MAKALAH
KEBUDAYAAN SULAWESI TENGGARA (TARIAN LULO)
MAKALAH
|
KEBUDAYAAN SULAWESI TENGGARA
|
(TARIAN LULO)
|
Disusun Oleh :
|
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkat rahmat dan karunian_Nya akhirnya tugas individu membuat karya ilmiah
yang berjudul KEBUDAYAAN DAERANG SULAWESI TENGGARA (TARI LULO) yang saya buat
dapat terselesaikan sebagaimana waktu yang harapkan.
Kami menyadari bahwa karya ilmiah yang saya buat ini
masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritikan
yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulisan tugas ini.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.. ii
Daftar Isi.. iii
BAB I : PENDAHULUAN.. 1
1.1
Latarbelakang. 1
1.2
Tujuan. 2
BAB II : RUMUSAN MASALAH. 3
BAB III : TRI ARGUMENTASI. 4
BAB IV : PEMBAHASAN.. 5
4.1
Pemahaman Tentang Tari Lulo. 5
4.2 Cara
menari Lulo. 5
4.3
Perkembangan Tari Lulo. 6
BAB V : PENUTUP. 7
5.1 Kesimpulan. 7
5.2 Kritik dan
Saran. 8
Bibliography. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Budaya atau kesenian Lulo merupakan kesenian daerah
suku Tolaki yang menjadi khasanah yang memperkaya budaya Sulawesi Tenggara.
Sebagai kesenian daerah, Lulo juga telah menjadi salah satu atribut budaya yang
membedakan Sultra dengan daerah lain. Menurut M. Oktrisman Balagi Kepala Bidang
Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan Kebudayaan Sultra, tarian lulo
menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam keberagaman dengan
meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status sosial lainnya.
Jika menelusuri awal munculnya kesenian lulo menurut Trisman, mungkin bisa
dilihat dari bagaimana memakna gerakan-gerakan lulo itu sendiri saat ini. Pada
zaman dahulu, masyarakat suku Tolaki yang notabene mengkonsumsi sagu dan beras
dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya, sering menggunakan teknik menghentakkan
kaki untuk menghaluskan rumbia menjadi sagu yang bisa dimakan dan menggunakan
teknik yang sama dalam melepaskan bulir padi dari tangkainya. Kebiasaan ini
kemudian dilakukan secara terus-menerus dan secara bergotong royong agar
prosesnya lebih cepat. Dari kebiasaan inilah masyarakat menemukan gerakan-gerakan
yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni tari yang kini kita kenal dengan
sebutan Tarian Lulo. Pada awalnya, tari ini diadakan dalam rangka pesta
perkawinan, syukuran panen, dan acara-acara khusus lainnya. Tujuannya adalah
sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan tidak jarang juga
dimanfaatkan sebagai ajang untuk mencari jodoh. Namun pada
perkembangannya, tarian ini juga diadakan ketika ada pejabat atau tamu penting
yang datang berkunjung ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam tarian ini,
dihadirkan penari-penari cantik yang mendampingi sekaligus membimbing para
pejabat atau tamu penting untuk ikut serta menari.
Tari lulo juga dapat dikatakan sebagai olahraga malam,
karena setelah kita melakukan tari lulo, badan kita menjadi segar.
1.2 Tujuan
Agar kita mengetahui kebudayaan Sulawesi Tenggara.
Agar kita mengetahui bahwa di Indonesia sangat beragam
seni budayanya
Agar kita ketahui apa tari lulo itu ?
1.3 Rumusan
masalah.
Belakangan ini banyak terjadi perkelahian dan
perselisihan ketika orang-orang atau anak-anak muda sedang menari lulo.
Sehingga akibatnya, Tari Lulo sudah jarang dilakukan pada malam ketika acara
perkawinan. Padahal, Tari Lulo sangat nikmat dilakukan pada malam hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga pendapat orang-orang mengenai Tari Lulo,
yaitu :
Menurut M. Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni
Budaya Badan Pariwisata dan Kebudayaan Sultra, tarian lulo menggambarkan
kebersamaan masyarakat Tolaki dalam keberagaman dengan meninggalkan sekat yang
membedakan kaya dan miskin serta status sosial lainnya.
Menurut Trisman, bahwa Lulo mampu bertahan karena
upaya masyarakat dan pemerintah yang terus melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo
dikembangkan dengan adaptasi konsep dan variasi gerakan. Lima dasar gerakan
lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba (lompat-lompat), Pinetabe
(penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan dikreasi
gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu.
Menurut Trisman, yang terpenting dari proses menjaga
dan melestarikan tarian tradisional lulo adalah harapan bahwa tarian lulo
merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta
damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalankan aktifitas
kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-menolong
“samaturu, medulu ronga mepokoaso”.
2.1 Pemahaman Tentang Tari
Lulo
Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk
mencari jodoh, terdapat tata atur yang sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam
arena tarian misalnya, para penari harus masuk dari depan dan tidak
diperbolehkan masuk dari belakang. Selain itu, ketika akan mengajak calon
pasangan untuk menari, terutama pasangan pria yang mencari pasangan wanita,
hendaknya mencari wanita yang sedang berpasangan dengan wanita. Jadi, seorang
pria tidak diperbolehkan mengajak seorang wanita yang sudah berpasangan dengan
pria lain. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kesalah pahaman
ketika tarian berlangsung. Ada juga aturan lain yang cukup menarik untuk
diketahui, seperti ketika terjadi penolakan dari calon pasangan. Apabila
seorang pria yang mencari pasangan ditolak oleh si wanita, maka pria tersebut
dikenai denda adat, yaitu seekor kerbau ditambah dua lembar sarung (toloa).
Akan tetapi, denda ini tidak berlaku sebaliknya kepada pihak wanita. Seiring
perjalanan waktu, tata atur yang berlaku dalam tarian ini sudah mulai
ditinggalkan. (Mardiati, 2012)
2.2 Cara
menari Lulo
Tari Lulo memiliki gerakan yang sederhana dan teratur,
sehingga memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk melakukannya. Tari Lulo
dilakukan dengan saling bergenggaman tangan, melangkahkan kaki dua kali ke
kiri, dua kali ke kanan, ke depan dan belakang sambil menghentakkan kaki
mengikuti irama musik memberikan nilai seni tersendiri bagi mereka yang
melakukannya. Di samping itu ada yang perlu diperhatikan dalam tarian lulo ini
seperti posisi tangan saat bergandengan tangan, untuk pria posisi telapak
tangan di bawah menopang tangan wanita. Ini dilakukan supaya gerakan tari bisa
berjalan secara harmonis, dan bagian atas tubuh wanita tidak tersentuh oleh
pasangannya ketika menari. Selain itu merupakan wujud simbolisasi dari
kedudukan, peran, etika kaum pria dan wanita dalam kehidupan sehari-hari.
Biasanya, tarian ini dilakukan dengan gerakan yang teratur dan berputar dalam
satu lingkaran. (Mardia, 2000)
2.3 Perkembangan Tari Lulo
Seiring perkembangan waktu, kesenian lulo sendiri ikut
mengalami perkembangan. Hadirnya hiburan lain dalam masyarakat modern seperti
diskotik, pub, dan konser-konser musik dengan penampilan artis-artis lokal
maupun nasional tidak membuat kesenian Lulo ditinggalkan masyarakat. Melainkan
lulo semakin saja tumbuh subur dengan iklimnya sendiri bahkan dengan gaya dan
caranya yang khas. Saat ini Tarian Lulo sendiri telah mengalami proses
penyesuaian dalam berbagai bentuk. Lulo yang dulunya hanya dilakukan dengan
mengikuti irama alat musik tradisional seperti gong telah berubah dengan
menggunakan alat musik elektornik electone atau organ. Di tengah perkembangan
peradaban yang terus melaju membentang membentuk simpul modernisasi zaman
dengan segala hal yang dibuatnya memukau, lulo ternyata mampu bertahan dan
tidak kehilangan pesona. Tidak hanya itu Lulo pun terus tumbuh dengan geliatnya
yang kuat mengikuti lajur ngilu perkembangan massa. Hal ini dijelaskan Trisman,
bahwa Lulo mampu bertahan karena upaya masyarakat dan pemerintah yang terus
melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi konsep dan
variasi gerakan. Lima dasar gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata,
Moleba (lompat-lompat), Pinetabe (penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin
disesuaikan dan dikreasi gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan
perkembangan waktu. Menurut Trisman, yang terpenting dari proses menjaga dan
melestarikan tarian tradisional lulo adalah harapan bahwa tarian lulo merupakan
mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan
mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalankan aktifitas
kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-menolong
“samaturu, medulu ronga mepokoaso”. (Mardiati, 2012)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Tari lulo adalah salah satu kebudayaan Sulawesi
Tenggara. Tari lulo merupakan tempat pencarian jodoh, teman, dan merupakan
olaraga malam. Tari Lulo dapat dilakukan semua umur, dari anak-anak sampai
orang tua. Tari Lulo juga dapat mempererat tali silaturahmi antara sesama.
3.2 Kritik dan Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat saya
perlukan untuk memperbaiki karya ilmiah yang saya buat ini, karena
sesungguhnya karya ilmiah yang saya buat ini sangat jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan baik dalam bentuk
tulisan maupun dari sisi lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar