do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Minggu, 07 Februari 2016

MEMBANGUN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMK



MEMBANGUN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMK
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut David Mc Clelland, negara yang mempunyai banyak entrepreneur ( wirausaha ) adalah negara yang perekonomiannya mempunyai potensi yang cepat untuk maju dan menjadi negara yang makmur. Oleh karena itu apabila pembelajaran entrepreneuship tidak ada dalam agenda nasional sebuah Negara, cita-cita untuk lepas dari kemiskinan dan bangkit meraih kemakmuran hanyalah utopia. Suatu negara akan makmur apabila mempunyai sedikitnya 2 persen entrepreneur dari jumlah penduduk.
Menurut Ciputra, Indonesia hanya memiliki sekitar 400.000 entrepreneur, atau sekitar 0,18 persen dari populasinya. Sehingga Indonesia masih memerlukan 12 kali entrepreneur lebih banyak dari yang ada sekarang ini.
Sekolah atau pendidikan menjadi tempat yang sangat strategis untuk menumbuhkan bakat wirausaha. Beberapa alasan sekolah formal dapat menumbuhkan bakat wirausaha, yaitu : Pertama, sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat dipercaya masyarakat untuk masa depan yang lebih baik. Kedua, jaringan sudah ada di seluruh pelosok negeri. Ketiga, melalui sekolah juga bisa menjangkau dan mempengaruhi keluarga anak didik ( Dr. Riant Nugroho, 2009).
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah formal di bawah Departemen Pendidikan nasional, mempunyai tujuan antara lain adalah menghasilkan tamatan yang siap memasuki lapangan kerja secara mandiri sebagai wirausaha ( entrepreneur ). Dengan usia siswa yang rata-rata masih dalam masa yang produktif untuk menerima ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk di dalamnya ilmu wirausaha, maka SMK menjadi sangat penting dalam menyiapkan tamatan yang siap berwirausaha.
Untuk itu, karakteristik wirausaha di SMK perlu dikondisikan baik melalui jalur kegiatan intrakurikuler, kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Sehingga diharapkan dengan kondisi lingkungan yang menerapkan karakteristik wirausaha, siswa menjadi terbiasa untuk menerapkannya dan pada akhirnya akan menjadi karakter kepribadian siswa.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, penulis menyusun rumusan masalah : Bagaimanakah menumbuhkan jiwa wirausaha siswa SMK melalui pembiasaan penerapan karakteristik wirausaha di sekolah ?.
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan yang siap untuk berwirausaha.
2. Mengembangkan Sekolah Menengah Kejuruan yang dapat menjadi tempat pembiasaan penerapan karakteristik wirausaha.
3. Dapat meningkatkan derajat kemakmuran bagi masyarakat luas.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakekat Kewirausahaan
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan “Entrepreneurship”, dapat diartikan sebagai “the backbone of economy”, yang adalah syaraf pusat perekonomian atau pengendali perekonomian suatu bangsa. Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Menurut Thomas W Zimmerer, kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi sehari-hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Menurut Marzuki Usman, pengertian wirausahawan dalam konteks manajemen adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya, seperti finansial, bahan mentah dan tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru, proses produksi ataupun pengembangan organisasi. Wirausahawan adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur internal yang meliputi kombinasi motivasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan semangat dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha. Sedangkan menurut Sri Edi Swasono, dalam konteks bisnis, wirausahawan adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausahawan. Wirausahawan adalah pionir dalam bisnis, inovator, penanggung resiko, yang memiliki visi ke depan dan memiliki keunggulan dalam berprestasi di bidang usaha ( Sumarsono, 2009).
Menurut Thomas Zimmerer dan Norman M. Scarborough dalam Riant Nugroho (2009), entrepreneur ( wirausaha ) sebagai seorang yang menciptakan sebuah bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan memnggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup ( Sumarsono, 2009).
Adapun karakteristik wirausaha yang berhasil adalah sebagai berikut :
1. Inisiatif, yaitu melakukan sesuatu sebelum diminta atau terdesak keadaan.
2. Asertif, yaitu menghadapi masalah secara langsung dengan orang lain. Meminta orang lain mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan.
3. Melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu menangkap peluang khusus untuk memulai bisnis baru, mencari dukungan keuangan, lahan, ruang kerja dan bimbingan
4. Orientasi efisiensi, yaitu mencari dan menemukan cara untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat atau dengan lebih sedikit biaya.
5. Perhatian pekerjaan dengan kualitas tinggi, yaitu keinginan untjuk menghasilkan atau memasarkan produk atau jasa dengan kualitas tinggi.
6. Perencanaan yang sistematis, yaitu menguraikan pekerjaan yang besar menjadi tugas-tugas atau sasaran-sasaran kecil, mengantisipasi hambatan dan menilai alternative.
7. Pemantauan, yaitu mengembangkan atau menggunakan prosedur untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan atau sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan.
8. Komitmen terhadap pekerjaan, yaitu melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan. Menyingsingkan lengan bersama karyawan dan bekerja di tempat karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.
9. Menyadari pentingnya dasar-dasar hubungan bisnis, yaitu melakukan tindakan agar tetap memiliki hubungan dekat dengan pelanggan. Memandang pribadi sebagai sumber bisnis. Menempatkan jasa baik jangka panjang di atas keuntungan jangka pendek (Riant Nugroho, 2009)
Karakteristik wirausaha merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup ( life skills). Life skills dalam pendidikan kewirausahaan adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh siswa sehingga mereka dapat hidup mandiri sebagai wirausahawan. Maka empat prinsip penting dalam menjalankan pembelajaran kewirausahaan sebagai life skills tidak boleh ditinggalkan, yaitu Learning to know (belajar untuk mengetahui kewirausahaan), learning to do (belajar untuk melakukan kegiatan wirausaha), learning to be (belajar untuk mempraktekkan kegiatan wirausaha), and learning to live together (belajar untuk bersama dengan yang lain dalam interaksi sosial dalam berwirausaha). Belajar kewirausahaan bukan hanya sekedar mengajari bagaimana siswa dapat membuat kemudian menjual, melainkan memberikan pengalaman dan kecakapan langsung bagaimana merancang dan mengelola sebuah usaha secara utuh (Anonim, 2009)
Pelaksanaan life skill kewirausahaan di SMK dapat dilaksanakan melalui pendekatan : 1). reorientasi pembelajaran, 2). pengembangan budaya sekolah, pengembangan manajemen sekolah dan hubungan sinergis dengan masyarakat.
Melalui reorientasi pembelajaran pada prinsipnya bagaimana mensiasati kurikulum yang berlaku agar kewirausahaan dapat ditumbuhkan secara terprogram. Yaitu dengan mengkaitkan topik diklat dengan karakteristik wirausaha akan mendorong pembelajaran lebih kontekstual dengan kehidupan bermasyarakat dan realistik, karena itulah memang yang diperlukan ketika siswa bekerja di masyarakat.
Dalam kaitanya dengan pengembangan budaya sekolah, pembelajaran kewirausahaan di sekolah perlu diaitkan dengan sikap dan perilaku seperti : disiplin diri, tanggung jawab, kerjakeras, semangat untuk belajar dan menemukan cara kerja yang lebih baik, peduli lingkungan dan lain sebagainya. Dengan demikian warga sekolah harus memahami hal-hal tersebut , kemudian menjadikannya sebagai nilai-nilai kehidupan dan mewujudkanya dalam perilaku keseharian.
Jika sikap-sikap tersebut menjadi nilai kehidupan dan terwujud dalam kehidupan keseharian di sekolah, secara bertahap akan diikuti oleh siswa dan pada akhirnya menjadi kebiasaan sehari-hari. Dengan demikian jika siswa ingin menumbuhkan sikap wirausaha, maka perilaku tersebut harus menjadi bagian dari budaya sekolah. Artinya dalam pengelolaan sumber daya, sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip wirausaha.
Dalam hal manajemen sekolah, rintisan unit produksi pada SMK perlu dikembangkan. Unti produksi diharapkan dapat menjadi pemicu berkembangnya iklim kewirausahaan di sekolah. Bekerjasama dengan instansi atau unit kerja lain di luar sekolah perlu dikembangkan, untuk wahana belajar para pengelola unit produksi, sekaligus belajar bersinergi dengan unit usaha atau orang lain (Anonim, 2003).
Kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan seseorang dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui proses pendidikan. Seseorang yang menjadi wirausahawan adalah mereka yang mengenal potensi dirinya dan belajar mengembangkan potensinya untuk menangkap peluang serta mengorganisir usahanya dalam mewujudkan cita-citanya. Adapun pola pemelajaran kewirausahaan adalah :
1. Pembukaan Wawasan, dilakukan melalui kegiatan seperti: ceramah, diskusi, mengundang lulusan SMK yang berhasil, mengundang wirausahawan yang berada di sekitar sekolah agar menceritakan keberhasilan dan kegagalan yang pernah mereka alami atau mengunjungi perusahaan, melalui pengamatan langsung melalui pemagangan atau studi banding.
2. Penanaman Sikap
Penanaman sikap dilakukan melalui pembiasaan dan pemberanian melakukan sesuatu. Kadang-kadang harus melalui “tekanan”, “keterpaksaan” dalam arti positif antara lain dengan cara pemberian batas waktu (deadline)
3. Pembekalan Teknis
Bertujuan memberi bekal teknis dan bermanfaat bagi perjalanan hidup anak didik, bukan ilmu yang muluk-muluk
4. Pembekalan pengalaman awal
Bertujuan mendorong anak didik berani “melangkah”, merasakan kenikmatan keberhasilan dan belajar dari pahitnya kegagalan ( Sumarsono, 2009 ).
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Kewirausahaan pada dasarnya merupakan nilai-nilai kehidupan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.
Nilai-nilai yang akan ditransformasikan dalam pendidikan mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai keterampilan. Terkait dengan karakter wirausaha, nilai-nilai yang perlu ditransformasikan dalam pendidikan khususnya pendidikan non formal antara lain: kejujuran, kedisiplinan, Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, disinilah pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan ( Anonim, 2009)
Agar proses transformasi tersebut berjalan lancar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan, antara lain :
  1. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik. Hubungan edukatif ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang diliputi kasih sayang, sehingga terjadi hubungan yang didasarkan atas kewibawaan. Hubungan yang terjadi antara pendidik dan peserta didik merupakan hubungan antara subyek dan subyek.
  2. Adanya metode pendidikan yang sesuai. Sesuai dengan kemampuan pendidik, materi, kondisi peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kondisi lingkungan di mana pendidikan tersebut berlangsung.
  3. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhuan. Sarana tersebut harus didasarkan atas pengabdian pada peserta didik, harus sesuai dengan stiap nilai yang ditransformasikan.
Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi nilai-nilai tersebut berjalan wajar, serta dalam suasana yang menyenangkan. Adapun beberapa nilai kewirausahaan yang perlu mendapat perhatian dalam program pendidikan antara lain: kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, kesesuaian, setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil dan murah hati. (Prasetyo, 2009).
B. Kedudukan SMK dalam Sistem Pendidikan di Indonesia
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pasal 26 ayat 3 bahwa standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan (SMK) bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2007, tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan SMK/MAK antara lain bahwa menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya.
Dari ketentuan peraturan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa SMK mempunyai tujuan agar lulusanya pada akhirnya siap memasuki lapangan kerja dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam konteks siap memasuki lapangan kerja adalah sebagai tenaga kerja tingkat menengah untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja, maupun secara mandiri berwirausaha sehingga dapat menciptakan lapangan kerja.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2007 tentang Standar Isi, bahwa struktur kurikulum SMK mencakup antara lain mata pelajaran kewirausahaan dengan jumlah 192 jam. Standar Kompetensi Lulusan pada mata pelajaran kewirausahaan adalah :
1. Mampu mengidentifikasi kegiatan dan peluang usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di lingkungan masyarakatnya
2. Menerapkan sikap dan perilaku wirausaha dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakatnya
3. Memahami sendi-sendi kepemimpinan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya
4. Mampu merencanakan sekaligus mengelola usaha kecil/mikro dalam bidangnya
Pendidikan SMK diselenggarakan dalam bentuk pendidikan sistem ganda. Dimana proses pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tidak hanya dilaksanakan oleh satuan pendidikan SMK, akan tetapi juga melibatkan dunia usaha dan industri. Beban belajar SMK/MAK meliputi kegiatan pembelajaran tatap muka, praktik di sekolah dan kegiatan kerja praktik di dunia usaha/industri ekuivalen dengan 36 jam pelajaran per minggu
Dalam penyelenggaraan pendidikan di SMK juga terdapat kelembagaan yang dinamakan Unit Produksi. Penyelenggaraan Unit Produksi adalah pembentukan wadah kegiatan produktif di sekolah yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kegiatan belajar berproduksi nyata bagi siswa, sehingga dapat berproduksi sesuai standar dunia kerja serta dapat menanamkan jiwa berbisnis, dan sekaligus membantu sumber dana sekolah.
Tujuan diadakan unit produksi adalah sebagaimana tercantum dalam Kepmen Dikbud Nomor 0490/U/1992, Pasal 29, ayat (2), yaitu :
1. Memberi kesempatan kepada siswa dan guru mengerjakan pekerjaan praktik yang berorientasi pada pasar.
2. Mendorong siswa dan guru dalam hal pengembangan wawasan ekonomi dan kewirausahaan.
3. Memperoleh tambahan dana bagi penyelenggaraan pendidikan
4. Meningkatkan pendayagunaan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah.
5. Meningkatkan kreativitas siswa dan guru.
C. Pengintegrasian Nilai-Nilai Wirausaha ke dalam Mata Pelajaran
Integrasi atau pengintegrasian adalah usaha sadar dan terencana (terprogram) guru, dengan tujuan memadukan (tujuan antara) nilai-nilai kewirausahaan ke dalam semua mata diklat (lintas rumpun), dalam proses pemelajaran sehingga terjadi internalisasi dan personalisasi (mempribadi) nilai-nilai kewirausahaan untuk diketahui, dipahami, dihayati dan dilaksanakan (in action) secara tetap (konsisten).
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan sejalan dengan konsep Kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan pada kemampuan melakukan (kompetensi) berbagai tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu, sebagai gabungan pengetahuan, keterampilan, nilai sikap dan minat sebagai hasil belajar yang refleksinya adalah berupa kebiasaan berpikir dan bertindak ekonomis ketika menghadapi masalah.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan hendaknya memperhatikan potensi lokal daerah masing-masing, sesuai dengan lokasi/tempat siswa tinggal. Pertimbangan lain adalah heterogenitas latar belakang siswa, seperti kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, dan usia tingkat perkembangan siswa, yang pada gilirannya siswa akan memiliki jiwa berwirausaha dan memiliki kesadaran tinggi untuk mengaktualisasikan potensinya secara cerdas dalam kehidupan bermasayarakat.
Pengintegrasian mata diklat kewirausahaan hendaknya menekankan pembentukan jiwa wirausaha yang terkandung dalam materi ajar yang sedang dibahas, sehingga guru tidak perlu mencari bahan khusus guna pembentukan jiwa wirausaha dalam mata diklat yang diajarkan.
Dalam pemelajaran kewirausahaan, peranan guru sangat penting dan menentukan. Secara metodologis sulit untuk dijelaskan, namun kreatifitas guru merupakan model terbaik bagi siswa. Mengajak siswa mempraktekkan nilai-nilai kewirausahaan, merupakan contoh konkrit bagi guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam kehidupannya sehari-hari.
Pemelajaran nilai-nilai kewirausahaan yang diintegrasikan ke dalam mata diklat tertentu menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Sumber belajar adalah materi ajar yang berasal dari berbagai sumber dalam mata diklat tertentu tersebut yang memenuhi kriteria edukatif, dan tetap menekankan pada kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal serta tetap mengacu pada ketuntasan belajar siswa.
Kegiatan inti untuk menarik perhatian siswa sehingga termotivasi aktif dan kreatif, maka perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Nilai-nilai kewirausahaan yang diintegrasikan pada mata diklat tertentu dikaitkan dengan apa yang sudah dipahami dan dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung (pemelajaran konstektual).
2. Memberikan kebebasan dan bimbingan kepada siswa dalam memahami (konseptualisasi) materi nilai-nilai kewirausahaan yang sedang dibahas (pemelajaran pencapaian konsep dan konstruktivime)
3. Mengupayakan penciptaan kegiatan yang memungkinkan siswa bekerjasama, kolaborasi dalam memahami nilai-nilai moralitas yang sedang dibahas (pemelajaran kooperatif)
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencobakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari.
5. Menggunakan berbagai media pemelajaran guna memfasilitasi siswa dalammempertajam dan memahami nilai-nilai kewirausahaan yang sedang dipelajari.
6. Memelihara kedisiplinan dan tanggungjawab siswa selama proses pemelajaran, sekaligus menghindari kegiatan yang berdampak membosankan, mengendurkan semangat belajar dan berakhir dengan gangguan aktivitas dan kreativitas belajar siswa.
7. Pemelajaran diarahkan untuk membiasakan siswa melakukan observasi cermat terhadap realitas kehidupan sekitar (lokal, regional, nasional dan global)
8. Guru selalu menajadi teladan dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam mengimplementasikan nilai-nilai kewirausahaan yang seharusnya dilakukan ( Sumarsono, 2009

BAB III. PEMBAHASAN
Sikap dan perilaku wirausaha menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sikap dan perilaku wirausaha akan tumbuh dan berkembang, manakala karakteristik dari pribadi wirausaha telah terinternalisasi dengan kokoh dalam pribadi setiap siswa. Sehingga dengan terinternalisanya karakteristik wirausaha akan melahirkan sikap dan perilaku wirausaha, yang pada akhirnya akan dapat melahirkan generasi-generasi wirausaha yang semakin banyak. Hal ini harus terus menjadi perhatian, karena bangsa Indonesia masih sangat banyak membutuhkan wirausaha-wirausaha guna meningkatkan kemakmuran rakyat.
Dalam upaya melahirkan wirausaha yang tangguh, pendidikan ( sekolah ) menjadi salah satu institusi yang mempunyai peranan yang sangat penting. Karena sekolah diharapkan dapat mentranformasikan karakteristik wirausaha kepada siswanya. Terlebih Sekolah Menengah Kejuruan, yang mempunyai tujuan utama yaitu untuk menghasilkan tamatan yang siap untuk memasuki lapangan kerja, baik secara mandiri maupun bekerja pada orang lain. Dalam konteks bekerja secara mandiri, maka tamatan tersebut harus bisa menjadi wirausaha.
Dalam upaya menginternalisasi kartakteristik wirausaha dalam diri siswa di SMK, maka harus diciptakan situasi dan kondisi yang membiasakan untuk berfikir, bersikap dan bertindak sebagaimana karakteristik seorang wirausaha. Adapun bentuk pembiasaan penerapan karakteristik wirausaha di SMK dapat dilakukan melalui :
A. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Kegiatan Belajar mengajar merupakan dua aktivitas yang berlangsung secara bersamaan, simultan dan memiliki fokus yang dipahami bersama. Sebagai suatu aktivitas yang terencana, belajar memilki tujuan yang bersifat permanen, yakni terjadinya perubahan pada anak didik. Perubahan tingkah laku pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas merupaka produk dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan keterampilan, sikap, penghargaan dan pengetahuan (Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, 2007).
Kegaiatan belajar mengajar di SMK, dalam hal upaya membiasakan penerapan karakteristik wirausaha dapat dilakukan melalui kegiatan :
1. Mata pelajaran kewirausahaan
Standar kompetensi atau kompetensi dasar yang ada dalam mata pelajaran kewirausahaan terlebih dahulu harus dianalisis sifat-sifatnya seperti pembukaan wawasan, penanaman sikap, pembekalan teknis atau pembekalan pengalaman awal berwirausaha. Sehingga indikator utama dalam tiap kompetensi dasar tidak boleh keluar dari sifatnya tersebut. Selanjutnya kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran secara simultan harus mengacu pada indikator utama yang telah dibuat.
Adapun pola pembelajaran kewirausahaan menurut sifat-sifat dilakukan sebagai berikut :
a. Pembukaan Wawasan, dilakukan melalui kegiatan seperti: ceramah, diskusi, mengundang lulusan SMK yang berhasil, mengundang wirausahawan yang berada di sekitar sekolah agar menceritakan keberhasilan dan kegagalan yang pernah mereka alami atau mengunjungi perusahaan, melalui pengamatan langsung melalui pemagangan atau studi banding.
b. Penanaman Sikap, dilakukan melalui pembiasaan dan pemberanian melakukan sesuatu. Kadang-kadang harus melalui “tekanan”, “keterpaksaan” dalam arti positif antara lain dengan cara pemberian batas waktu (deadline)
c. Pembekalan Teknis, bertujuan memberi bekal teknis dan bermanfaat bagi perjalanan hidup anak didik, bukan ilmu yang muluk-muluk. Kegiatanya dilakukan melalui pembimbingan dan praktik.
d. Pembekalan pengalaman awal, bertujuan mendorong anak didik berani “melangkah”, merasakan kenikmatan keberhasilan dan belajar dari pahitnya kegagalan. Kegiatanya dapat dilakukan melalui praktik.
2. Pengintegrasian ke dalam mata pelajaran
Langkah pengintegrasian karakteristik wirausaha kedalam semua mata pelajaran diluar mata pelajaran kewirausahaan dalam upaya membiasakan penerapan karakteristik wirausaha dilakukan, karena karakteristik wirausaha pada dasarnya adalah nilai-nilai kehidupan seorang wirausaha, maka setiap mata pelajaran nilai-nilai itu perlu dimasukan. Pengintegrasian ini dimulai dari proses perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran samapai pada proses penilaiannya. Sehingga kegiatan ini lebih bersifat penanaman sikap perilaku wirausaha.
Pemelajaran nilai-nilai kewirausahaan yang diintegrasikan ke dalam mata diklat tertentu menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Sumber belajar adalah materi ajar yang berasal dari berbagai sumber dalam mata diklat tertentu tersebut yang memenuhi kriteria edukatif, dan tetap menekankan pada kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal serta tetap mengacu pada ketuntasan belajar siswa.
3. Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin)
Sebagai bentuk pelaksanan pendidikan sistim ganda (PSG) di SMK maka dilaksanakan kegiatan praktik kerja industri (prakerin). Prakerin merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dunia usaha atau industri (DU/DI), yang dilaksanakan minimal empat bulan selama menempuh pendidikan di SMK. Setidaknya minimal ada tiga capaian yang bisa diperoleh dalam pelaksanaan prakerin, yaitu pembukaan wawasan, penanaman sikap dan pembekalan teknis berwirausaha pada bidang tertentu. Untuk mencapai ketiga hal tersebut, maka kegiatan penilaian prakerin harus diselaraskan pada upaya pembukaan wawasan, penanaman sikap dan pembekalan teknis berwirausaha.
Metode penilaian dapat dilakukan melalui portofolio jurnal kegiatan, presentasi dan wawancara, serta pengamatan. Metode penilaian portofolio jurnal kegiatan digunakan untuk mengetahui pengetahuan teknis. Metode presentasi dan wawancara untuk mengetahui pengetahuan teknis dan wawasan wirausaha. Sedangkan metode pengamatan untuk mengetahui keterampilan teknis dan penaman sikap wirausaha.
B. Penerapan Nilai-nilai Karaktristik Kewirausahaan di Lingkungan Sekolah
Karakteristik wirausahawan dapat ditumbuhkan melalui penerapan nilai-nilai kewirausahaan di lingkungan sekolah. Setiap warga sekolah mulai dari pimpinan, guru, karyawan dan siswa harus konsisten terhadap karakteristik wirausaha menjadi perilaku kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan demikian pada akhirnya siswa akan terbiasa dengan pola kehidupan yang sesuai dengan karakteristik wirausaha.
Upaya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha melalui budaya sekolah, yaitu dengan cara memasukkan nilai-nilai karakteristik wirausaha ke dalam peraturan yang berlaku di sekolah. Peraturan yang dibuat harus melibatkan semua komponen yang ada di sekolah, serta mengakomodasi kepentingan stakeholder demi kemajuan sekolah, sehingga peraturan itu sudah mengalami uji materiil dari seluruh warga sekolah dan diakui keberadaanya. Peraturan tersebut meliputi :
1. Tata tertib siswa
2. Kode etik guru dan karyawan
3. Peraturan lain yang mengatur terhadap siapa saja yang pada saat itu berada di lingkungan sekolah.
Dalam upaya menerapkan peraturan yang berlaku di sekolah, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Sosialisasi peraturan.
Kegiatan ini dilakukan agar semua warga sekolah dan stakeholder mengetahui bahwa di sekolah telah diterapkan peraturan. Bentuk sosialisasinya bisa melalui ceramah, brosur, pemasangan di tempat strategis di lingkungan sekolah dan lain-lain.
2. Pelaksanaan
3. Pengawasan
4. Pemberian funishmen dan reward.
C. Praktik Kegiatan Berwirausaha
Kegiatan praktik berwirausaha di sekolah dimaksudkan agar siswa mempunyai pengalaman awal dalam berwirausaha. Hal ini dapat dilakukan melalui antara lain :
1. Keterlibatan dalam Unit Produksi
Menempatkan Unit Produksi di sekolah, sebagai motor penggerak keterlaksanaan kewirausahaan. Melalui lembaga ini, mulai dari tataran penanaman konsep, penanaman sikap, pemahaman teknis serta pembekalan pengalaman awal berwirausaha dapat dilakukan. Sebagaimana unit produksi adalah Suatu proses kegiatan usaha yang di lakukan di sekolah, bersifat bisnis (profit oriented) dengan para pelaku warga sekolah, mengoptimalkan sumber daya sekolah dan lingkungan, dalam berbagai bentuk unit usaha sesuai dengan kemampuan yang di kelola secara profesional.
2. Ekstrakurikuler Wirausaha
Kegiatan ekstrakurikuler kewirausahaan di arahkan untuk dapat menanamkan sikap, pemberian pembekalan teknis dan memberikan pengalaman berwirausaha. Adapun tahapan dalam kegiatan ekstrakurikuler kewirausahaan adalah sebagai berikut :
a. Exploring ( berlatih menggali peluang )
b. Planning ( merencanakan sistem kerja )
c. Doing ( praktik inovasi )
d. Commucating ( praktik komunikasi )
e. Reflecting ( evaluasi dan praktik refleksi )

BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan
Dari pemaparan tersebut di atas dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Dunia pendidikan dalam hal ini Sekolah Menegah Kejuruan mempunyai peranan yang sangat penting dalam melahirkan generasi wirausaha.
2. Untuk itu Sekolah Menengah Kejuruan perlu di rencanakan, dilaksanakan dan dikendalikan untuk mencapai tujuan yaitu menghasilkan tamatan yang bermental wirausaha
3. Guna melahirkan tamatan yang bermental wirausaha, maka perlu pembiasaan penerapan wirausaha bagi siswa. Pembiasaan penerapan wirausaha di sekolah dapat ditempuh melaui kegiatan belajar mengajar, penerapan nilai-nilai karakteristis kewirausahaan di sekolah dan praktik berwirausaha.
4. Kegiatan belajar mengajar dilakukan melalui : pertama, pelaksanaan mata pelajaran kewirausahaan yang dirancang untuk membuka wawasan kewirausahaan, menanamkan sikap kewirausahaan, memberikan bekal pengetahuan praktis dan memberikan pengalaman awal berusaha; kedua, pengintegrasian nilai-nilai karakteristik wirausaha ke dalam semua mata pelajaran.
4. Penerapan nilai-nilai karakteristik kewirausahaan di sekolah dengan membuat peraturan yang memuat nilai-nilai kewirausahaan dan mengikat kepada seluruh warga sekolah dan siapa saja yang ada di lingkungan sekolah. Peraturan tersebut meliputi : tata tertib siswa, kode etik guru dan karyawan, serta peraturan lain yang mengatur terhadap siapa saja yang pada saat itu berada di lingkungan sekolah.
5. Kegiatan praktik berwirausaha dilakukan melalui : mengikutsertakan siswa dalam kegiatan Unit Produksi dan melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler kewirausahaan. Dengan melibatkan siswa dalam unit produksi, diharapkan penanaman konsep, penanaman sikap, pemahaman teknis serta pembekalan pengalaman awal berwirausaha dapat dilakukan. Sedangkan dengan kegiatan ekstrakurikuler, maka diharapkan dapat menanamkan sikap, pemberian pembekalan teknis dan memberikan pengalaman berwirausaha.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan bahwa :
1. Untuk dapat melahirkan generasi wirausaha maka pembiasaan penerapan karakteristik wirausaha harus dilakukan mulai dari sedini mungkin
2. Sekolah harus dapat mempersiapkan diri sebagai lembaga yang mampu menginternalisasi nilai-nilai wirausaha kepada peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sonhadji, 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. PT Nimas Multima. Jakarta. 285 hal
Anonim, 2003. Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup. PT SIC bekerjasama dengan Lembaga LPKM Unesa. Surabaya. 86 hal
http://esinsin.wordpress.com. Peran Strategis Guru dalam Menanamkan Sikap Wirausaha pada Siswa di SMK. Diakses 4 Oktober 2010.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009. Membangun Karakter Wirausaha Melalui Pendidikan Berbasis Nilai dalam Pendidikan Non Formal. Diakses 4 Oktober 2010
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaran Negara Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2007 tentang Standar Isi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam. PT. Refika Aditama. Bandung. 156 hal.
Prasetyo, 2009. Membangun Karakter Wirausaha melalui Pendidikan Berbasis Nilai dalam Program Pendidikan Non Formal. http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo.
Riant Nugroho, 2009. Memahani Latar Belakang Pemikiran Entrepreneurship Ciputra. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta. 192 hal
Sumarsono, 2009. Wirausaha. http://sumarsonoyappi.wordpress.com. Diakses 5 Oktober 2010

Tidak ada komentar: