do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Sabtu, 13 Februari 2016

MAKALAH STRUMA KOLOID



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
Goitrogenik sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat (iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil ( PTU ), tolbutamid, sulfaguanidin, PAS dan lain-lain.

B.     Tujuan Penulisan
Tujuan  penulisan  dari makalah ini adalah agar kita dapat memahami tentang penyakit     struma endemic dan agar kita dapat mengerti tentang askep penyakit struma endemic.
BAB II
PEMBAHASAN

I.            LANDASAN TEORI
A.    Pengertian
Struma adalah gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, hipertiroid (graves’ disease).
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.

B.     Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a.       Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
  1. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
  2. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batu bara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
  1. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
  2. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. (Brunner & Suddarth, 2001).

C.    Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

D.    Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan oleh astruma endemic yaitu
a.       Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan
b.      Rasa tercekik di tenggorokan 
c.       Suara serak
d.      Kesulitan menelan
e.       Kesulitan bernafas.

E.     Klasifikasi Struma
1)      Berdasarkan fisiologisnya :
a.       Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b.      Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c.       Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2)      Berdasarkan klinisnya :
a.       Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
-        Difusa    :  endemik goiter, gravid
-        Nodusa   :  neoplasma
b.      Toksik (hipertiroid)
-        Difus      :  grave, tirotoksikosis primer
-        Nodusa   :  tirotoksikosis skunder
3)      Berdasarkan morfologinya :
a.       Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.  Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b.      Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.
c.       Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil). 

F.     Komplikasi
1)      Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.


2)      Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3)      Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4)      Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong  trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5)      Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6)      Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
7)      Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.

G.    Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
-        Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
-        Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
-        Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
b.      Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak.
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik tiroid lebih menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan, lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.
c.       Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
d.      Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan panas dengan sekitarnya > C dan°0.9 dingin > C. pada penelitian Alves dkk, didapatkan bahwa pada°0.9 yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
Khususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut Gobien, ketepatan diagnosis gabungan biopsy, USG, dan sidik tiroid adalah 98 %.

H.    Penatalaksanaan
1.      Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

a)      Obat antitiroid
Indikasi :
-        Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
-        Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
-        Persiapan tiroidektomi
-        Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
-        Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat
Dosis Awal (mg/hari)
Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol
30 – 60
5 – 20
Metimazol
30 – 60
5 – 20
Propiltourasil
300 – 600
5 – 200

b)      Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
-        Pasien umur 35 tahun atau lebih
-        Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
-        Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
-        Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin.
c)      Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
-        Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
-        Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
-        Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
-        Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
-        Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
-        Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
-        Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
2.      Struma Nodular Toksik
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Tucker, 1998).
3.      Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Tucker, 1998).

II.            KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1)      Identitas klien.
2)      Identitas penanggujawab
3)      Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
4)      Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
5)      Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
6)      Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
7)      Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.



2.      Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2)      Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
3)      Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
4)      Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
5)      Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
6)      Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
7)      Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
8)      Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
9)      Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
10)  Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
11)  Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
12)  Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
3.      Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan penunjang
o    Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
o    Pemeriksaan Darah rutin
2.      Pemeriksaan radiologis
o    Dilakukan foto thorak posterior anterior
o    Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig .
o    Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
1.      Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
2.      Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
3.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
4.      Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
5.      Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.

C.    PERENCANAAN
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi :
1.      Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari, diharapkan Jalan nafas klien efektif
Kriteria hasil :
Tidak ada sumbatan pada trakhea
Intervensi :
-         Monitor pernafasan dan kedalaman serta kecepatan nafas.
-         Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
-         Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
-         Atur posisi semifowler
-         Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
-         Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
-         Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
Rasional :
-         Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
-         Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
-         Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
-         Memberikan suasana yang lebih nyaman.
-         Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
-         Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
-         Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
2.      Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari, diharapkan Klien dapat komunikasi secara verbal
Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
Intervensi :
-         Kaji pembicaraan klien secara periodik
-         Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
-         Kunjungi klien sesering mungkin
-         Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional :
-         Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
-         Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
-         Mengurangi kecemasan klien
-         Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
3.      Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 hari, diharapkan Rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
Intervensi :
-         Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
-         Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
-         Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
-         Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
-         Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional :
-         Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
-         Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
-         Mengurangi ketegangan otot.
-         Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
-         Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
4.      Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria hasil :
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
Intervensi :
-         Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
-         Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
-         Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
Rasional :
-         Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
-         Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
-         Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.
5.      Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
Intervensi :
-         Observasi tanda-tanda vital.
-         Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
-         Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
Rasional :
-         Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
-         Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
-         Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.

D.    EVALUASI
1.      Teruskan bila masalah belum teratasi.
2.      Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
3.      Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.

B.     Saran
Kami berharap dengan adanya makalah ini supaya dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyakit-penyakit berbahaya.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta: EGC.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta.



TUGAS KMB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STRUMA ENDEMIK



 













DISUSUN OLEH KELOMPOK 8
Ø M. NUZLAN HENDRIK
Ø GHUNIYAH WARAHKHATUL IKHLAS
Ø LA SALEH
Ø WD. SRI RIZKY IRA HASTATI
Ø RADEN AYU SUNDARI
Ø YUSTIAR SALASARI


AKPER PEMKAB MUNA
2 0 1 4


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas rahmat dan karuniaNya kami telah dapat menyusun makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan STRUMA ENDIMIK.
            Dalam proses penyusunan makalah ini, kami mengalami banyak permasalahan. Namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika penulisannya, maka dari itu penyusun berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi rekan-rekan seperjuangan  khususnya Program Studi Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II) nantinya.




Raha,      Maret 2014


Penyusun



Tidak ada komentar: