TUGAS MAKALA :
UPACARA ADAT KARIYA DITINJAU DARI FILOSOFI ADAT DAN AGAMA
OLEH:
NAMA : REVALDY
HUBAYA
KELAS :X-5
KELOMPOK :2
SMA NEGERI 1
RAHA
KATA
PENGANTAR
Tiada kata yang patut kita ungkapkan
kecuali syukur ALHAMDULILLAH kepada ALLAH SWT. Yang melimpahkan rahmat dan
taufik-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam rangka penyusunan makalah ini
,penyusun banyak menemui kesulitan-kesulitan.Akan tetapi, berkat bantuan
teman-teman dari kelompok 2,kesulitan yang saya (penyusun) hadapi menjai lebih
mudah, dan akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya,
meskipun masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.
Dalam kesempatan kai ini tak lupa penulis
menyampaikan terimah kasi pada guru pembimbing serta teman-teman yang membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi
pedoman/pembimbing untuk pelajaran MULOK.
PENYUSUN
REVALDY HUBAYA
RAHA,29-01-2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................
BAB 1: PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG.......................................................................................
B. TUJUAN............................................................................................................
C. RUMUSAN
MASALAH...................................................................................
BAB 2 : Upacara Adat kariya Ditinjau Dari Filosofi Adat Dan
Agama..................
A. Pengertian
kariya
.................................................................................................
B. Kariya
sebagai
tuturan........................................................................................
C. Kariya
Sebagai Media
Pendidikan..................................................................
BAB 3 : Penutup
A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................
DAFTAR PUSTSKA......................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATER
BELAKANG
Deskripsi tentang upacara adat karyia dalam
suatu tulisan terinspirasi dari fenomena kondisi zaman yang semakin berkembang
yaitu adanya kecenderungan generasi muda yang tidak memahami dan mengilhami
kandungan filosofi dari kegiatan adat.
Fenomena ini melahirkan kekawatiran bagi
generasi kedepan bahwa dalam perjalanannya nilai-nilai budaya yang kita miliki hanya dapat tampi sebagai suatu kisah
sejarah yang dapat di baca sebagai kisah sejarah kejayaan islam di spanyol 10 abad yang lalu ,
kisah tembok berlin di jerman dan kisah nyuri tirai besih di Rusia. Fenomena
ini haqnya dapat di jawab dan diantisipasi dengan usaha pelestarian nilai-nilai
budaya , tetapi bukan hanya sekedar konsep teoritis kecuali integrasi konsep
teoritis dengan aplikasinya. Oleh karena itu monumen monumen peristiwa
pelaksanaan upacara adat KARIYA putri keluarga BUPATI RIDWAN BAE,menjadi saksi
sejarah mengawali rekontruksi nilai-nilai budaya di Muna khususnya “UPACARA
ADAT KARYA”.
B.TUJUAN
Untuk memahami pandangan islam dan
budaya muna tentang ritual kariya sebagai pembina pembentukan karakter
kepribadian remaja perempuan.
C.RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan kariya ?
2. Menjelaskan tentang pelaksanaan kariya
!
3. Menjelaskan peran kariya sebagai
tuturan !
4.
Menjelaskan peran kariya sebagai media pendidikan !
BAB 2
UPACARA ADAT
KARIYA DITINJAU DARI FILOSOFI ADAT DAN AGAMA
A. PENGERTIAN
KARIYA
Karya
adalah
upacara adat bagi masyarakat muna yang pertama di adakan pada masa pemerintahan
Raja La Ode Husein yang bergelar Omputo sangai terhadap puterinya yang bernama
Wa Ode Kamomono-Kamba. Menurut Kaidah bahasa Muna Kariya berasal dari kata
“kari” yang artinya : (1) sikat/pembersih, (2) penuh/sesak misalnya mengisi
sebuah keranjang dengan suatu benda atau barang sampai penuh sehingga dalam
bahasa muna di sebut nokari (sesak); La Ode Sirat Imbo, 28,juni 2007. Sedangkan
makna secara kongrit bahwa kata kariya (muna)
berarti ribut atau keributan dan arti lain kariya adalah
ramai atau keramaian.
Pendekatan secara filosofi jika di tinjau
dari aspek filologo bahwa kariya berarti ribut ,ramai dan keramaian benar
adanya karena dalam pelaksanaan upacara ini kariya tidak hanya berdiri sendiri
sebagai suatu acara tutura, akan tetapi secara lengkap dan paripurna jika
diikuti dengan tradisi-tradisi lainnya sehingga pelaksanaan acara itu menjadi
sakral dan lengkap prosesnya. Misalnya menjadi acara Kariya dimana sang gadi
(kalambe) selama 4 hari 4 malam di tempa dalam sebuah tempat tertutup (songi)
yang di kemas khusus. Untuk menghilangkan rasa stres para gadis (kalambe) dalam
tempat tersebut mereka diseilingi dengan acara-acara lain yaitu : rambi
padangga (lambi yang di lakoni orang-orang bajo), mangaro acar sandiwara
perkelahian. Selama para gadis (kalambe) dalam songi ,acara rambi padangga dan
mangaro senantiasa di demonstrasikan oleh orang-orang/golongan yang telah di
pilih dan ditetapkan secara adat. Harfiah dari kariya benar menjadi realitas
dari pandangan mata an begitu ciri khas rambi (pukul gong) padangga,dan aspek
pendengaran menjadi jelas bagi setiap orang yang mendengarnya.
Karia dalam
pengertian ‘kari’ yang artinya sikat/alat pembersih mengandung pengertian
secara filosofi yaitu merupakan proses pembersihan diri seorang perempuan
menjelang dewasa /peralihan remaja ke dewasa.
Proses
ini dilakukan dengan harapan bahwa seorang wanita ketika telah di syarati
dengan ritual kariya maka dianggap lengkaplah proses pembersihan diri secara
hakikah. Kepercayaan masyarakat muna bahwa melaksanakan ritual kariya aalah merupakan
tanggung jawab orang tua, dalam pengertian jika dikaruniai anak perempuan maka
kewajiban yang harus di laksanakan orang tua dalam kaitan dengan perempuan dan
pembersih diri melalui proses kariya,kanghombo (pingitan).
Secara teoritis bahwa pembersihan diri
hanya di lakukan dengan air, sedanggkan di tinjau dari KONSEPSI adat dan agama
pembersihan diri dapat dilakukan dengan benda-benda lain walaupun hanya dengan
niyat . Dan korelasi ritual upacara adat kariya dengan proses pembersihan diri
segala kaki telah mentradisi dari masyarakat muna sejak dahulu kala bahkan telah
menjadi suatu keyakinan bagi masyarakat sehingga di wajibkan adanya.
Pelaksanaan upacara ritual kariya tidak
lahir secara spontanitas dari masyarakat,tetapi memiliki dasar filosofi yang
kuat dan berlandaskan pada pemahaman keagamaan secara islami yang mendalam.
Jika di amati dalam proses pelaksanaannya upacara ini dapat di tafsirkan
sebagai kegiatan bi’da yang tidak rasional ,oleh karena itu untuk menimbukan
penafsiran yang keliru maka mengilhami proses itu tdk hanya secara abstrak
tetapi harus secara kongkrit berdasarkan pemaknaan simbol yang di lakukan dan
di lakoni oleh peserta upacara secara kronologis dan alfaber.
Ritual Kariya sebgai proses pembersihan
diri dengan harapan bahwa anak perempuan yang menjeang dewasa telah disiapkan diri sejak dini
sebagai tempat suci persemaiam rahasia (benih-benih keturunan) dari laki-laki
agar mendapat kan keturunan yang shaleh dan shaleha. Inilah filosopi pendidikan
seumur hidup. Sedangkan menurut pemahaman orang tua muna bahwa hendaknya
mendidik anak 20 thn sebelum anak itu lahir. Intinya proses kariya di samping
sebagai proses pembersihan diri juga merupakan bagian dari pendidikan kaum
perempuan dalam menghadapi bahtera kehidupan berkeluarga.
Pelaksanaan Kariya yang
di tempah pada satu tempat khusus (songi) yaitu tempat gelap untuk meakukan
proses penempatan tidak hanya mengajarkan kewajiban-kewajiban secara adat
,tetapi di dalamnya ada peasan-pesan khusus yang disampaikan oleh orang tua
yang ada kaitannya dengan persiapan-persiapan menjalani kehiupan rumah tangga
baik secara lahir maupun secara batiniah. Oleh karena itu Kriya dapat di
katakan pengisian atau penyampaian pesan moral ,sehingga ketika upacara
Kariya selesai maka perempuan di anggap
telah matang proses keewasaan berpikir maupun bertingkah laku.
Dalam kaitannya dengan
konsep keagamaan bahwa Kariya merupakan proses yang berkepanjanga yang diawali
dengan kangkilo (sunat),katoba (pengislaman), hingga sampai pada pelaksanaan
upacara Kariya.
Upacara Kariya adalah
merupakan evaluasi dari seluruh pakaian rohani bagi seorang perempuan karena
seteah upacara Kariya maka wanita dianggap mapan. Oleh karena itu setelah
proses Kariya itu setelah proses kariya selesai perempuan lahir bagaikan kertas
putih dan memahami seluk beluk kehidupan
berumah tangga dalam menuju pada pembentukan keluarga sakinah,mawwaddah,dan
warrahma.
B.KARIYA SEBAGAI TUTURA
Kata tuturan dalam
bahasa muna adalah definisi morfem ‘tura’ yang artinya awal ,cerah .tetapi
telah mendapat prefiks itu artinya
pengawalan pencerahan (La Ode Sirad Imbo).Menurut Immanuel khan bahwa di eropa
pada awal abad pertengahan lahir zaman Aufklarung atau pencerahan dan mampu
membuat dirinya menggunakan pemahaman sendiri tanpa pengarahan dari luar. Dari
pengertian itu terjadi perbedaan di mana eropa yang menggunakan istilah
aufklarung sedangkan di muna menggunakan istilah tutura. Keduanya bertujuan
sama yaitu proses pembebasan diri ari kungkungan wibawa, purbasangka dan
tradisi untuk mencapai kemandirian dan kenyamanan pribadi. Maka tutura adalah
rangkaian upacara ritual agar manusia mencapai insanu kamil, yang di simbolkan menjadi proses kejadian manusia dari insani
hingga menjadi manusia sempurna dengan melaluitujuh tahapan.
Sedangkan tuturan pada awalnya di hasilkan selama 40 hari. Dalam
kegiatan kejadian manusia 9 bulan 10 hari. Tetapi kemudian pelaksanaan tuturan Kariya
hanya di laksanakan 4 hari adalah sebagai kias dari 40 hari sedangkan 7 hari
adalah tahapan –tahapan pelaksanaan Kariya dari awal hingga selesai
Upacara Kariya
sebagai pengasah fitrah karena harapan dari proses pelaksanaan Kariya adalah
untuk mencapai kesucian kembali sebgaimana awalnya di lahirkan di muka bumi.
Oleh karena itu mengawali acara kariya peserta terlebih dahulu di mandikan dan
setelah selesai juga di mandikan yang bertujuan untuk mencapai kesucian
sehingga peranggai di asah agar senan tiasa cerah dan fitranya tetap terjaga.
C.KARIYA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN
Berdasarkan teori
pendidikan ada dua metode yang dia anggap efektif yaiti :(1) cahracter building (2) titilasi,melalui
character building manusia di glembeng watak dan mentalnya sehingga muncul rasa
percaya diri yang kokoh,sedangkan melalui titilasi adalah pembinaan minat agar
bangkit gairah untuk mengetahui dirinya sendiri. Dalam kaitannya dengan Kariya
adalah proses pendidikan pada kaum perempuan untuk di binah watak,karakter,
serta pemahaman akan dirinya . Dalam acara kariya /pingitan ,makan,minum dan
jam tidur di takar adalah merupakan pembinaan hidup dalam kesederhanaan .
Sedangkan iringan tarian,nyanyian , pantun, dan gong adalah isyarat pembinaan
gairah untuk melahirkan kepercayaan diri .
Bab 3
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Jadi kariya merupakan
upacara adat bagi masyarakat muna yang pertama di adakan pada masa pemerintahan
raj La Ode Husein yang bergelar omputo sangai terhadap puterinya yang bernama
Wa Ode kamomono kamba.menurut kaidah bahasa muna bahwa kariya berasal dari kata
‘kari’ yang artinya : (1) sikat/pembersih dan (2) penuh/sesak LaOde Sirat imbo,
28 juni 2007,sedangkan makna secara kongrit bahwa kata kariya (muna) berarti
ribut atau keributan dan arti lainnya ramai atau keramaian
B.SARAN
Sebaiknya kita melestarikan budaya/adat
daerah muna termasuk kariya dan yang lainnya,karena dengan melestarikannya kita
dapat di kenal sebagai masyarakat berbudaya. Selain itu juga agar tidak
tergeser oleh budaya asing yang masuk di daerah muna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar