do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Senin, 01 Februari 2016

Stabilitas Politik Indonesia jadi Jaminan Perkembangan Bisnis Pengusaha Tionghoa



Stabilitas Politik Indonesia jadi Jaminan Perkembangan Bisnis Pengusaha Tionghoa
Sabtu, 26 September 2015 | 19:45 WIB
http://assets.kompas.com/data/photo/2015/09/26/1943292IMG-20150926-WA0005780x390.jpg
Ketua MPR Zulkifli Hasan yakinkan pengusaha Tionghoa untuk berinvestasi di Indonesia. Stabilitas sistem politik dan demokrasi di Indonesia saat ini menjadi jaminannya.
"Sistem politik kami semakin matang. Sistem demokrasi pun sudah diuji dalan pemilihan presiden langsung yang berjalan dengan damai. Saya kira stabilitas seperti ini adalah jaminan bagi bisnis dan usaha untuk lanjut dan berkembang," tutur Zulkifli pada pembukaan World Chinese Entrepreneur Convention (WCEC) ke-13 di Nusa Dua Convention Center, Bali, Sabtu (26/9/2015).
Zulkifli menilai, masyarakat Indonesia kini partisipatif dan santun sehingga tak ada konflik karena Pemilu. Hal tersebut menjadi indikator stabilnya kondisi politik negara.
Pada konferensi yang terselenggara selama tiga hari, yakni 25-27 September 2015 ini hadir sekitar 3.000 pengusaha Tionghoa yang berasal dari Tiongkok maupun negara lainnya. Konferensi ini dihadiri pula oleh Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, serta Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. (adv)


Kacaunya Sistem Politik di Indonesia

10 September 2014 17:05:01 Diperbarui: 18 Juni 2015 01:06:53 Dibaca : Komentar : Nilai :
Kacaunya Sistem Politik di Indonesia
Sumber: Detik.Foto
Belakangan ramai sekali wacana tentang Pilkada lewat DPRD. Sebelumnya, para Wakil Rakyat yang terhormat menyetujui Pilkada langsung. Sebuah alur pemikiran yang dibolak-balik seperti "gasing" sesuai dengan kehendak elit politik.
Politik itu adalah alat untuk menggapai kekuasaan. Para politisi di negeri tercinta, lebih mengutamakan kepentingan partai dan golongannya daripada kepentingan bangsa dan negara. Mereka, menciptakan sistem yang disahkan oleh undang-undang dan peraturan sehingga dapat menyelinap ke dalam gerbong partai.
Partai yang sejatinya merupakan kendaraan politik dalam menghasilkan kader-kader terbaik generasi harapan bangsa, berubah menjadi ajang kepentingan transaksional yang ujung-ujungnya adalah uang. Partai yang merupakan sebuah wadah organisasi, jelas tidak bisa disalahkan. Namun, apabila orang-orang yang berada di dalamnya mempunyai orientasi dalam berpikir bahwa uang adalah segalanya.



Ini Syarat Menkumham Akui Kepengurusan Golkar dan PPP

Menkumham Yasonna Laoly menyimak keterangan Baleg DPR saat rapat koordinasi membahas penetapan Prolegnas RUU Prioritas 2016 dan Perubahan Prolegnas RUU 2015-2019, Jakarta, Senin (25/1/2016). (Liputan6.com/Johan Tallo)
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly tidak akan mengakui kepengurusan partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), apabila kedua ‎partai politik tersebut tidak segera melaksanakan Muktamar Islah maupun sejenisnya.

Sebab, Yasonna menjelaskan, sesuai Undang-Undang (UU) Partai Politik dualisme kepengurusan hanya bisa diselesaikan melalui mekanisme internal parpol itu sendiri melalui Mahkamah Partai (MP).
Kepengurusan Golkar hasil Munas Bali, menurutnya belum mendapatkan atau mengantongi SK Menkumham. Selain itu, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tidak mengabulkan mengenai Tata Usaha Negara (TUN) serta Pengadilan Negeri Jakarta Utara  saat ini masih dalam proses kasasi atau belum ada putusan inkrah.

Terkait PPP, mantan Anggota Komisi II DPR ini berpandangan tidak beda jauh dengan Golkar. Dia lebih mendorong pihak Djan Faridz dan Romahurmuziy berdamai.
Bahkan, pihaknya juga sudah menerima surat dari sesepuh PPP hasil Muktamar Bandung itu adalah karena Muktamar Surabaya dan Jakarta belum ada yang disahkan oleh pemerintah, maka kepengurusan PPP Muktamar Bandung meminta jangan Menkumham mensahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta.
Syarat tersebut terdiri dari 3 hal. Pertama, masalah parpol itu ranah hukum publik seperti yang diatur dalam UU Parpol. Kedua, meminta kepada mereka serahkan surat keterangan sedang tidak ada perselisihan dari Mahkamah Partai yang ditanda tangani dengan akta-akta dan surat dari MP PPP.

Sistem Politik Indonesia Tak Melarang Jabatan Rangkap


http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/368816/big/040302bDialog.jpg
Liputan6.com, Jakarta: Polemik rangkap jabatan pimpinan partai politik dengan lembaga eksekutif dan legislatif akibat belum ada hukum yang secara jelas mengatur hal tersebut. Sejauh ini, Undang-undang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR hanya meliputi pelarangan rangkap jabatan anggota legislatif dengan eksekutif dan jabatan negara lainnya. Karena itu, di masa mendatang, peraturan larangan rangkap jabatan perlu diterapkan. Itu jika pemerintahan telah memakai sistem presidensial murni. Demikian dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Theo L. Sambuaga dan pakar hukum tata negara Satya Arinanto, dalam dialog yang dipandu Bayu Sutiyono, di studio SCTV di Jakarta, Senin (4/3).




Aburizal: Sistem Politik Indonesia Terlalu Liberal

Aburizal: Sistem Politik Indonesia Terlalu Liberal  


TEMPO.COJakarta - Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie menyatakan sistem politik Indonesia saat ini sudah terlalu liberal dan mulai melupakan substansi Pancasila, dasar negara. Pemilihan langsung oleh rakyat dinilai tak sesuai dengan Pancasila. Menurut dia, demokrasi sebebas apa pun tetap harus diatur undang-undang.

Ia menilai Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tidak menyalahi Pancasila atau Undang-Undang Dasar 1945. “Justru, dengan memperjuangkan RUU Pilkada, Koalisi Merah Putih hendak mengembalikan UU yang tidak sesuai dengan dasar negara,” ujarnya seusai pertemuan dengan anggota Koalisi Merah Putih di kediaman Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung di Jakarta Selatan, Rabu, 10 September 2014. (Baca: Survei: Pemilih Prabowo-Hatta Tolak RUU Pilkada)

Selain itu, menurut Aburizal, pengajuan RUU Pilkada merupakan bentuk konkret Koalisi Merah Putih, yang telah menyatakan mengambil peran sebagai penyeimbang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.




Sistem Politik Indonesia Bukan Demokrasi, Tapi Oligarki  

Jum'at, 17 Juni 2011 | 16:15 WIB
Sistem Politik Indonesia Bukan Demokrasi, Tapi Oligarki  

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan sistem politik yang dianut di Indonesia bukan demokrasi, melainkan oligarki partai politik. "Kalau sistem politiknya demokrasi, pasti penegakan hukumnya bagus," kata Mahfud dalam diskusi "NU dan Masa Depan Politik Indonesia" di Wahid Institute Jakarta, Jumat 17 Juni 2011.

Menurut dia, pemerintahan Indonesia menganut sistem otoriter ke oligarki pada zaman reformasi. "Semua keputusan politik diambil dari elite politik tanpa memikirkan rakyat, lalu sekarang yang ada politik saling sandera," kata Mahfud.

Dia mengajak ormas Islam, termasuk Nadlatul Ulama, ikut berkampanye melawan korupsi. Hal ini sangat mendesak untuk mengubah sistem oligarki ke sistem demokrasi. "Saat ini bukan lagi masalah ideologi, tapi sistem," kata Mahfud.




Pakar: UU MD3 Sumber Kehancuran Sistem Politik Parlemen

Dheri Agriesta - 30 Oktober 2014 08:29 wib
MI/Mohamad Irfan
Metrottvnews.com Jakarta: Kisruh di parlemen semakin berlarut, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di Parlemen melancarkan misi tidak percaya kepada Pimpinan DPR. Parahnya, KIH justru membentuk Pimpinan DPR tandingan dan berencana membentuk alat kelengkapan dewan sendiri.

Pakar politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti menyebut, asal mula kekisruhan itu adalah UU MD3 yang memuat berbagai pasal baru yang dinilai menguntungkan Koalisi Merah Putih.

Ikrar mengatakan, sistem politik di Parlemen selama ini mengemukakan asas proposionalitas. Sistem paket pada pemilihan pimpinan di DPR dan MPR, menujukkan adanya niat kurang baik yang menyebabkan kartelisasi politik di Parlemen menjadi kenyataan.

Sistem politik di Parlemen, kata Ikrar, sudah sangat liberal, monopolistik, dan hegemonistik.  Seharusnya, di umur yang ke-17 tahun setelah reformasi, sistem politik Indonesia bisa lebih dewasa. Kedewasaan itu tidak muncul dalam sistem politik di parlemen. Meski, sindir ikrar, DPR saat ini sudah naik kelas dibandingkan DPR dulu.

Gema Pembebasan Tuntut Ganti Sistem Politik Indonesia
31 Agustus 2015 10:36 WIB Category: Semarang Metro Dikunjungi: kali A+ / A-
Foto: suaramerdeka.com / Cun Cahya
SEMARANG, suaramerdeka.com – Gerakan Mahasiswa Pembebasan Jawa Tengah berdemo di Jalan Pahlawan Semarang, Senin (31/8),  menuntut kemerdekaan yang sesungguhnya bagi Indonesia.
Dengan massa berjumlah kurang lebih 10 orang, mereka membawa poster dan spanduk, serta berorasi tentang penderitaan bangsa Indonesia yang secara non fisik kemerdekaannya belum nyata.
Menurut Ketua Gerakan Mahasiswa Pembebasan Jawa Tengah, Saifur Rijal sampai 70 tahun Indonesia merdeka nyatanya rakyat belum merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. “Sekarang ekonomi amburadul, rupiah terpuruk dan rakyat menderita harga-harga ikut naik ini yang dinamakan sudah merdeka,” tanyanya.
Saifur menambahkan, situasi yang seperti ini merupakan salah dari sistem yang ada di Indonesia. “Ganti rezim tidak menyelesaikan masalah tetapi mengganti sistem yang ada dengan menerapkan sistem politik demokrasi berideologi Islam,” tegasnya.
(Cun Cahya / CN26 / SM Network)




Kesimpulan
kesimpulan mengenai Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi, yakni sebagai berikut.
1.        Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi diartikan sebagai keseluruhan kegiatan yang berlangsung di Indonesia pasca reformasi berkaitan dengan kekuasaan, pengambilan keputusan, kepentingan umum, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
2.      Kelebihan pemerintahan Indonesia Pasca Reformasi adalah sebagai berikut.
·      Adanya kebebasan berpendapat dan kepentingan yang tidak pernah direalisasikan pada masa Orde Baru
·      Berkurangnya cara-cara kekerasan terhadap masyarakat yang berusaha mengkritik pemerintah. Dimana pada masa Orde Baru, tokoh-tokoh pengkritik pemerintah akan dipenjarakan, dan adanya para Petrus (penembak misterius) yang diduga pembunuh bayaran pemerintah yang bertugas untuk “menghabisi” orang-orang yang berusaha membuka kedok pemerintah
3.       Kekurangan pemerintahan Indonesia Pasca Reformasi adalah sebagai berikut.
·      Maraknya kerusuhan akibat demonstrasi yang dilakukan para aktivis sebagai bentuk penyaluran aspirasi masyarakat. Sumber Daya Manusia Indonesia yang tidak mengerti bagaimana seharusnya demonstrasi yang baik malah melakukan tindakan anarkis sebagai bentuk kepedulian pada kepentingan masyarakat.
·      Merajalelanya KKN sebagai akibat diberlakukannya otonomi daerah. Pejabat-pejabat daerah berpendapat bahwa bukan hanya pemerintah pusat saja yang mampu melakukan KKN, tetapi mereka juga mampu.
·      Kebebasan pers disalah gunakan banyak pihak (penguasa) untuk mencari keburukan dari elit-elit politik yang menjadi saingan politiknya. Sehingga yang terjadi perpecahan antar partai koalisi, bahkan perpecahan ditubuh partai itu sendiri.



TUGAS KLIPING PKN
“Sistem Politik Indonesia”
http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/thumbnails/751014/big/005854900_1413288248-Ruang_sidang_utama_gedung_DPR__foto_1_.jpg
Disusun oleh :
MUSTARI
FADHIL ROZA HANANDITYA
ALWIN
DESYA NURSYAHBAN ARSARY
IRMAYA INDRIANI
MUH. RACHMAD BUDIRYANTO NUGROHO ALSYAFEI
AHMAD FATHIN FIRAS
LD. ANDRY FATTAH
SAMAN HADI TAEPABU
HERYANTO

Tidak ada komentar: