MAKALA
MUATAN LOKAL
PELAKSANAAN
UPACARA ADAT KARIYA
Oleh : Kelompok 3
1. Andi Muhamad Aryo
2. Gusman Hidayat
3. Irawati
4. La Maldin
5. Mirnawati
6. Veby Anatasya
SMA NEGERI 1 RAHA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
telah selesainya penyusunan Makalah Muatan Lokal ini. Tidak lupa
menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada semua anggota dari kelompok
ini sehingga dapat menyelesaikan makala PELAKSANAAN UPACARA ADAT KARIYA .
Makalah ini hanya memuat satu materi
yakni mengenain Upacara Adat Kariya
sarta tata caranya pelaksanaanya.
Makala ini bertujuan untuk
memperkenalkan tata cara Upacara Adat Kariya kepada Siswa Siswi sekalian.
Sebagai penutup, Kami Kelompok 3 (tiga)
berharap semoga makalah ini dapat memberi pengaruh baik kepada pembaca.
Raha,
Januari 2016
Team Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
.....................................................................
Daftar Isi
..............................................................................
Bab I . Proses Awal Pelaksanaan Upacara
Kariya (Pingitan)
1. Kaalano
Oe Kaghombo (Pengambilen Air yang Dipingit)
2. Kaalano
Bansa (Pengambilan Mayang Pinang)
3. Kaalano
Kamba Wuna (Pengambilan Kembang Muna)
Bab II . Pelaksanaan Kegiatan Kariya
1. Kafoluku
2. Proses
Kabansule
3. Proses
Kalempagi
4. Kafosampu
(Pemindahan pesreta Kariya dari rumah ke Panggung)
5. Proses
Katandano wite
6. Linda(Tari)
7. Kahapui
(Membersihkan)
8. Kaghorono
Bansa atau Kafolantono Bhansa
BAB. I
PROSES
AWAL PELAKSANAAN UPACARA KARIYA (PINGITAN)
Kariya (pingitan) adalah salah satu bentuk
kebudayaan masyarakat Muna yang tetap dilestarikan sampai saat ini. Walaupun
bentuk dan warna pelaksanaannya sudah sedikit melenceng dari nilai-nilai
keasliannya. Hal ini terjadi sebagai konsekwensi karena budaya Kariya tidak ada
panduan yang dapat dipedomani, kecuali hanya mengandalkan cerita, penglihatan,
dan pendengaran-pendengaran. Kegiatan upacara adat Kariya adalah proses panjang
yang harus dilewati setahap demi setahap, oleh karena itu kosentrasi pada
proses awal dari pelaksanaan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Kaalano
Oe Kaghombo (Pelaksanaan Air yang Dipingit)
Pengambilan air untuk mengawali proses pelaksanaan
upacara Kariya adalah mengambil air yang akan di ghombo bersama peserta Kariya
(pingitan). Air tidak diambil dalam rumah atau di bak mandi, tetapi ditempat
khusus untuk pengambilannya. Dimasa lalu air yang maksud hanya boleh diambil di
sebuah tempat yaitu Kali Laende, sebagai mana yang diamanahkan oleh Raja Muna,
La Ode Maktubu Malino Wekaleleha (1903 - 1915) bahwa kali Laende dinobatkan
sebagai air Alkausar. Tetapi dapat juga diambil ditempat atau dikali/sungai
yang airnya mengalir.
Pengambilan air dilakukan oleh delagasi atau petugas
khusus yang mengetahui seluk-beluk tempat itu yang dalam bahasa Muna dikenal
dengan Kadasano (keturunan manusia yang mendiami daerah sekitar wilayah itu).
Cara pengambilan air tidak mengunakan sembarang alat
misalnya : Kendi atau Jergen, tetapi menurut ketentuan adat di Muna bahwa alat
yang digunakan untuk mengambil air adalah seruas bambu (tombula) dengan
kapasitas/volume air yang diambil sesuai kebutuhan. Menurut keterangan dari
Risiman Tawid bahwa hal itu dikembalikan dari peristiwa sejarah Bheteno
Netombula atau Baizul Zaman yang hadir dinegri ini dengan dramatis spetakuler
melalui rumpun bambu. Sedangkan analisa secara logika mengapa harus bambu yang
digunakan untuk ambil air karena :
· Ada
filosofi bambu bahwa semakin tua semakin kokoh akarnya dan daunya semakin
menunduk. Filosofi hidup bambu ini diharapkan dapat diteladani oleh manusia
khususnya para peserta Kariya yang akan disyarati (dipingit).
· Pada
masa lalu ketika anak manusia lahir maka alat yang digunakan untuk memotong
tali pusar adalah sembilu dari bambu (tombula).
2. Kaalano
Bansa (Pengambilan Mayang Pinang)
Dalam proses persiapan pelaksanaan Kaghombo atau
Pingitan maka ada petugas yang telah diberi kepercayaan untuk mengambil mayang
pinang (Bheteno Bae). Etika pengambilannya tidak boleh menoleh ke kiri dan ke
kanan. (kosentrasi) sehingga walaupun ditanya tidak boleh menjawab. Oleh karena
itu pengambilannya herus mimilih waktu yang hening.
3. Kaalano
kamba wuna (pengambilan kembang kamba wuna)
Pada hari selanjutnya dimana pengambilan kuncup
bunga (kamba wuna) yang tempatnya tak jauh dari pengambilan air . pengambilan
kuncup bunga ini diambil oleh petugas khusus yang disebut ‘kodasano’, tetapi
sekarang boleh diambil oleh petugas yang diberi kepercayaan pada kaparapuuno .
Bunga ini diperoleh pertapaan dimulut gua kamba wuna
oleh kodasano.. selanjutnya kuncup bunga ini pada saat acara karia. Dalam
pelaksanaan upacara ini kamba wuna dapat diganti dengan bunga-bunga lain yang
harum.
BAB. II
PELAKSANAAN
KEGIATAN KARIA ( PINGITAN )
Pelaksanaan kegiatan inti dari upacara ini adalah
proses penempaan para gadis untuk melewati empat alam sebagai proses kejadian
manusia sampai dilahirkan kemuka bumi. Selogis proses pemindahan dari satu alam
kealam lain hingga manusia dilahirkan bagaikan kertas putih polos dan suci,
dapat digambarkan dalam pelaksanaan acara karia yang secara kronologis dan
alfabet yaitu :
1. Kafoloku
Kafoloku yaitu peserta dimasukan dalam tempat yang
telah dikemas khusus tempat kariya yang disebut SUO khusus bagi putri-putri
raja DA SONGI. Tahap ini merupakan analogis bahwa manusia berada di alam arwah
tempat gelap gulita hanya tuhan yang dapat mengetahuinya.
2. Proses
Kabansule
Proses kabansule yaitu proses perubahan posisi yang
dipingit. Awalnya posisi kepala ada
disebelah barat dengan berbaring menidis tangan kanan , selanjutnya posisi
dibalik kepala kearah timur dan menindis tangan kiri. Filosofi ini adalah
perpindahan dari alam arwah menuju kealam aj’san. Kondisi ini diibaratkan pada
posisi bayi dalam kandungan yang senantiasa berpindah arah.
3. Proses
Kalempagi
Kalempagi diawali dengan Proses Debhalengka, yaitu
membuka pintu Kaghombo (pingitan). Pada tahapan ini adalah proses perpindahan
dari alam Aj’san kealam Isnani. Alam ini adalah isyarat seorang bayi yang baru
lahir dari kandungan ibunya. Setelah di mandikan maka mereka dirapikan rambut
dan keningnya (di bhindu) oleh keluarga yang di beri tugas. Semua bulu rambut
dan kening di tada pada piring yang berisi beras dan telur. Kemudian peserta
Kariya siap dirias oleh model pakaian Kariya yang disebut dengan Kalempahi.
4. Kafosampu
(Pemindahan peserta Kariya dari rumah ke panggung)
Pada hari keempat menjelang magrib para gadis
pingitan siap dikeluarkan dari rumah atau ruang pingitan ke tempat tertentu
yang disebut Bhawono Kuruma (Pangguang). Pada saat menuju ke panggung para
peserta tidak di perbolehkan untuk menginjak tanah, biasanya menggunakan
bentengan kain putih dari rumah hingga panggung.
Di depan Bhawono Kuruma ada para gadis yang telah
menggu para peserta Kariya, dimana para gadis tersebut telah di percaya untuk
duduk berjejer dalam keadaan bersimpuh. Gadis-gadis tersebut harus yang masih
hidup orang tuanya. Gadis itu bertugas memegang Surutaru (semacam pohon terang
yang terbuat dari kertas warna warni dan di puncaknya di pasang lilin yang
menyala). Surutaru berlambang cahaya atau Nur Ilahi yang menjadi penentu dalam
hidup para peserta Kariya.
5. Proses
Katandano wite
Pada saat peserta yang di kariya sudah sampai di
panggung, di isyaratka proses perpindahan alam, dari alam Misal ke alam Insani.
Katando wite merupakan langkah keempat dalam proses Kariya. Katandi wite yaitu
sentuhan tanah pada ubun-ubun dan dahi kepada para peserta Kariya. Katando wite
adalah simpul pertemuan antar tanah (Adam) dengan manusia atau perempuan yang
di pingit (Hawa).
6. Linda
(Tari)
Setelah rangkaian acara selesai maka pomantoto
(pemandu) melakukan tari Linda sebagai pendahuluan yang kemudian di susul oleh
peserta Kariya secara berurutan yang di mulai dari putri tuan rumah dan disusul
oleh peserta lain. Linda ini disebut dengan ‘ setangke kulubae ‘ yang artinya
hanya memutar dan berptar di seputar tempatnya. Ketika membawakan tari Linda
para undangan memberi hadiah dengan cara di lemparkan kepada peserta Kariya.
Tetapi biasanya penari pertama dapat memberi samba (selendang sultra) kepada hadirin
yang wajib mengembalikan selendang tersebut disertai hadiah, proses ini di
sebut ‘Kagholuno Sumba’. Istilah dari Kagholuno Sumba adalah hadiah atau
kenang-kenangan dari orang tua, keluarga, senak-saudara, teman, di mana sebagai
tanda syukur dan gembira kerena anak dan saudara telah menempuh ujian yang
berat.
7. Kahapui
(Membersihkan)
Esok harinya setelah acara kafosampu di adakan acara
Kahapui, yaitu acara ritual pemotongan pisang yang telah di tanam atau
disiapkan di muka rumah kaparapuuno (kapehano). Pada acara ini dilakukan pogala
yang diiringi dengan bunyi gong. Para peserta pogala atau mongaro beraksi
dengan berebut untuk memotong pisang tersebut. setelah pisangnya terpotong
biasanya kaparapuuno langsung di angkat bersama kursinya didudukan di atas potongan
pisang.
8. Kaghorono
Bhansa atau Kafolantono Bhansa
Sebagai penutup dari rangkaian upacara Kariya hadala
kagorono bhansa atau kafolantono bhansa. Waktux tidak mengikat,boeleh dilakukan
saheri sesudah acara kahapui dan boleh pula dari itu , karna tergantung
kesepakatan seluruh peserta karia dan keluarga . tempat untuk melakukan acara
ini yaitu pada sungai yang airnya mengalir . dengan mengunakan pakean kalmpage
diiringi pamontoto kedua orang tua, sodara , handa tolan , pemuda dan pemudi
yang bersipati dengan iringan gong dan gedang hingga tiba di tempat tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar