1. PENGERTIAN LEADERSHIP
Menurut Tom Peters dan Nany Austin dalam bukunya A. Passion For Excellence
(1985), leadership berarti “Vision, cheerleading, enthusiasm, love, trust,
verve, passion, obsession, consistency, the use of symbols paying attentons
illustrated by the content of on of one’s calendars, out and out drama ( The
managementf thereof) creating henoes at all levels, coaching effectively
wandering around and namerous other things” Sedangkan stoner et al (1995)
mengartikan leadership sebagai “ The process of directing and cofluencing the
task- related activities of grup member.
Dari kedua pengertian di atas, bahwa “kepemimpinan” ( leadership) memiliki
makna yang luas yaitu:
1. Sebagai suatu proses untuk
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas–aktivitas para anggota kelompok.
2. Memberikan visi, rasa gembira,
kegairahan, cinta, kepercayaan, semangat, obsesi, dan konsistensi kepada para
anggota organisasi, dan
3. Menggunakan simbol-simbol memberikan
perhatian, menunjukan contoh atau tindakan nyata menghasilkan para pahlawan
pada semua level organisasi dan memberikan pelatihan secara efektif kepada
anggota organisasi dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, kepemimpinan mempunyai beberapa implikasi :
1. Kepemimpinan berarti melibatkan orang
atau pihak lain yaitu followers.
2. Kepemimpinan melibatkan distribusi
kekuasaan power ini dapat bersumber dari 1) Reward power,
2) Coercive power (Pemaksaan), 3) Legitimatr power (Legitimasi),
4) Referent power (adanya referensi), 5) export power (keahlian
yang dimiliki para leaders).
3. Kepemimpinan memiliki kemampuan umtuk
memakai bentuk-bentuk kekuasaan (power) yang berbeda.
4. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi
(knowladge, skills, abilities, & experiences) yang cukup integritas
moral dan etika pribadi yang tinggi untuk memimpin dan menjadi suritauladan
perlu disadari, ciri dan sifat kepemimpinan ideal antara pemimpin disatu
perusahaan dengan perusahaan lain dan dari antar waktu ke waktu dapat
berbeda-beda (situasional dan mementual). Misalnya adalah situasi politik yang
stabil dan perekonomian mengalami pertumbuhan, maka kepemimpinan yang ideal
adalah pemimpin yang mampu membawa organisasi melakukan ekspansi dan kembang
pesat. Sementara dalam kondisi kritis, kepemimpinan yang ideal adalah
pemimpinan yang mampu menkonsolidasi organisasinya agar bisa bertahan dan mampu
mengatasi kritis. Dengan demikian, pendekatan kepemimpinan yang efektif perlu
disesuiakan dengan karakteristik perusahaan dan konstelasi yang sedang dan akan
terjadi baik dari dalam perusahaan itu sendiri maupun dari lingkunagan
eksternal.
2. TEORI KONTINGENSI KEPEMIMPINAN MENURUT
PATH-GOAL ROBERT HOUSE
Teori ini termasuk teori perilaku kepemimpinan dan teori harapan dalam
motivasi. Menurut pendapat Robert House dan kawan-kawannya perilaku
pimpinan itu dilihat oleh bawahannya dalam usahanya untuk mengarahkan pada
tujuannya: kegiatan tugas dan kepuasan. Menjelaskan dengan mengarahkan pada
pencapaian tujuan berkaitan sendirinya dengan menolong karyawan memfokuskan
pada harapannya, alat imbalan dan nilai di dalam situasi kerja. Pada akhirnya
pimpinan harus mengetahui apa yang diinginkan oleh bawahannya dalam situasi
tugas tertentu dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Teori ini menganggap pimpinan itu bersifat fleksibel
didalam memilih gaya kepemimpinan tertentu dari empat kemungkinan sebagai
berikut :
1) Pimpinan direktif (Directive Leaders)
Tugas-tugas yang telah di tetapkan untuk karyawan, dengan tanggung jawab
tertentu, pengawasan yang ketat, imbalan dan hukuman untuk mengawasi perilaku
mereka. Gaya kepemimpinan ini baik jika tugas-tugas tidak terstruktur yang
menimbulkan kebingungan dan frustasi. Gaya ini juga kehendaki jika bawahan
mengharapkan pimpinan memberikan petunjuk yang berhubungan dengan pekerjaan,
informasi dan bantuan tehnik.
2) Pimpinan suportif (Supportive
Leaders)
Pimpinan disini bersahabat, penuh pendekatan dan memperhatikan kepentingan
orang lain. Gaya ini cocok jika tugas-tugas terstruktur dengan baik sekali.
Bila tugas-tugas pekerjaan itu kurang memuaskan, karyawan mengharapkan
pimpinannya dapat mempergunakan rapat atau minum kopi di kafetaria sebagai
tempat menolong kepuasaan mereka dalam kebutuhan sosial.
3)
Pimpinan partisipatif (paarticipativ leaders)
Gaya ini
mendorong karyawan untuk berpartisipasi di dalam menentukan tugas-tugas dan
menyelesaikan persoalan. Gaya ini cocok jika tugas-tugas begitu kompleks dan
saling berhubungan sehingga memerlukan kerjasamayang tinggi diantara karyawan.
Gaya ini juga cocok kalau karyawan mempunyai keahlian dan pengetahuan,mereka
puas karena mempunyai kekuasaan dan pengawasan sendiri.
4)
Pimpinan yang oerientasi pada prestasi (Achievement-orriented
leadership)
Gaya ini
sebagai kelanjutan dari kepemimpinan partisipatif yang menekankan
pada penentuan tujuan. Dibawah pendekatan ini pimpinan memimpin karyawan dengan
menetapkan tugas-tugas yang menantang dengan mengharapkan mereka mencapai
tugas-tugas ini. Sepanjang karyawan ingin mencapai tujuannya, mereka bebas
memimpin tugas mereka. Pendekatan ini cocok untuk individu yang ingin mencapai
prestasi yang tinggi.
Teori
Jalur-Tujuan dari House-Mitchell (House-Mitchell-Goal-Theory)
Robert House
dan Terence Mitchell mendasarkan diri padamodel Ohio State University, akan
tetapi menambahkan bahwa orientasi hubungan kemanusiaan ataupun orientasi tugas
akan efektif apabila diterapkan terhadap situasi yang cocok bagi masing-masing
orientasi tersebut.
Menurut
teori ini tingkah laku pemimpin dianggap efektif apabila dia mampu mempengaruhi
bawahan sehingga mereka menjadi terdorong giat bekerja, meningkatkan semangat
kerja serta mereka merasa puas dan bangga terhadap pekerjaannya. Teori ini disebut
jalur-tujuan karena menitikberatkan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi
pandangan bawahan akan tujuan pribadi mereka (bawahan) sebagai jalur/jalan
menuju tercapainya tujuan organisasi sebagai keseluruhan. Pemimpin
kemudian berusaha menunjukkan bahwa tujuan pribadi mereka itu berhubungan erat
dengan tujuan organisasi sebagai keseluruhan.
Teori diatas memiliki
kaitan dengan Teori Harapan (Expectancy Theory) yang menyatakan bahwa seseorang
akan merasa puas dan bangga atas pekerjaannya apabila dia merasa bahwa
pekerjaannya itu menghasilkan sesuatu yang bernilai cukup tinggi bagi
organisasi, dan dia akan bekerja keras apabila dia merasa yakin bahwa usahanya
itu akan mendatangkan hasil yang lebih tinggi lagi kepadanya. Tugas pemimpin
disini adalah menunjukkan dan memperjelas hubungan antara hasil pekerjaannya
dengan apa yang diharapkannya. Sejajar dengan teori lain, teori ini menjelaskan
pula bahwa dalam situasi yang unstructured, dimana tingkat
kejelasan teknis dari pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan adalah
rendah atau tidak jelas (misalnya pada pekerjaan penelitian, pendidikan,
penerangan, penyampaian informasi, dan sebagainya) maka pemimpin dapat
mempertinggi motivasi dan kepuasan kerja bawahan dengan cara mempertinggi kadar
aspek penugasan (task oriented) yang berupa perincian tugas-tugas secara
lebih teknis.
Sebaliknya
dalam Situasi yang terstruktur yaitu keadaan dimana tingkat kejelasan teknis
dan pekerjaan itu adalah cukup tinggi (misalnya menyebar, memasang suku cadang,
memperbaiki mesin, mengecat, mengelas, dan lain sebagainya) maka motivasi dapat
ditingkatkan dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan
kemanusiaan.
Gambar Gaya Kepemimpinan menurut House-Mitchell
3. TEORI KONTINGENSI KEPEMIMPINAN MENURUT VROOM-YETTEN
(Vroom- Yetten Contingency Model)
Dalam model situasional yang
dikemukakan oleh Victor Vroom dan Philip Yetten ini dapat di gambarkan sebagai
berikut :
Gambar Kepemimpinan menurut Vroom-Yetten
Model ini menerangkan bahwa unsur situasi internal yang dapat berupa
misalnya : kondisi pendidikan dan penghasilan bawahan tingkat keberhasilan yang
telah dicapai perusahaan, akan berinterakasi unsur keberhasilan kepemimpinan
seperti pengalaman, pengetahuan, ketrampilan berkomunikasi serta sifat-sifat
pribadi yang lain yang dimiliki oleh pemimpin itu. Interaksi ini akan
menimbulkan tingkah laku atau gaya kepemimpinan yang diperlakukan oleh pimpinan
tersebut yang kemudian akan mempengaruhi tingkat efektifitas pencapaian
organisasi. Akan tetapi tingkat efektifitas tersebut masih akan dipengaruhi
pula oleh unsur situasi eksetrn misalanya kondisi perekonomian pada
umumnya,kondisi sosial kemsayarakatan, kondisi politik pemerintahan yang
berlaku dan kondisi persaingan.
Model
Vroom-Yetten yang asli dikembangkan pada tahun 1973 guna membantu para menejer
memutuskan kapan dan sejauh mana menejer harus melibatkan bawahan dalam
memecahkan masalah tertentu. Model ini mengemukakan lima gaya kepemimpinan yang
melukiskan suatu kepemimpinan berkelanjutan (continum) dari pendekatan otoriter
ke pendekatan konsultatif dan kemudian ke pendekatan partisipatif.
Maksutnya dari pendekatan otoriter, seorang menejer mangambil
keputusan sendiri atau memecahkan persoalan sendiri dengan menggunakan
informasi yang ada pada saat itu dan seorang menejer sebelum ngambil keputusannya
atau memecahkan persoalannya, ia meminta informasi yang akurat dari bawahannya.
Dalam meminta informasi itu, menejer mungkin memberi tahu mengapa meminta
informasi itu. Kemudian ke pendekatan konsultatif seorang menejer
mengemukakan masalah yang dihadapi kepada bawahan yang relefan secara
perseorangan bukan secara kelompok, untuk memberi gagasan dan saran-saran.
Setelah itu menejer mengambil keputusan yang bisa atau tidak bisa mencerminkan
pengaruh bawahan. Seorang menejer mengemukakan masalah kepada bawahannya dalam
kapasitasnya sebagai kelompok dan mereka mengajukan gagasan, saran. Kemudian
menejer mengambil keputusan yang bisa atau tidak bisa mencerminkan pengaruh
bawahan. Dan kemudian pendekatan yang sepenuhnya partisipatif,
seorang menejer mengemukakan masalah kepada bawahan sebagai kelompok, selaku
mitra kerja untuk bersama-sama menghasilkan dan menilai alternatif guna mencoba
membuat persetujuan/konsensus tentang suatu pemecahan. Menejer tidak berupaya
mempengaruhi kelompok untuk mengambil cara dalam pemecahan masalah. Menejer
menerima dan melaksanakan pemecahan apa saja yang mendapat dukungan dari
seluruh kelompok.
KESIMPULAN
Peranan seorang pemimpin didalam organisasi sangat menentukan karena dia
merupakan motor penggeraknya organisasi untuk mencapai sasaran . Di dalam
menjalankan perannya itu tidaklah setiap pemimpin itu efektif di dalam
menjalankan tugasnya, hal ini mungkin karena dia tidak mempunyai bakat atau
tidak terdidik khusus untuk menjadi pemimpin.
DAFTAR
PUSTAKA
Eddy, Suwardi Drs. 1982. Aspek-aspek Kepemimpinan. Bandung :
Penerbit Alumni
Gitosudarmo, Indriyo Drs, M.com, (Hons). 2009. Prinsip Dasar Manajemen
Edisi 3. Yogyakarta : BPFE
Benyamin, Liputo. 1988. Pengantar Manajemen. Jakarta : -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar