BAB I
PENDAHULUAN
Jakarta, 6 Maret 2003 MPR sekarang harus sesuai dengan
ketentuan perubahan UUD 1945 Kedudukan, tugas, dan wewenang MPR hasil Pemilu
1999 harus sesuai dengan ketentuan Perubahan UUD 1945, sehingga Peraturan Tata
Tertib MPR harus diubah dan disesuaikan dengan kedudukan, tugas, dan wewenang
MPR menurut Perubahan UUD 1945.
Demikian pendapat pakar hukum tata negara A. Mukhtie
Fajar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Ad Hoc (PAH) II
Badan Pekerja (BP) MPR di Gedung Nusantara IV MPR/DPR dalam rangka Penyesuaian
Perubahan Tata Tertib MPR terhadap UUD 1945, Kamis (6/3) siang.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua PAH II Rambe
Kamarulzaman itu menghadirkan dua pakar hukum tata negara yaitu A. Mukhtie
Fajar dan Himawan Estu Bagijo. Kepada Anggota PAH II, Mukhtie mengungkapkan,
karena MPR baru menurut Perubahan UUD 1945 belum terbentuk, maka MPR yang
sekarang (MPR hasil Pemilu 1999) menurut Pasal II Aturan Peralihan Perubahan
UUD 1945 masih berfungsi, dengan catatan sepanjang untuk melaksanakan ketentuan
UUD. Mukhtie menjelaskan, berarti MPR sekarang hanya berfungsi untuk
melaksanakan tugas dan wewenang MPR sesuai dengan ketentuan Perubahan UUD 1945,
bukan tugas dan wewenang MPR sebelum Perubahan UUD 1945.
Oleh karena itu, dengan sendirinya MPR harus mengubah
Peraturan Tata Tertib persidangannya dan disesuaikan dengan kedudukan, tugas
dan wewenang MPR menurut Perubahan UU1945, meskipun berdasarkan Pasal I Aturan
Peralihan UUD 1945, Tata Tertib MPR yang ada (Ketetapan MPR No. II/MPR/1999
dengan perubahan yang terakhir melalui Ketetapan MPR No. V/MPR/2002) masih
tetap berlaku sepanjang belum diadakan yang baru.
Selain itu, Mukhtie berpendapat, keharusan MPR untuk
menyesuaikan Peraturan Tata Tertib persidangannya juga telah diamanatkan oleh
Pasal 3 Ketetapan MPR No. III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang
Tahunan MPR RI Tahun 2003 yang berbunyi: menugaskan kepada Badan Pekerja MPR RI
untuk menyesuaikan Peraturan Tata Tertib MPR RI dengan UUD 1945.
Dengan demikian, perubahan Peraturan Tata Tertib MPR
adalah sangat relevan dan bahkan merupakan suatu keharusan, karena Peraturan
Tata Tertib yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kedudukan, tugas, dan
wewenang MPR menurut UUD 1945 yang telah mengalami perubahan,
Perubahan yang bersifat menyeluruh terhadap Peraturan
Tata Tertib MPR, menurut Mukhtie, diperlukan untuk MPR hasil Pemilu 2004 yang
disesuaikan dengan ketentuan Perubahan UUD 1945 dan Undang-Undang organik
tentang MPR (Undang-Undang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD). Tentang Sidang
Tahunan MPR Tahun 2003 dan kemungkinan persidangan lainnya sebelum terbentuknya
MPR hasil Pemilu 2004, Mukhtie mengingatkan, perlu diantisipasi adanya Sidang
Istimewa MPR karena penerapan Pasal 7B ayat (6) dan (7) mengenai peranan
Mahkamah Konstitusi yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.
MPR Tetap Lembaga Negara Tertinggi Berbeda dengan
pendapat A. Mukhtie Fajar bahwa kedudukan MPR harus disesuaikan dengan
Perubahan UUD 1945 dan bukan lagi merupakan lembaga tertinggi Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam UUD 1945, tidak dirinci secara tegas bagai mana
pembentukan awal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penelusuran sejarah
mengenai cikal-bakal twerbentuknya majelis menjadi sangat penting dilakukan
untuk memahami konteksnya dalam UUD 1945. Demikian juga halnya dengan MPR
sebagai lembaga tertinggi Negara.
Walaupun demikian masih ada satu ketentuan yang
sekurang-kurangnya masih dapat dijadikan pegangan atau petunjuk. Hal ini
terdapat dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : “Majelis Permusyawaratan
Rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) ditambah
dengan utusan-utusan atau ditetapkan dengan undang-undang”. Dengan mengadakan
tafsiran yang luas maka ketentuan diatas mengandung arti pula, bahwa MPR akan
diatur lebih lahjut dengan undang-undang.
Dari uraian tersebut penting bagi kita untuk
mengetahui pembentukan MPR. Kita perlu meninjau lebih dahulu cara pengisiannya,
untuk mengetahui cara perngisiannya untuk itu kita perlu mengetahui susunannya.
Susunan MPR diatur dalam Undang-Undang No.2/1985 tentang perubahan atas
Undang-Undang No.16/1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
MPR Sebelum Amandemen UUD 1945
Setruktur , fungsi, wewenang, dan keanggotaan MPR
sebelum amandemen UUD 1945. Uraian tersebut terutama difokuskan pada pembahasan
tentang keanggotaan, susunan dan kedudukan, serta wewenang MPR RI sesuai UUD
1945
1. Keanggotaan MPR RI
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.2/1985, dikatakan
bahwa jumlah anggota MPR dua kali lipat jumlah anggota DPR, yaitu anggota DPR
500 orang dan anggota MPR 1000 orang
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang diatas, MPR
terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah, Utusan Organisasi
Kekuatan Sosial Politik peserta pemilu, dan Golongan Karya Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia Serta Utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945
Dalam pasal 2 Undang-Undang No.16/1969 setelah dirubah
terakhir dengan Undang-Undang No.2/1985 ditentukan syarat-syarat menjadi Utusan
Daerah sebagai berikut :
a. Warga Negara
Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Dapat berbahasa
Indonesia dan cakap menulis dan membaca huruf latin.
c. Setia kepada
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara dan Ideologi Nasional.
d. Bukan bekas anggota
organisasi terlarang PKI dan anggota terlarang lainnya.
e. Tidak sedang
dicabut hak pilihnya.
f. Tidak
terganggu jiwanya.
Keanggotaan MPR terdiri atas :
1. Hasil pemilu 7 juli
1999 (UU No.4/1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD) :
a. Anggota DPR sebanyak 500 orang terdiri atas :
· Pemilihan
parpol beserta pemilu sebanyak 462 orang
·
Pengangkatan TNI/Polri 38 orang
b. Anggota tambahan terdiri atas :
· Utusan
Daerah sebanyak 135 orang
· Utusan
golongan sebanyak 65 orang
2. Hasil pemilu 5 april
2004 (pasal 2 (1) UUD 1945) :
a. DRP sebanyak 550 orang
b. DPD sebanyak 1/3 X
550 orang = 183 orang
2. Susunan dan
Kedudukan MPR RI
Adapun susunan MPR diatur dalam Undang-Undang
No.16/1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Menurut pasal 1
ayat (1) undang-undang diatas Majelis ini terdiri atas anggota DPR ditambah
utusan dari Daerah, Golongan Politik dan Golongan Karya.
Mengenai utusan daerah perlu disoroti khusus masalah
Gubernur/Kepala Daerah yang harus dipilih sebagai utusan daerah. Menurut pasal
8 ayat (2) Undang-Undang No.16/1969 utusan daerah termaksud Gurbernur/Kepala
Daerah dipilih oleh DPRD Tingkat I. Namun muncul pertanyaa tentang dipilihnya
Gubernur sebagai utusan daerah untuk menjadi anggota MPR . Menurut pendapat
Prof. DR. Sri Soemantri, SH, hal itu tidak sesuai dengan arti yang
terdapatdalam perkataan “memilih” atau “dipilih”.
Dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.16/1969setelah
diubah dengan Undang-Undang No.2/1985 ditentukan, bahwa jumlah anggota tambahan
MPR yang berkedudukan sebagai utusan daerah sekurang-kurangnya 4 orang dan
sebanyak-banyaknya 8 orang untuk tiap-tiap daerah tingkat I, dengan ketentuan :
a. Daerah Tingkat
I yang berpenduduk kurang dari 1.000.000 orang mendapat 4 orang utusan.
b. Daerah Tingkat I yang
berpenduduk 1.000.000 orang sampai 5.000.000 orang mendapat 5 orang utusan.
c. Daerah Tingkat
I yang berpenduduk 5.000.000 orang sampai 10.000.000 orang mendapat 6 orang
utusan.
d. Daerah Tingkat I yang
berpenduduk 10.000.000 orang sampai 15.000.000 orang mendapat 7 orang utusan.
e. Daerah Tingkat
I yang berpenduduk 15.000.000 orang keatas mendapat 8 orang utusan.
3. Tugas dan Wewenang
MPR RI
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Kedauatan yang ada
ditangan rakyat dilakukan sepeuhnya oleh MPR”. Artinya pelaksanaan kedauatan
rakyat dinegara Republik Indonesia berada dalam satu tangan atau badan. Tugas
dan wewenang MPR diatur dalam UUD 1945 dan Ketetapan MPR No.1/MPR/1983 tentang
Peraturan Tata Tertib MPR
Adapun Tugas MPR diatur dalam pasal 3 dan pasal 6 UUD
1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No.1/MPR/1983, meliputi :
a. Menetapkan Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 ditetapkan oleh suatu Lembaga Negara yang
bernama Konstituante atau sidang pembuat UUD 1945. Dalam pasal 186 konstitusi
tersebut dikatakan bahwa Konstituante bersama-sama dengan pemerintah secepatnya
menetapkan Konstitusi Republik.
b. Menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara.
MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dengan
jumlah yang cukup besar tidak mungkin setiap hari menjalankan sidang. Akan
tetapi dibawah majelis ini terdapat Lembaga-Lembaga lain seperti Presiden dan
Wakil Presiden, DPR, DPA, MA dan Badan Pemeriksa Keuangan.Supaya lembaga ini
tidak melakukan tindakan semaunya sendiri maka Majelis menetapkan
bermacam-macam pedoman yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh lembaga
tersebut. Disamping UUD 1945 pedoman tersebut dituangkan pula dalam GBHN.
c. Memilih (mengangkat) Presiden dan
Wakil Presiden.
Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat 2 UUD 1945 yang
berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak”.
Ketentuan ini kemudian dilengkapi dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang
Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Adapun wewenang MPR meliputi sembilan macam yaitu :
a. Mebuat putusan
yang tidak dapat dibatalkan oleh Lembaga Negara yang lain.
b. Memberikan penjelasan
yang bersifat penafsiran terhadap putusan Majelis.
c. Menyelesaikan
pemilihan dan mengangkat Presiden dan Wapres.
d. Meminta pertanggung
jawaban dari Presiden mengenai GBHN.
e. Memberhentikan
Presiden apabila melanggar UUD 1945/Haluan Negara.
f. Mengubah
Undang-Undang Dasar.
g. Menetapkan
Peraturan Tata Tertib Majelis.
h. Menetapkan
Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan anggota.
i.
Mengambil keputusan terhadap anggota yang melanggar janji anggota.
MPR Pasca Amandemen UUD 1945
UUD 1945 hasil amandemen secara jelas menetapkan
perubahan mengenai kewenangan dan komposisi MPR. Dampak perubahan tersebut
telah menyebabkan MPR kehilangan kedudukan sebagai lembaga tertinggi Negara.
Perbedaan kewarganegaraan dan komposisi MPR pasca
amandemen UUD 1945 sangat sinifikan khususnya untuk pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
Sebelum amandemen pasal ini menyebutkan kedaulatan ada ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Setelah diamandemen pasal telah diubah
menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhny menurut
Undang-Undang Dasar.
1. Keanggotaan MPR
UUD 1945 pasca amandemen menyatakan menyatakan bahwa
MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Ketentuan ini
mengimplikasikan pengaturan struktur MPR sangat stesifik terutama karena tidak
ada anggota MPR yang diangkat.
Dalam undang-undang No.22 tahun 2003 tentang Susduk,
pasal 2 mempertegas ketentuan UUD 1945 setelahperubahan bahwa MPR terdiri atas
anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Selanjutnya dalam
pasal 3 UU susduk di jelaskan bahwa keanggotaan MPR diresmikan dengan
keputusan Presiden. Masa jabatan juga ditentukan dalam pasal 4 UU No.22.
Ketentuan mengenai MPR didalam UUD 1945 maupun UU
susduk menjelaskan beberapa hal penting. Pertama, keanggotaan MPR merupakan
anggota dari dua institusi yang berbeda dn mandiri. Kedua institusi tersebut
memiliki tugas, wewenang dan alat kelengkapan sendiri.
2. Tugas dan Wewenang
MPR
Tugas dan wewenang MPR mengalami perubahan setelah
perubahan UUD 1945. Sebelum perubahan MPR merupakan lembaga tertinggi Negara.
Kekuasaannya tidak terbatas, namun setelah perubahan MPR tidak lagi sebagai
lembaga tertinggi Negara dan kewenangannya juga terbatas.
Sesuai pasal 11 Undang-Undang No.22 Tahun 2003 tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
tugas dan wewenang MPR adalah :
a. Mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar.
b. Melantik
presiden dan wakil presiden dari hasil pemilu dan sidang paripurna MPR.
c. Memutuskan
usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
d. Melantik
wakil presiden menjadi presiden apabila presiden berhenti.
e. Menetapkan
Peraturan dan Kode Etik MPR.
f. Memilih presiden
dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan.
3. Alat- alat Kelengkapan MPR
Alat Kelengkapan Majelis meliputi :
a. Pimpinan Majelis
Pimpinan majelis merupakan satu kesatuan Pimpinan yang
bersifat kolektif. Pimpinan majelis yang terdiri atas seorang ketua dan tiga
orang wakil ketua yang mencerminkan unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan
anggota majelis dalam rapat paripurna
Tata Cara Pemilihan Pimpinan Majelis
· Calon
Pemimpin Majelis dipilih dari dan oleh anggota Majelis
· Calon
Pemimpin Majelis berjumlah empat orang yang terdiri dari dua dari unsur DPR dan
dua dari DPD
· Empat
orang yang mendapat suara terbanyak ditetapkan menjadi ketua dan yang tiga
menjadi wakil ketua
· Ketua dan
Wakil Ketua Majelis diresmikan dengan Keputusan Majelis
Tugas Pimpinan Majelis
· Memimpin
rapat-rapat Majelis
· Menyusun
rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja
· Menyiapkan
rancangan sidang
· Menjadi
juru bicara Majelis
· Menjaga
ketertiban dalam rapat
Wewenang Pimpinan Majelis
· Anggota
Pimpinan Majelis berwewenang bertindak atas nama Pimpinan Majelishanya dalam
hal yang bersifat protokoler
· Pimpinan
Majelis tidak berwenang mengeluarkan statemen politik atas nama Majelis dan
jabatannya kecuali ditugaskan Majelis
b. Panitia Ad Hoc
Majelis
Panitia Ad Hoc Majelis merupakan alat kelengkapan
Majelis yang dibentuk oleh Majelis untuk melaksanakan tugas tertentu yang
diperlukan dalam sidang Majelis.
Panitia Ad Hoc Majelis terdiri atas Pimpinan Majelis
dan sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyaknya 70 orang yang susunannya
mencerminkan secara proporsional unsur DPR dan DPD.
c. Badan
Kehormatan Majelis
Badan Kehormatan Majelis merupakan alat kelengkapan mMajelis
yang dibentuk oleh Majelis.
Tugas dan wewenang Badan Kehormatan Majelis
· Melakukan
pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran tata tertib Majelis dan kode etik
anggota Majelis
· Memanggil
anggota yang bersangkutan untuk memberikan pemjelasan tentang pelanggaran yang
dilakukan
· Memanggil
pelapor, saksi/ pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan dan bukti
lain
· Memutuskan
pemberian sanksi sesuai dengan tata tertib Majelis dan kode etik anggota
Majelis
d. Alat Kelengkapan
lain bila diperlukan
Apabila alat kelengkapan Majelis tidak dapat menampung
pekerjaan yang ditugaskanoleh Rapat Majelis, Pemimpin Majelis dengan disetujui
anggota majelis dapat membentuk alat kelengkapan baru untuk melaksanakan tugas
sesuai hasil Rapat dan Putusan Majelis.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hak dan Kewajiban MPR
Hak MPR Pasca Amandemen UUD 1945
Hak MPR yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No.22
Tahun 2003 pasal 12 ayat (1) adalah :
a. Mengajukan
usul perubahan pasal undang-undang dasar
b. Menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan
c. Memilih dan
dipilih
d. Membela diri
e. Imunitas
f. Protokoler
g. Keuangan dan
administrative
Kewajiban MPR pasca amandemen UUD 1945
Kewajiban MPR berdasarkan UU No.22 tahun 2003 mencakup
:
a. Mengamalkan
pancasila
b. Melaksanakan
UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
c. Menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional
d. Mendahulukan
kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
e. Melaksanakan
peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah
Sidang dan Keputusan MPR
UU No.22 Tahun 2003 pasal 14 ayat 1 sampai 4 mengatur
tentang mekanisme persidangan MPR sebagai berikut :
a. MPR bersidang
sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara
b. Sidang MPR sah bila
dihadiri :
· Sekurang-kurangnya 3/4 dari
jumlah anggota MPR untuk memutuskan usul DPR untuk memberhentikan presiden dan
wakil presiden
· Sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945
· Sekurang-kurangnya 50% +1
dari jumlah anggota MPR untuk selain sidang-sidang sebagaimana dimaksud diatas
c. Tata cara
penyelenggaraan sidang sebagaimana diatur pada ayat 1, 2, dan3 dalam peraturan
tata tertipb MPR
Macam-macam Rapat MPR antara lain :
a. Rapat
Paripurna (Rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota MPR)
b. Rapat
Pimpinan (Rapat yang dihadiri oleh seluruh pimpinan MPR)
c. Rapat Badan
Pekerja
d. Rapat Komisi
(Pembagian tugas)
e. Rapat
Gabungan antara Pimpinan dengan Pimpinan Komisi
f. Rapat Panitia
Ad Hoc
g. Rapat Fraksi
(Kelompok Partai)
Putusan MPR
a. Putusan
dimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 2 dan 3 ditetapkan dengan persetujuan
sekurang-kurngnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir
b. Putusan
bagaimana dimaksud pada pasal 2dan 3 ditetapkan dengan persetujuan 50% + 1 dari
seluruh jumlah MPR
c. Putusan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 2 dan 3 ditetapkan dengan suara
terbanyak
d. Sebelum
mengambil keputusan dengan suara yang terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat
3 terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk
mencapai mufakat
Bentuk-bentuk Putusan MPR :
a. Perubahan
Undang-Undang Dasar adalah putusan Majelis
· Mempunyai
kekuatan hokum sebagai UUD
· Tidak
menggunakan nomor putusan Majelis
b. Ketetapan MPR adalah
putusan Majelis
· Berisi
arah kebijakan penyelenggaraan Negara
· Mempunyai
kekuatan hukum mengikat kedalam dan keluar Majelis
·
Menggunakan nomor putusan Majelis
c. Keputusan MPR
adalah putusan Majelis
· Berisi
aturan/ketentuan intern Majelis
·
Menggunakan nomor putusan Majelis
PROSES
PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESI
Di susun oleh:
PUTRI ANDRIANI
VIII-7
SMP NEGERI 2
RAHA
2014
DAFTAR
ISI:
BAB I PENDAHULUAN:
A.
KATA
PENGANTAR
B.
LANDASAN BERPIKIR
C.
RUMUSAN MASALAH
BAB II:
A.
PEMBAHASAN
BAB III:
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN-SARAN
C.
KAJIAN PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
DENGAN MEMANJATKAN PUJI DAN SYUKUR
KEPADA ALLAH SWT. Saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ PROSES PELAKSANAAN PEMILU DI
INDONESIA” dengan lancar.
makalah ini saya susun dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan
kita tentang proses pelaksanaan pemilu di Indonesia. Selain itu makalah ini
bertujuan untuk merangkum proses pelaksanaan pemilu yang ada di Indonesia.
Semoga
makalah ini dapat memberikan banyak pengetahuan bagi para pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan penyusun juga membutuhkan kritik dan saran
agar saya dapat memperbaikinya.
Terima
kasih.
Penyusun:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar