do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Senin, 10 November 2014

PERKELAHIAN KUDA DI KABUPATEN MUNA



PERKELAHIAN KUDA KABUPATEN MUNA

Ingin berwisata dengan suasana berbeda, unik, menarik, eksotik, jawabannya hanya ada di Muna. Kota kecil di kepulauan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sulteng). Sejumlah destinasi primadona ditawarkan ke wisatawan. Sayang lemahnya promosi dan publikasi, membuat destinasi Muna terpinggirkan, terlupakan dari peta pariwisata Indonesia. Padahal potensinya luar biasa.
 Luar Biasa lantaran obyek wisata di Muna, tidak ditemukan di daerah lain apalagi di belahan dunia. Seperti Gua Liang Kobori atau gua bertulis di Desa Liangkabori Kecamatan Lohia, yang jaraknya sekitar 12 kilometer dari ibukota Muna. Dengan kondisi geografis alamnya yang menantang berupa karang atoll, batuan karst, panorama alam yang masih hijau perawan, ternyata di kawasan ini terdapat 21 gua, yang unik dan menarik.

Gua Liang Kobori memiliki lebar 30 meter, tinggi 5 meter dengan kedalaman 50 meter ini, menyimpan berbagai misteri peradaban kehidupan manusia zaman dulu, dulu kala. Bahkan kehidupan masa lalu, tergambar jelas di dalam dinding gua yang dihiasi berbagai relief lukisan tangan peninggalan purbakala dari peradaban neolitik.
Ada lebih dari 130 goresan  tangan berwarna merah dengan motif perahu, bintang, orang bermain layang-layang, orang menari, orang sedang berburu rusa, seorang menaiki seekor gajah, gambar matahari, gambar pohon kelapa , gambar binatang ternak seperti sapi, kuda dan masih banyak gambar relief lainnya.
 Goresan-goresan itu masih orisinil, utuh, terawat dan terjaga jangan sampai dirusak tangan-tangan jahil. Bahkan, bentuk dan kecemerlangan warnanya  hingga kini masih menjadi misteri, terutama bahan tinta yang digunakan manusia purba dalam melukis di dinding gua. Budayawan Muna, Landoles mencermati lukisan relief itu menggunakan bahan tanah liat dicampur getah pohon, yang melekat di sekitar gua. Kuasnya menggunakan sejenis alang-alang yang diikat menyerupai kuas.
 Daya tarik lain di dalam gua, terdapat terowongan alami sepanjang 20 meter. Didalamnya terdapat stalaktif bahkan tetesan air dari atap gua, yang menetes setiap detik sehingga menimbulkan bunyi dentingan air yang memukau. Warna langit-langit gua  juga khas,  agak kehitam-hitaman bekas mirip bekas perapian manusia purba, untuk mengusir hawa dingin dan tempat memaksa.
Selain wisata gua, Muna juga punya Danau Laut Napabale yang menakjubkan. Keunikan alam ini karena air laut terjebak cincin karang yang akhirnya membentuk cawan. Air berkubang luas dilingkari bukit-bukit karang yang tinggi dan terjal. Bukit rimbun menghijau nan kokoh seperti benteng penjaga napabale yang mirip lukisan vagina alam. Napabale yang terletak di tebing tinggi Lohia, dekat pantai dengan pemandangan Selat Buton.
Dari kejauhan, nampak air laut mengalir lewat gua-gua kecil di kaki bukit karang. Ada tiga karang besar yang ditumbuhi pepohonan liar. Bentuknya seperti tube fallopi, dan tempat ini menjadi lorong jutaan berbagai spesies ikan laut yang hidup di Selat Buton.

 Danau ini juga ada terowongan alami di bawah kaki bukit yang menghubungkan danau Laut Napabale dengan lautan di Selat Buton. Panjang terowongan kurang lebih 50 Meter dan Lebar sekitar 15 Meter. Untuk melintasi terowongan itu, harus menunggu air laut surut karena jika air pasang, terowongan Napabale tertutup air. Dari terowongan gua karang bisa berjalan kaki sambil menikmati batuan karang stalakmit dan stalaktik yang eksotik. Terowongan itu  menuju tepi pantai yang pemandangannya begitu indah serta hamparan pasir yang bersih alami.
Obyek wisata lain yang tak kalah menarik, batu berbentuk kapal di Raha.  Menurut cerita batu itu berasal dari kapal Sawerigading yang terdampar dan akhirnya membatu. Selain itu, bagi yang gemar Diving bisa menyelam di laut dalam sambil mencari uang logam, benda antik peninggalan kapal asing yang tenggelam ratusan tahun yang lampau. Destinasi lain, Air Terjun Kalima-lima yang memiliki ketinggian 30 meter. Juga ada Danau Montonuno yang airnya jernih yang dikeliling hutan yang alami.
Yang tak kalah menarik,  ada layang-layang tradisional peninggalan sejarah yang masih terawat baik. Keunikan layangan ini terbuat dari bahan alami seperti, daun kolope dari tumbuhan ubi hutan, bambu rami dan benang yang terbuat dari serat nanas hutan. Bentuk layang-layang ini mirip dengan relief yang  tergores pada dinding gua liang kobori.

Selain itu Muna punya atraksi adu kuda. Pogeraha Adara atau adu kekuatan kuda ini sudah lama melekat di masyarakat Muna, sudah menjadi bagian kebudayaan yang tak pernah ditinggalkan. Setiap tahun sedikitnya tiga kali atraksi Adu Kuda digelar di lapangan terbuka Kecamatan Lawa, sekitar 20 km dari Raha, kota Kabupaten Muna.
Atraksi menarik peninggalan raja-raja Muna di era pergerakan. Masa lalu, adu kuda dipertontonkan oleh Raja-raja Muna jika kedatangan tamu penting dari Jawa atau daerah lain. Pertunjukan adu kuda itu dimaksudkan sebagai penghormatan kepada tamu. Kini digelar secara rutin bertepatan hari-hari besar.
Atraksi ini dimulai dengan memunculkan kuda-kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan yang berbadan besar dan garang. Di tempat lain, dimunculkan juga seekor kuda jantan yang fisiknya sama besar. Kuda jantan itu akan segera berusaha mendekatkan dirinya ke kuda-kuda betina yang ada di tempat terpisah. Sementara kuda jantan yang ditugasi memimpin sejumlah kuda betina, pasti marah jika melihat kuda jantan asing dalam kelompoknya. Dalam posisi seperti itulah peristiwa pertarungan kuda terjadi. Sungguh menarik.
Jika ingin ke Muna, lebih baik bulan Juni karena Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata akan menggelar Festival Layang-layang Internasional, yang dihadiri pengemar layangan dari penjuru tanah air,  juga mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Amerika Serikat, Jepang, Korea, bahkan Jerman.  (endy poerwanto)

Tidak ada komentar: