Na-metasulfat
|
Produk roti dan tepung
|
Alergi kulit
|
Asam sorbat
|
Produk jeruk, keju, pikel dan salad
|
Pelukaan kulit
|
Natamysin
|
Produk daging dan keju
|
Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak
nafsu makan, diare dan pelukaan kulit
|
K-asetat
|
Makanan asam
|
Merusak fungsi ginjal
|
BHA
|
Daging babi segar dan sosisnya, minyak
sayur, shortening, kripik kentang, pizza beku,
instant teas
|
Menyebabkan penyakit hati dan kanker.
|
formalin
|
Tahu, Mie Basah
|
Kanker paru-paru, Gangguan pada jantung,Gangguan pada alat
pencernaan, Gangguan pada ginjal, dll.
|
Boraks atau Pijer
|
Baso, mie
|
Gangguan pada kulit, Gangguan pada otak, Gangguan pada
hati, dll
|
Mencermati kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang
tercantum dalam Tabel 1, maka FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk
membuktikan bahwa pengawet yang digunakan aman bagi konsumen dengan
mempertimbangkan:
· Kemungkinan jumlah paparan bahan pengawet pada konsumen
sebagai akibat mengkonsumsi produk pangan yang bersangkutan.
· Pengaruh komulatif bahan pengawet dalam diet.
· Potensi toksisitas (termasuk penyebab kanker) bahan pengawet
ketika tertelan oleh manusia atau binatang.
Problematika yang sering terjadi dalam penggunaan bahan
pengawet
· Penggunaan Tidak sesuai dalam ketentuan Depkes
· Kadar akumulatif tidak pernah dikonfirmasikan dengan DAILY INTAKE
· Penggunaan bahan ilegal (Borak dan formalin)
Namun demikian perlu diperhatikan hal-hal penting dalam
menggunakan bahan tambahan pangan pengawet adalah :
·
oPilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan
serta telah terdaftar di Badan POM RI.
oBacalah takaran penggunaannya pada penandaan/label.
oGunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada
label.
oMembaca dengan cermat label produk pangan yang
dipilih/dibeli serta mengkonsumsinya secara cerdas produk
pangan yang menggunakan bahan pengawet. Contoh BTP Pengawet lengkap
dengan penandaan dan takaran penggunaannya.
oPemanis buatan
Pemanis yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula
(sukrosa).Pemanis, baik yang alami maupun yang sintetis, merupakan senyawa yang
memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai
nilaigizi (non-nutritive
sweeteners).
Mekanisme Kerja Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis,kecuali
berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, sepert (1) larut dan
stabil dalam kisaran pH yang luas, (2) stabil pada kisaran suhu yang luas, (3)
mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau after-taste, dan (4) murah,
setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula. Senyawa yang mempunyai rasa manis
strukturnya sangat beragam. Meskipun demikian, senyawa-senyawa tersebut
mempunyai feature yang mirip, yaitu memiliki sistem donor/akseptor proton
(sistem AHs/Bs) yang cocok dengan sistem reseptor (AHrBr) pada indera perasa
manusia.
Beberapa pemanis buatan yang direkomendasikan oleh Depkes RI
Nama
|
Batas maksimum penggunaan
|
Sakarin (300-700x manis gula)
|
100mg/kg (permen), 200mg/kg (Es krim,jem,jeli)., 300 mg/kg
(saus, Es lilin, minuman ringan, minuman yogurt)
|
Siklamat (30-80x manis gula)
|
1 g/kg (permen), 2 g./kg ((Es krim,jem,jeli), 3mg/kg
(saus, lilin, minuman ringan, minuman yogurt
|
Citarasa buatan (Penyedap rasa dan aroma)
Cita rasa bahan pangan terdiri dari tiga komponen bau, rasa,
dan rangsangan mulut. Untuk membangkitkan tiga komponen ini maka dalam lahan
pangan biasanya dalam proses pengolahan di tambahka cita rasa tiruan
(sintetik), misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanillin memberikan
aroma serupa dengan aksetat vanili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan
nanas. Sedangkan untuk membangkitkan cita rasa yang umum di gunakan adalah asam
amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamate (MSG) dan jenis nukleotida
seperti IMP dan GMP.
Beberapa cita rasa buatan yang direkomendasikan Sdepkes RI
diantaranya tertera dalam tabel dibawah ini:
Nama
|
Batas penggunaan maksimum
|
Monosodium glutamat (MSG)
|
Secukupnya
|
Vanilin (panili)
|
0,7 g/kg produk siap kosumsi
|
Benzadehida (Cherry)
|
Secukupnya
|
Aldehida sinamat)
|
Secukupnya
|
Mentol (mint)
|
Secukupnya
|
Eugenol (rempah-rempah)
|
Secukupnya
|
Benzilasetat (strawbery)
|
Secukupnya
|
Amil asetat (pisang)
|
Secukupnya
|
Penstabil
Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakan
jaringan sel tanaman sehingga produk yang di peroleh mempunyai tekstur yang
lunak. Untuk memperoleh tekstur yang keras, dapat di tambahkan garam (0,1-0,25%
sebagai ion Ca). ion kalsium akan berkaitan dengan pectin membentuk Ca-pektinat
atau Ca-pektat yang tidak larut. Pada umumnya untuk maksud tersebut di gunaka
garam-garam Ca seperti CaCl2 Ca-sitrat,CaSO4,
Calaktat, dan Ca-monofosfoat. Hnya sayangnya garam-garam kalsium ini
kelarutanya rendah dan rasanya pahit.
Problematika Penggunaan BTM ilegal dimasyarakat
Salah satu yang membuat geger massyarakat Baru-baru ini
adalah penemuan kandungan formalin dan Borak pada sejumlah produk makanan, dan
sebagian besar pada jenis mi, tahu, bakso dan juga ikan asin, yang selama ini
banyak dikonsumsi masyarakat luas. Formalin adalah zat kimia yang mengandung
unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, dan mempunyai nama lain formaldehid.
Secara fisik terdapat dalam bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara
37-40%. Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol 10-15% yang berfungsi
sebagai stabilisator untuk mencegah polimerisasi formaldehid menjadi
paraformaldehid yang bersifat sangat beracun. Karakteristik dari zat ini adalah
mudah larut dalam air, mudah menguap, mempunyai bau yang tajam dan iritatif
walaupun ambang penguapannya hanya 1 ‰, mudah terbakar bila kontak dengan udara
panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia
dalam bentuk sudah diencerkan maupun dalam bentuk padat.
Pemakaian formalin
Formalin bersifat desinfektan, kuat terhadap bakteri
pembusuk dan jamur. Oleh karena itu gas formalin dipakai oleh pedagang bahan
tekstil supaya tidak rusak oleh jamur atau ngengat. Selain itu formalin juga
dapat mengeraskan jaringan sehingga dipakai sebagai pengawet mayat dan
digunakan pada proses pemeriksaan bahan biologi maupun patologi.
Dampak formalin terhadap kesehatan
Formalin terbukti bersifat karsinogen atau menyebabkan
kanker pada hewan percobaan, yang menyerang jaringan permukaan rongga hidung.
Bila dilihat dari respon tubuh manusia terhadap formalin, efek yang sama juga
dapat terjadi
Regulasi terkait formalin
Formalin yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam
daftar bahan makanan tambahan (BTM) yang dikeluarkan oleh badan internasional
maupun oleh Departemen Kesehatan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan,
UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, distorsi penggunaan formalin
secara sengaja dalam produk makanan dapat diancam pidana penjara maksimal lima
tahun atau denda maksimal Rp. 600 juta. Demikian juga Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan formalin dalam
makanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar