BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan
yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan
pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan
akan mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya
tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana
barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan
meningkat.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik
antara pengangkut dengan
penumpang/pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa
pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari
perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing
pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut
berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu
tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman
berkewajiban untuk membayar uang angkutan.
Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk
memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk
meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat
diadakan perpindahan barang-barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu
kurang berguna ketempat dimana barang –barang tadi dirasakan akan lebih
bermanfaat.
Pengangkutan tidak hanya meliputi pengangkutan barang,
namun juga manusia/orang yang mendapat pelayanan pengangkutan. Semisal
seseorang dapat bepergian menggunakan jasa pengangkutan yang ada di masyarakat.
Pengangkutan terbagi menjadi tiga yaitu pengangkutan darat, pengangkutan
laut, dan pengangkutan udara. Selanjutnya kami akan menuntaskan dan membahas
tentang pengangkutan udara.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Ø apa dasar hukum yang digunakan di Indonesia dalam
jasa pengangkutan udara
Ø bagaimana perjanjian pengangkutan ini dibuat?
Ø apa bentuk tertulis yang diakui di mata hukum bahwa
seseorang telah melakukan suatu perjanjian pengangkutan?
Ø Bagaimana bentuk perlindungan jasa terhadap pengguna
jasa pengangkutan udara?
Ø Bagaimana bentuk tanggung jawab oleh pihak
pengangkut terhadap pengguna jasa?
Ø Bagaimana penggunaan prinsip tanggung jawab oleh
pihak pengangkut terhadap suatu kerugian?
Ø Apa yang membuat pengangkut tidak menanggung suatu kerugian
terhadap kerugian tertentu dalam proses pengangkutan?
1.3 TUJUAN
1.
Dapat
memehami bagaimana system pelayanan jasa pengangkutan udara.
2.
Mampu
memahami sejauh mana Undang-undang berperan dalam memuat aturan-aturan dalam
perjanjian khususnya perjanjian pengankutan udara.
3.
Memahami hak dan kewajiban masing-masing
pihak , disini yaitu pihak pengangkut dan pihak terangkut, yang sama-sama
memiliki kekuatan hukum yang dilindungi
4.
Mengetahui
berbagai resiko dan bentuk tanggung jawab apabila terjadi kerugian atas pihak
yanhg wan prestasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.DASAR
HUKUM
Pengaturan pengangkutan udara
terdapat dalam Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain itu
juga terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang
sebagian besar aturan-aturan tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.
B. PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA
Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara juga dalam Undang-undang No. 1 tahun
2009 tidak ada ketentuan yang mengatur tentang perjanjian baik mengenai
pengertiannya ataupun mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjian
pengangkutan udara. Perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya
perjanjian pengangkutan, dengan demikian perjanjian pengangkutan udara mempunyai
sifat consensus artinya adanya kata
sepakat antara para pihak perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.
perjanjian ini mengikat pihak
pengangkut (misal; maskapai penerbangan) dan pihak terangkut (penumpang maupun
benda). Biasanya perjanjian pengangkutan udara berupa standart contract, dimana klausula atau aturan-aturan telah dibuat
oleh pihak pengangkut.
C. DOKUMEN PENGANGKUTAN
Mengingat
perjanjian bersifat knsensuil, maka pencatatan dokumen pengangkutan sama sekali
tidak ada hubungannya dengan lahirnya pengangkutan. Namun dokumen pengangkutan
ini berfungsi sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum serta penjelasan
atas hak dan kewajiban pihak. Dokumen pengangkutan diatur dalam Ordonansi
Pengangkutan Udara 1939.
Dokumen pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari : (Pasal 150
UU No. 1/09)
a. tiket penumpang pesawat udara;
b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);
c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan
d. surat muatan udara (airway bill).
a. tiket penumpang pesawat udara;
b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);
c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan
d. surat muatan udara (airway bill).
D.PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA PANGANGKUTAN UDARA
Berbicara mengenai perlindungan hukum, maka berbicara sejauh mana hukum serta aturan yang ada menegaskan dilaksanakannya tanggung jawab masing-masing pihak. Oleh karenannya secara teoritis terdapat aturan yang mengatur mengenai batasan tanggung jawab khususnya bagi pelaku usaha pengangkutan udara, namun bukan berarti mengesampingkan hak mereka sebagai pelaku usaha. Dalam hal ini tetap mengutamakan keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan pengguna jasa sesuai dengan Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang tersebut dalam UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
E. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN UDARA
Secara teoritis sebagaimana yang telah dirumuskan dalam forum-forum internasional yang menghasilkan konvensi-konvensi acuan pengangkutan udara dunia, dikenal adanya prinsip-prinsip sebagai berikut:2
a.Liability Based on Fault Principle
Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, dalam hal ini penggugatlah yang harus membuktikan gugatannya.
b.Rebuttable Presumption of Liability Principle
Tanggung jawab atas dasar praduga, berlaku asas pembuktian terbalik, dimana pihak yang tergugatlah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
c.Strict Liability
Prinsip tanggung jawab mutlak, pihak yang menimbulkan kerugian selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah
Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, dalam hal ini penggugatlah yang harus membuktikan gugatannya.
b.Rebuttable Presumption of Liability Principle
Tanggung jawab atas dasar praduga, berlaku asas pembuktian terbalik, dimana pihak yang tergugatlah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
c.Strict Liability
Prinsip tanggung jawab mutlak, pihak yang menimbulkan kerugian selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah
F.PENGGUNAAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB
Pertanyaan selanjutnya yang muncul ialah “Apakah aturan tentang pengangkutan udara di Indonesia menggunakan prinsip-prinsip tersebut diatas?”.
Pada Undang-undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat pada pasal 141 – 147.
Pasal 141
(1)Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
(2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak (Strict Liability) , dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut.
Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU;
G. KERUGIAN YANG TIDAK DITANGGUNG PENGANGKUT.
Pengangkut tidak akan mengganti rugi , apabila ;
1.ia dapat membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala
tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian;
2.ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan itu;
3.kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;
4.kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu.
Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi.
2.ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pencegahan itu;
3.kerugian itu disebabkan oleh kesalahan yang menderita itu sendiri;
4.kesalahan penderita kerugian membantu terjadinya kerugian itu.
Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tanggung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan meningkatkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta keselamatan bagi penumpang. Artinya secara normatif perlindungan hukum bagi penumpang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi.
H.
CONTOH ANALISIS TERHADAP PELAYANAN PENGANGKUTAN
UDARA (MASKAPAI PT. SRIWIJAYA AIR)
H.1
JIKA DALAM PELAKSANAAN TERJADI KESALAHAN BAIK DISENGAJA
MAUPUN TIDAK
Dalam BW :
1236. si berutang adalah
wajib memberikan biaya ganti rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia
telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu menyerahkan kebendaannya, atau
tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya.
Dalam setiap perjanjian pasti ada konsekuensi di setiap adanya kesalahan,
baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal ini dapat dilihat dari subjek yang
melakukan wanprestasi. Konsekuensi dari
Kesalahan yang dilakukan oleh debitur berbeda dengan kesalahan yang
dibuat oleh kreditur. Semisal kesalahan yang dibuat oleh maskapai sriwijaya air
adalah dengan melakukan ketidak hati-hatian dalam penerbangannya hingga
mengakibatkan kecelakaan dengan meninggalnya penumpang. Kesalahan yang dibuat
oleh penumpang misalnya dengan memalsukan identitas, membawa barang yang
dilarang dalam pesawat.
·
H.2 GANTI
RUGI TERHADAP KESALAHAN PENGANGKUTAN
Dalam BW:
1243. penggantian biaya rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila
si berhutang dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau
dibuat nya dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya
1249. jika dalam suatu perikatan ditentukannya, bahwa si lalai yang
memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar sejumlah uang tertentu. Maka
kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih, maupun yang
kurang pada jumlah itu.
Dalam perjanjian baku tersebut telah tegas dijelaskan kesalahan-kesalahan
yang dibuat oleh pihak penumpang dan pihak P.T Sriwijaya Air. Kesalahan-kesalan
dari masing-masing pihak memili konsekuensi sendiri-sendiri.
Apabila kesalahan terjadi pada
pihak penumpang, seperti yang disebutkan dalam tiket penumpang
point TIKET HILANG:
1. Ticket hilang atau rusak menjadi tanggung jawab pemilik ticket sendiri
2. SRIWIJAYA AIR tidak akan memberikan ganti rugi atas kehilangan ticket
penumpang baik dalam bentuk uang atau penggantian ticket baku.
Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak penumpang, yang dengan
sengaja ataupun tidak sengaja telah mengghilangkan tiket pesawat yang merupakan
bukti otentik. Penumpang wajib menanggung resikonya sendiri. P.T Sriwijaya Air
tidak akan menanggung rugi atas hilangnya tiket penumpang.
Contoh lain kesalahan yang
dibuat oleh pihak penumpang, pada point PEMBATALAN
TICKET:
1. Untuk menghindari terkena biaya karena adanya pembatalan, diharuskan agar
pembatalan dilaksanakan selambat-lambatnya jam 12.00 satu hari sebelum
ytanggal/hari keberangkatan.
2. Calon penumpang dengan status konfirm (OK), jika tidak jadi berangkat tanpa
membatalkan pembukuannya dan atau melaporkan setelah jam 12.00 , akan dikenakan
biaya pembatalan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan
(SRIWIJAYA AIR).
Hal ini terlihat bahwa kesalahan pada pihak penumpang yang membatalkan
pemberangkatan dengan tidak melapor, atau melapor setelah jam 12.00. pihak
penumpang akan mengganti rugi dengan dikenai biaya pembatalan oleh SRIWIJAYA
AIR.
Contoh lain yang dibuat
oleh pihak penumpang pada point PENTING:
1. Bagi penumpang yang memiliki tiket dengan
status konfirm diwajibkan memastikan pembukuannya paling lambat jam 12.oo waktu
setempat satu hari sebelum tanggal keberangkatan.
2. Apabila penumpang dalam perjalanan
domestik singgah di suatu kota lebih dari 24 jam, diwajibkan memastikan
pembukuannya untuk perjalanan lanjutan/kembalidengan menghubungi kantor SRIWIJAYA AIR di kota yang disinggahi paling
lambat jam 12.00 waktu setempat.
3. Apabila penumpang tidak melakukan
kepastian pembukuan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dapat berakibat
terkena pembatalan pembukuan.
hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak penumpang yang tidak
memastikan pembukuannya terhadap P.T Sriwijaya Air setempat pada waktu yang
telah ditentukan, ma puihak penumpang dianggap telah membatalkan pembukuan.
Resiko ada pada pihak penumpang.
Apabila terjadi
kesalahan pada pihak maskapai penerbangan P.T Sriwijaya Air, seperti yang dijelaskan dengan tegas
dalam tiket penumpang yaitu dalam syarat
perjanjian peraturan dalam negeri point 6:
a. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang
timbul pada penumpang da n bagasi dengan mengingat pada syarat-syarat dan
batas-batas yang ditentukan dalam Ordonansi Pengangkutan Udara Indonesia (Sbtl.
1939/100) dan syarat-syarat umum pengangkutan dari pengangkut..
b. Bila penumpang saat penerimaan bagasi tidak mengajukan protes, maka
dianggap bagasi itu telah diterima dalam keadaan baik dan lengkap.
c. Semua tuntutn ganti-kerugian harus dapat dibuktikan
besarnya kerugian yang diderita. Tanggung jawab terbatas untuk kehilangan dan
kerusakan bagasi ditetapkan sejumlah maksimum Rp.20.000,00 perkilogram
Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak pengangkut, yang dengan
tidak sengakja membuat kerusakan terhadap bagasi yang dimiliki oleh penumpang.
P.T Sriwijaya Air mengganti kerusakan
bagasi sejumlah Rp.20.000,00 perkilogramnya sebagai bentuk ganti rugi kepada
pihak penumpang.
Dalam point d dan e dalam syarat
perjanjian peraturan dalam negeri:
d. Pengangkut udara tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan barang-barang
pecah belah/ cepat busuk dan binatang hidup jika diangkut sebagai bagasi.
e. Pengangkut udara tidak bertanggung jawab terhadap uang,
perhiasan dokumen-dokumen serta surat berharga atau sejenisnya jika dimasukkan
dalam bagasi.
Hal ini terlihat bahwa kesalahan dilakukan oleh P.T Sriwijaya Air dengan
ketidak sengajaan atas rusaknya barang-barang didalam bagasi penumpang. Namun
dalam hal ini pihak maskapai penerbangan tidak akan mengganti rugi atas akibat
yang dibuat oleh maskapai penerbangan dan resiko akan dikembalikan ke
penumpang. Penumpang tidak dapat menuntut ganti rugi atas kesalahan tersebut.
·
H.3 KLAUSULA TAMBAHAN
Dalam BW :
1263. suatu perikatan dengan suatu syarat tangguh adalah suatu perikatan
yang bergantung pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan tyang masih
belum tentuakan terjadi, atau yang bergantung pada suatu hal yang sudah terjadi
tapi tidak diketahui oleh kedua belah pihak.
Dalam hal yang sama perikatan tidak dapat dilaksanakan sebelum peristiwa
telah terjadi; dalam hal yang ke dua perikatan mulai berlaku sejak hari ia
dilahirkan
Klausula yang ditambahkan dalam tiket penumpang Sriwijaya Air adalah:
“Penumpang yang namanya tercantum dalam tiket ini dipertanggung jawabkan
pada P.T Asuransi Kerugian Jasa Raharja berdasarkan Undang-undang No. 33/1964,
Juncto peraturan –peraturan pelaksanaanya.”
Hal ini memberikan kepastian pada penumpang, bahwa pihak ansuransi yang
mempertanggung jawabkan keselamatan penumpang penerbangan Sriwijaya Air adalah
P.T Jasa Raharja.
·
H.4
KENSEKUENSI HUKUM YANG DILAKUKAN KETIKA TERJADI SUATU PELANGGARAN
Dalam BW :
1239. tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak untuk berbuat
sesuatu, apabila sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan
penyelesaian dalam kewajiban dalam memberikan penggantian biaya, rugi, dan
bunga.
Pihak maskapai penerbangan telah menyebutkan dengan tegas dan jelas dalam
tiket penumpang bentuk-bentuk kesalahan yang dilanggar dan konsekuensi atas
ganti rugi dalam kesalahan tersebut. Kesalahan yang dibuat oleh penumpang,
resiko akan ditanggung oleh penumpang. Dan apabila kesalahan dibuat oleh P.T
Sriwijaya Air akan ditanggung oleh P.T Sriwijaya Air dengan ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam tiket pesawat atau ditanggung oleh penumpang sendiri, yang
dilihat dalam bentuk kesalahannya.
KATA PENUTUP
KESIMPULAN:
Sesuai dengan
pengangkutan udara yang telah diatur oleh Undang-undang , bahwa setiap pihak
memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing yang dilindungi dan
diakui dimata hukum apabila terdapat bukti tertulis. Resiko akan ditanggung
oleh pihak yang dimana kriterianya dikategorikan melalui prinsip tanggung
jawab, hak, kewajiban dan tanggung jawab memiliki kekuatan hukum, dimana
apabila ada salah satu pihak yang wan prestasi, maka pihk yang lain berhak
mengklaim atau menuntut dengan ganti rugi. Perjanjian memang perjanjian privat
yang dibuat oleh pihak pengangkut dan disetujui opeh pengguna jasa angkut,
namun terdapat pihak ketiga yaitu pemerintah yang menjembatani hubungan
diantara keduanya dengan membentuk Undang-undang tentang pengangkutan udara,
agar terjadi hubungan keseimbangan antara pihak pengangkut dan pengguna jasa
pengangkutan. Disini terbukti dengan adanya klausula yang terdapat dalam
dokumen pengangkutan adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
KRITIK
DAN SARAN:
Demikian makalah dari
kami yang mengulas tentang “Pengangkutan Udara”. Masih banyak kekurangan dalam penyelesaian
makalah kami karena keterbatasan referensi, kritik dan saran dosen pembimbing
serta membaca dibutuhkan dalam proses koreksi diri kami untuk membuat makalah
yang lebih baik lagi suatu hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar