BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Masa nifas (puerperium) yaitu di mulainnya setelah
plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu.
Adapun tahapan-tahapan masa nifas
(post partum/puerperium) adalah :
1. Puerperium dini
yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah
diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium
intermedial yaitu masa
kepulihan
menyeluruh
dari organ-organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3. Remot puerperium yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna teutama apabila ibu selama hamil atau
persalinan mempunyai komplikasi. Sebagai catatan, waktu untuk sehat sempurna bias cepat bila kondisi
sehat prima, atau bisa juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan, bila ada
gangguan-gangguan kesehatan lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Masa Nifas (Puerperium)
?
2. Bagaimana tahapan-tahapan dari Masa
Nifas ?
3. Bagaimana perubahan fisiologis
uterus dan system reproduksi pada Masa Nifas ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari
Masa Nifas (Puerperium) !
2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan
dari Masa Nifas !
3. Untuk mengetahui perubahan
fisiologis uterus dan system reproduksi pada Masa Nifas !
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Masa nifas atau
masa puerperium adalah masa
setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Masa nifas (puerperium) yaitu di
mulainnya setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu
(YBS-PS : 122).
B.
TAHAPAN-TAHAPAN MASA NIFAS
Adapun tahapan-tahapan masa nifas
(post partum/puerperium) adalah :
1. Puerperium dini
yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah
diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium
intermedial yaitu masa
kepulihan
menyeluruh
dari organ-organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3. Remot puerperium yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna teutama apabila ibu selama hamil atau
persalinan mempunyai komplikasi. Sebagai catatan, waktu untuk sehat sempurna bias cepat bila kondisi
sehat prima, atau bisa juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan, bila ada
gangguan-gangguan kesehatan lainnya.
C. PERUBAHAN UTERUS DAN SISTEM REPRODUKSI PADA MASA
NIFAS
Perubahan
alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula seperti
sebelum hamil disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan
memahami perubahan-perubahan seperti:
1. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses
kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi.
Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis
tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar
uterus sewaktu usia kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk
asam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai
1 cm di atas tali umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi
berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara
umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada
abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Proses
involusi uterus adalah sebagai berikut :
a) Iskemia Miometrium – Hal ini
disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah
pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan
terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses
penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik
akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali
panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi
selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
d) Efek Oksitosin – Oksitosin
menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan.
Ø Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus
Kehamilan yang sukses membutuhkan
peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya , arteri
dan vena di dalam uterus , terutama plasenta , menjadi luar biasa membesar ,
begitu juga pembuluh darah ke, dan dari uterus . Di dalam uterus , pembentukan
pembuluh – pembuluh darah baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna.
Setelah pelahiran , kepiler pembuluh darah ekstra uterin berkurang sampai
mencapai atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil. Pada masa nifas , di dalam uterus pembuluh –
pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan hialin , dan pembuluh –
pembuluh yang lebih kecil menggantikannya . Resorpsi residu hialin dilakukan
melalui suatu proses yang menyerupai proses pada ovarium setelah ovulasi dan
pembentukan korpus luteum . Namun , sisa – sisa dalam jumlah kecil dapat
bertahan selama bertahun – tahun.
Ø Perubahan Pada Serviks dan Segmen
Bawah Uterus
Tepi
luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya mengalami laserasi
terutama di bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa
hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari.
Pada akhir minggu pertama, ostium
tersebut telah menyempit. Karena ostium menyempit, serviks menebal dan anal
kembali terbentuk. Meskipun involusi telah selesai, os eksternum tidak dapat
sepenuhnya kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar,
dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang
permanen dan menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel
serviks menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup banyak sebagai akibat
pelahiran bayi. Contohnya, Ahdoot dan rekan ( 1998 ) menemukan bahwa sekitar 50
% wanita dengan sel skuamosa intraepithelial tingkat tinggi mengalami regresi
akibat persalinan pervaginam. Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan
cukup bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali, tapi tidak sekuat pada
korpus uteri. Dalam waktu beberapa minggu, segmen bawah telah
mengalami
perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk
menampung hampir seluruh kepala janin, menjadi isthmus uteri yang hampir tak
terlihat dan terletak di antara korpus uteri diatasnya dan os internum serviks
di bawahnya.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh
beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g,
2 minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada
minggu ke enam, beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus memiliki
berat 30 g, yaitu sebesar uterus normal.
Peningkatan kadar estrogen dan
progesteron bertanggung jawab untuk prtumbuhan masif uterus selama masa hamil.
Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, pningkatan jumlah
sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa
pascapartum penurunan kadar hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
Ukuran
uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-perubahan
normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut :
Involusi
Uteri
|
Tinggi
Fundus Uteri
|
Berat
Uterus
|
Diameter
Uterus
|
Plasenta
lahir
|
Setinggi
pusat
|
1000
gram
|
12,5
cm
|
7
hari (minggu 1)
|
Pertengahan
pusat dan simpisis
|
500
gram
|
7,5
cm
|
14
hari (minggu 2)
|
Tidak
teraba
|
350
gram
|
5
cm
|
6
minggu
|
Normal
|
60
gram
|
2,5
cm
|
2. Involusi Tempat
Plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang
kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan
cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir
nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas
bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi
endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis.
Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat
implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan
lokia.
Menurut
Williams ( 1931 ), ekstruksi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu waktu
sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar, karena bila proses ini terganggu, dapat
terjadi perdarahan nifas awitan lambat. Segera setelah pelahiran, tempat melekatnya
plasenta kira – kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat
ukurannya mengecil . Pada akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4
cm. Dalam waktu beberapa jam setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta
biasanya terdiri atas banyak pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang
selanjutnya mengalami organisasi thrombus secara khusus.
Williams
( 1931 ) menjelaskan involusi tempat melekatnya plasenta sebagai berikut :
Involusi
tidak dipengaruhi oleh absorpsi insitu, namun oleh suatu proses eksofilasi yang
sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta akibat
pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan
dan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi – tepi melekatnya plasenta dan
sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stroma yang
tertinggal di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta. Proses
eksfoliasi semacam itu dianggap sebagai suatu ketetapan yang bijaksana;
sebaliknya kesulitan besar akan dialami dalam penyelapan arteri yang mengalami
obliterasi dan thrombus yang mengalami organisasi, yang bila menetap in situ,
akan segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan miometrium di bawahnya
menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson
dan Davis ( 1968 ) , menyimpulkan bahwa
eksfoliasi tempat melekatnya plasenta berlangsung sebagai akibat pengelupasan
jaringan superficial yang mengalami infark dan nekrotik yang diikuti oleh suatu
proses perbaikan.
3. Perubahan Ligamen
Setelah
bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen
yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
4. Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks
menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini
disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi,
sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna
serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi
dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1
minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena hiperpalpasi dan
retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai
involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya
ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Delapan belas
jam pasca partum , serviks memendek dan
konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula . Serviks
setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa , tipis dan rapuh selama beberapa
hari setelah ibu melahirkan . Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol ke
vagina ) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil – kondisi yang optimal
untuk perkembangan infeksi. Muara serviks , yang berdilatasi 10 cm seewaktu
melahirkan , menutup secara bertahap. 2 jari mungkin masih dapat dimasukkan
kedalam muara serviks pada hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya
tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke – 2. Muara
serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan ,
tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah , sering disebut seperti mulut
ikan .Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa.
5. Lokia
Akibat
involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami
perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia
rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat
dilihat sebagai berikut:
Lokia
|
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
Rubra
|
1-3 hari
|
Merah
kehitaman
|
Terdiri
dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa
darah
|
Sanguilenta
|
3-7 hari
|
Putih
bercampur merah
|
Sisa
darah bercampur lender
|
Serosa
|
7-14
hari
|
Kekuningan/
kecoklatan
|
Lebih
sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan
laserasi plasenta
|
Alba
|
>14
hari
|
Putih
|
Mengandung
leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
|
Umumnya
jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring dari pada
berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat
wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri.
Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Rabas
uterus yang keluar setelah bayi lahir sering kali lokia, mula - mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi
merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil.
Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu
tersebut, aliran yang keluar harus semakin berkurang.
Lokia
rubra terutama mengandung darah. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau
coklat setelah 3 sampai 4 hari ( lokia serosa ). Lokia serosa terdiri dari
darah lama ( old blood ), serum, leukosit, dan debris jaringan. sekitar 10 hari
setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba
). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan
bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah
bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi
tampon perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985 ) menganjurkan suatu metode
untuk memperkirakan kehilangan darah pasca partum secara subyektif dengan
mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum. cara mengukur lokia yang
obyektif ialah dengann menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah
dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar 1 gram setara dengan 1 ml darah.
seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila factor waktu tidak
dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu
1 jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang
mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa
memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek
obat hilang. setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih
sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan
menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama,
wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak
sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada wal periode pascapartum
menunjukkan perdarah berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membrane
yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke – 10 pasca partum
menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih.
Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi
atau sub involusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlajut bisa menandakan
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada
abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lokia menyerupai bau
cairan menstruasi, bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat
bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum lain ialah laserasi vagina
atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
LOKIA
|
BUKAN LOKIA
|
Lokia
biasanya menetes dari muara vagina. Aliran darah tetap keluar dalam jumlah
yang lebih besar saat uterus berkontraksi.
|
Apabila
rabas darah menyembur dari vagina, kemungkinan terdapat robekan pada serviks,
atau vagina selain dari lokia yang normal
|
Semburan
lokia dapat terjadi akibat masasse pada uterus. Apabila lokia berwarna gelap,
maka lokia sebelumnya terkumpul di dalam vagina yang relaksasi dan jumlahnya
segera berkurang menjadi tetesan lokia berwarna merah terang ( pada puerpurium dini
).
|
Apabila
jumlah darah berlebihan dan berwarna merah terang, suatu robekan dapat
merupakan penyebab.
|
6. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan
Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini
kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen
tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan
selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian,
latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat
mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada
akhir puerperium dengan latihan harian.
Estrogen
pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya
rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol pada
wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap
etrofik pada wanita menyusui sekurang – kurangnya sampai menstruasi dimulai
kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat koitus ( dispereunia
) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi.
Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut saat melakukan hubungan
seksual untuk mengurangi nyeri. Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa
dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan
yang cermat, pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik
selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan
mudah dibedakan dengan introitus pada wanita nulipara.
Pada
umumnya episiotomy hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dengan
bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik
diperlukan supaya episiotomy dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka
episiotomy sama dengan luka operasi lain. Tanda – tanda infeki ( nyeri, panas,
merah, bengkak atau rabas ) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa
terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2 sampai 3 minggu.
Hemoroid
( varises anus ) umumnya terlihat. Wanita sering mengalami gejala terkait,
seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang pada
waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi
lahir.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Masa nifas (puerperium) yaitu di mulainnya setelah
plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu.
Adapun
tahapan-tahapan masa nifas (post partum/puerperium) adalah :
1. Puerperium dini
yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah
diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium
intermedial yaitu masa
kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-kira
antara 6-8 minggu.
3. Remot puerperium yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna teutama apabila ibu selama hamil atau
persalinan mempunyai komplikasi. Sebagai catatan, waktu untuk sehat sempurna bias cepat bila kondisi
sehat prima, atau bisa juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan, bila ada
gangguan-gangguan kesehatan lainnya.
B. SARAN
Saran penulis kepada pembaca yaitu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar