PENDIDIKAN
KEWIRAUSAHAAN SISWA MELALUI KOPSIS SEKOLAH
4 Votes
Oleh: Dr. Arifin, M.Si. *)
I. PENDAHULUAN
Pada era sekarang dan yang akan datang, paradigma layanan pendidikan harus berubah dari paradigma teacher center menuju child centered; dari paradigma subject mathod curriculum menuju competence base curriculum; dan dari paradigma exclusive segregative educational menuju inclusive education process (Arifin, 2007). Jadi, seluruh proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan harus diorientasikan pada pemberdayaan siswa sesuai dengan keberagam potensinya masing-masing. Salah satu bagian kunci dalam proses layanan pendidikan anak atau proses pembelajaran siswa di sekolah adalah ‘membentuk karakter atau sikap mental positif’ siswa, karena terbentuknya sikap mental positif akan mampu mengantarkan setiap individu untuk meraih kesuksesan (Koentjaraningrat, 1982).
Ada beberapa rujukan teoritis tentang urgensinya pendidikan sikap mental manusia dalam proses pembangunan, yaitu: (a) teori n-Ach (the need for Achievement), oleh David Mc Clelland. Inti pandangan teori ini adalah ‘setiap individu yang selalu membangun prinsip sepanjang usia hidupnya harus terus berkarya dan berprestasi akan meraih banyak kesuksesan’. Berkarya adalah kebutuhan dasar dalam hidup; (b) Teori Mentalitas Manusia Modern, oleh Alex Inkels dan D.H. Smith. Salah satu ciri mentalitas modern adalah ‘terbuka, berorientasi ke depan dan kompetitif serta inovatif (Budiman, 1995); dan (c) teori Kepribadian Inovatif, oleh Max Weber dan E. Hagen. Salah satu ciri kepribadian inovatif adalah ‘selalu ingin tahu dan meneliti, mengambil tanggung jawab pribadi yang tinggi, terbuka dan tolerir, memaklumi heterogenitas dan selalu mendorong kreativitas dan inovasi di berbagai bidang’ (Sztompka,1993). Berdasarkan ketiga teori tersebut, menunjukkan aspek mentalitas manusia adalah faktor kunci dalam meraih kesuksesan hidup.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/ U/ 1984, tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kesiswaan dijelaskan bahwa, dua dari delapan materi pembinaan kesiswaan adalah: (a) pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur; dan (b) pembinaan ketrampilan dan kewirausahaan siswa. Salah satu cara dalam membina siswa pada aspek ketrampilan dan kewirausahaan adalah setiap satuan pendidikan harus ada Koperasi Siswa (Kopsis). Persoalan yang muncul adalah, bagaimana cara yang dapat ditempuh dalam menumbuhkan sikap mental wirausaha siswa di sekolah melalui lembaga Kopsis sekolah?. Persoalan inilah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dikaji dalam membahas tentang peran Kopsis bagi siswa, namun karena keterbatasan ruang dan waktu, maka fokus kajian hanya pada aspek peran Kopsis dalam pendidikan sikap mental kewirausahaan siswa.
Pada era sekarang dan yang akan datang, paradigma layanan pendidikan harus berubah dari paradigma teacher center menuju child centered; dari paradigma subject mathod curriculum menuju competence base curriculum; dan dari paradigma exclusive segregative educational menuju inclusive education process (Arifin, 2007). Jadi, seluruh proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan harus diorientasikan pada pemberdayaan siswa sesuai dengan keberagam potensinya masing-masing. Salah satu bagian kunci dalam proses layanan pendidikan anak atau proses pembelajaran siswa di sekolah adalah ‘membentuk karakter atau sikap mental positif’ siswa, karena terbentuknya sikap mental positif akan mampu mengantarkan setiap individu untuk meraih kesuksesan (Koentjaraningrat, 1982).
Ada beberapa rujukan teoritis tentang urgensinya pendidikan sikap mental manusia dalam proses pembangunan, yaitu: (a) teori n-Ach (the need for Achievement), oleh David Mc Clelland. Inti pandangan teori ini adalah ‘setiap individu yang selalu membangun prinsip sepanjang usia hidupnya harus terus berkarya dan berprestasi akan meraih banyak kesuksesan’. Berkarya adalah kebutuhan dasar dalam hidup; (b) Teori Mentalitas Manusia Modern, oleh Alex Inkels dan D.H. Smith. Salah satu ciri mentalitas modern adalah ‘terbuka, berorientasi ke depan dan kompetitif serta inovatif (Budiman, 1995); dan (c) teori Kepribadian Inovatif, oleh Max Weber dan E. Hagen. Salah satu ciri kepribadian inovatif adalah ‘selalu ingin tahu dan meneliti, mengambil tanggung jawab pribadi yang tinggi, terbuka dan tolerir, memaklumi heterogenitas dan selalu mendorong kreativitas dan inovasi di berbagai bidang’ (Sztompka,1993). Berdasarkan ketiga teori tersebut, menunjukkan aspek mentalitas manusia adalah faktor kunci dalam meraih kesuksesan hidup.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/ U/ 1984, tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kesiswaan dijelaskan bahwa, dua dari delapan materi pembinaan kesiswaan adalah: (a) pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur; dan (b) pembinaan ketrampilan dan kewirausahaan siswa. Salah satu cara dalam membina siswa pada aspek ketrampilan dan kewirausahaan adalah setiap satuan pendidikan harus ada Koperasi Siswa (Kopsis). Persoalan yang muncul adalah, bagaimana cara yang dapat ditempuh dalam menumbuhkan sikap mental wirausaha siswa di sekolah melalui lembaga Kopsis sekolah?. Persoalan inilah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dikaji dalam membahas tentang peran Kopsis bagi siswa, namun karena keterbatasan ruang dan waktu, maka fokus kajian hanya pada aspek peran Kopsis dalam pendidikan sikap mental kewirausahaan siswa.
II. PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN SISWA
MELALUI KOPSIS SEKOLAH.
Sebelum menjelaskan tentang pentingnya layanan pendidikan kewirausahaan bagi siswa melalui Kopsis sekolah, terlebih dahulu perlu diingat kembali beberapa konsep dasar tentang OSIS pada satuan pendidikan, antara lain: (a) OSIS adalah singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. Jadi, OSIS merupakan satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah dan kursus, di lingkungan pembinaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SMP, SMA/SMK dan kursus-kursus), dan tidak ada hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah atau kursus yang lain (Departemen P dan K, 1985); (b) Pembina OSIS adalah Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan OSIS di sekolah dan kursus tersebut; (c) Pemimpin siswa adalah pengusus OSIS yang dipilih oleh para siswa di sekolah dan kursus untuk jangka waktu tertentu dan mendapat pengesahan dari Kepala Sekolah yang bersangkutan; dan (d) Tujuan khusus dibentuknya OSIS adalah: Meningkatkan peran siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala; Melatih siswa dalam berorganisasi dengan baik; Memantapkan kegiatan ekstra kurikuler dalam menunjang pencapaian kurikulum pada satuan pendidikan; Peningkatan apresiasi dan penghayatan seni budaya; Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945; Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan Meningkatkan kesehatan jasmani-rohani siswa (Departemen P dan K, 1985).
Pada Bab IV pasal 4 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/ U/ 1984 dirumuskan, bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi delapan aspek atau bidang, yang kemudian dalam tataran operasional diwujudkan dalam bentuk delapan Sekretaris Bidang (Sekbid), yaitu: (a) Sekbid ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (b) Sekbid kehidupan berbangsa dan bernegara; (c) Sekbid pendidikan pendahuluan bela negara; (d) Sekbid kepribadian dan budi pekerti luhur; (e) Sekbid berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan; (f) Sekbid ketrampilan dan kewirausahaan; (g) Sekbid kesegaran jasamani dan daya kreasi; dan (h) Sekbid persepsi, apresiasi dan kreasi seni (Departemen P dan K, 1985). Berdasarkan konsep-konsep dasar tentang OSIS dan materi pembinaan kesiswaan tersebut, maka proses pembinaan yang bisa dilakukan oleh Kepala sekolah dan Guru terhadap siswa dalam wadah OSIS adalah menyangkut ‘delapan bidang’ tersebut secara integral.
Hanya karena keterbatasan ruang dan waktu (space and time), maka makalah atau kajian ini lebih menekankan pada aspek kewirausahaan yang terimplementasikan pada pengembangan Koperasi siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan. Diantara fungsi keberadaan Kopsis di setiap satuan pendidikan bagi siswa antara lain: (a) melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan sesuai dengan tingkat minat dan potensi yang dimiliki siswa; dan (b) melatih dan mendidik siswa dalam memanajemen Kopsis, khususnya dalam memberikan layanan terbaik terhadap beragam kebutuhan siswa berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, hakikat Kopsis di sekolah bukan hanya semata-mata menyediakan berbagai sarana dan kebutuhan material yang diperlukan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga harus mampu ‘melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan’, yang sangat dibutuhkan siswa dalam proses hidupnya kedepan. Urgensi pengembangan potensi wirausaha siswa inilah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini.
Agar keberadaan Koperasi Siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan mempunyai peran penting dalam proses pendidikan kewirausahaan siswa, maka pengelolaan atau manajemen Kopsis sekolah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dan betul-betul berperan sebagai tempat praktik dan latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan sikap mental kewirausahaannya. Paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu diperhatikan oleh pembina OSIS dalam proses membimbing atau melatih siswa untuk mengembangkan potensi kewirausahaan di lingkungan sekolah, antara lain:
Pertama, pada hakikatnya peranan sekolah dalam membangun sikap mental berwirausaha siswa adalah sangat sentral. Diantara sikap mental manusia atau peserta didik untuk sanggup berwirausaha adalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) memiliki moral atau motivasi tinggi untuk berprestasi dan berkarya sepanjang usia hidupnya (need for achievement); (b) memiliki sikap mental untuk berwirausaha, yang diawali dengan hal-hal yang kecil namun dengan perencanaan yang baik; (c) memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan; dan (d) memiliki ketrampilan atau kecapakan untuk berwirausaha. Kekuatan untuk membangun keempat aspek tersebut sangat ditentukan oleh kondisi pembelajaran budaya yang telah berlangsung dalam lingkungan keluarga siswa.
Peranan sekolah tersebut dalam realitasnya masih belum terberdayakan secara maksimal, diantara faktor penyebabnya adalah masih ada beberapa kelemahan yang dapat dijumpai dalam pelaksanaan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, yaitu: (1) kelemahan pada aspek proses pembelajaran di kelas, antara lain: (a) aktivitas belajar siswa di sekolah masih kurang maksimal dalam memberdayakan potensi dirinya; (b) proses layanan pembelajaran di kelas belum secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswa secara beragam; (c) masih banyak terjadi proses pembelajaran yang bersifat guru sentris; (2) kelemahan pada aspek pengorganisasian pengalaman belajar siswa, yaitu dengan sistem pembelajaran secara klasikal cenderung guru mengalami kesulitan dalam pemberian kayanan pendidikan kepada siswa sesuai dengan minat dan kemampuan serta bakat masing-masing siswa secara maksimal; dan (3) kelemahan dari pada aspek pengembangan kurikulum, artinya pada kurikulum sekarang ini (berbasis kompetensi dan KTSP), aspek kewirausahaan siswa belum diintrodosir dan dikembangkan secara maksimal di setiap satuan pendidikan secara intergal dan berjenjang; dan (3) kelemahan pada aspek sarana dan prasarana yang ada di sekolah yang masih terbatas.
Kedua, strategi pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa harus dilakukan secara bertahap melalui usaha-usaha sebagai berikut: (1) penyebarluasan konsep pembinaan kewirausahaan bagi siswa di setiap satuan pendidikan; (2) melaksanakan dan mengembangkan program pembinaan kewirausahaan; (3) pendayagunaan tenaga pembina kewirausahaan yang meliputi tenaga-tenaga yang ada di sekolah atau di luar sekolah; (4) melaksanakan penataran guru dan tenaga pembina kewirausahaan sampai mencapai suatu jumlah dan mutu yang memadai; dan (5) mengembangkan program lembaga pendidikan tenaga kependidikan dengan paket kewirausahaan siswa. Sedangkan pengadaan sarana penunjang pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah adalah: (a) ruang ketrampilan; (b) koperasi siswa/ sekolah; (c) kebun sekolah; (d) ruang kesenian; (e) ruang perpustakaan; dan (f) laboratorium (Departemen P dan K, 1985)
Ketiga, strategi mempersiapkan siswa mempunyai sikap mental berwirausaha melalui proses pembelajaran di kelas, antara lain: (1) pembenahan pada proses pembelajaran yang mengunakan pendekatan atau model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan inovatif. Untuk bisa menunjang proses pembelajaran tersebut, beberapa yang perlu dibenahi adalah: (a) meningkatkan kompetensi guru dan mentalitas inovatif guru; (b) pembenahan sistem pembelajaran yang didesain dalam bentuk ’siswa aktif, kreatif dan inovatif’; (c) pembenahan dalam sarana pembelajaran di kelas yang berbasis teknologi yang menunjang pembentukan mentalitas kewirausahaan; (d) menanamkan konsep pada siswa tentang ’siswa berprestasi’ adalah siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar dan mempunyai kualitas pada aspek: moral, sikap mental inovatif, kepekaan sosial, ketrampilan berwirausaha, rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan problem; (2) melakukan berbagai jenis kegiatan di sekolah yang mengarah pada pembinaan kewirausahaan siswa.
Ada beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh pembina OSIS atau guru dalam rangka mencapai tujuan pembinaan kewirausahaan siswa sebagai berikut:
1. Dalam rangka membangkitkan dan menumbuhkan minat siswa terhadap kegiatan kewirausahaan antara lain: (a) penulisan cerita tentang tokoh wirausaha yang berhasil; (b) lomba baca dan tulis puisi tentang semangat kewirausahaan; (c) fragmen dan wawancara tentang kewirausahaan melalui televisi, radio dan pementasan; (d) kunjungan ke tempat-tempat perusahaan atau industri; dan (e) ceramah dan diskusi tokoh wirausaha yang berhasil di sekolah.
2. Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan ketrampilan ber wirausaha antara lain: (a) praktik ketrampilan seni menjual, berkebun, berternak, jahit menjahit, masak memasak, dekorasi, pertanaman, servis dsb; (b) koperasi siswa (kopsis); (c) bursa atau pameran buku; (d) melaksanakan berbagai lomba karya siswa.
3. Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan sikap mental berwirausaha, antara lain: (a) alat-alat pelajaran berupa buku, audio visual, komputer, internet dan alat ketrampilan lainnya; (b) praktek kerja nyata; (c) tabungan siswa untuk kepentingan pembelajaran berwirausaha; (d) melalui media siswa (warta siswa) dikomunikasikan gemar berwirausaha; (e) kemah dan bakti sosial.
4. Dalam rangka mengembangkan daya pikir dan bertindak kreatif dan produktif, antara lain: (a) lomba karya tulis siswa tentang kewirausahaan; (b) lomba cipta alat produksi; (c) penulisan buku-buku rujukan tentang kewirausahaan; (d) penataran tenaga instruktur kewirausahaan; (e) diadakan forum wirausaha dari siswa dan untuk siswa; (f) menyusun perencanaan melalui pembuatan proyek proposal kegiatan siswa; dan (g) melaksanakan studi kelayakan, survei dan penelitian tentang kewirausahaan.
Keempat, pembenahan pada kurikulum pendidikan formal, artinya kurikulum pendidikan di setiap satuan pendidikan harus memasukkan unsur pendidikan wirausaha pada siswa dengan baik. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam mengembakan kurikulum wirausaha antara lain: (a) mengembangkan satu bidang studi tentang wirausaha. Hal ini dapat dilakukan dengan cara; Tidak terlalu banyak merubah sistem pengajaran yang telah berjalan; Disajikan mengikuti pola pengajaran bidang studi yang ada; Isi dan ruang lingkup kajian (materi pembelajaran) disusun sedemikian rupa sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik; (b) penyiapan kurikulum kewirausahaan ke dalam bentuk aktivitas pembelajaran secara periodik.
Contoh isi pengembangan kuirikulum kewirausahaan di setiap jenjan pendidikan: (1) jenjang pendidikan TK dan sekolah dasar, isi kurikulumnya menyangkut: (a) cerita kewirausahaan di kalangan hewan, (b) cerita perjalanan petualangan penemuan hal-hal yang baru, (c) cerita dan nyanyian kewirausahaan, dan gambar atau framen tentang kewirausahaan; (2) jenjang pendidikan sekolah menengah, isi kurikulum kewirausahaan menyangkut: (a) aspek keimanan, jiwa dan semangat untuk berkarya atau berjuang demi mengharap ridha Tuhan, bukan mengharap keridhaan dari sesamanya; (b) sikap mental dan kebiasaaan sehari-hari untuk berkarya, misalnya: sikap mental selalu tidak pus (ingin maju), ulet dan tekun; pandai bergaul atau menjalin komunikasi dengan sesamanya, menghargai waktu, empati, menghormati harkat dan martabat orang lain, menjunjung tinggi kejujuran, menolak pemberian tanpa suatu karya dsb.; (c) daya pikir kreatif, misalnya : melatih belajar mandiri, membuat buku catatan harian, (d) membangun skap mental keutamaan hasil karya melalui kerjasama; (e) sikap mental untuk menggerakkan diri, yang meliputi: Kegairahan dalam hidup, kesediaan untuk berusaha mencapai keberhasilan, pikiran kreatif, melakukan sesuatu karya dengan hati nurani; Mampu mengenal dan mehami keberagaman hidup; risiko dan persaingan; (f) mengenal risiko, misalnya risiko konflik, risiko inisiatif; (g) kemampuan meyakinkan, misalnya: keyakinan diri kuat akan keberhasilan usahanya, mengenal barang dan jasa sendiri, salesmanship, mengenal pasar dan calon pembeli; (h) mengenal dasar-dasar manajemen, misalnya mengenal untung-rugi, peningkatan biaya, anggaran dan rencana, mencari kawan berniaga, pembentukan modal dan berhemat; (i) ketrampilan dalam berwirausaha, misalnya pembukuan, penguasaan bahasa asing, siap mencoba berusaha di berbagai bidang, pengetahuan tentang hukum, asuransi, perbankkan dsb.
Kelima, diantara pendidikan watak kewirausahaan yang harus dibangun pada diri setiap siswa oleh guru, baik pada kegiatan proses pembelajaran maupun dalam wadah pembinaan dan pengembangan Koperasi siswa adalah: (a) mentalitas yang berorientasi ke masa depan, dan berpandangan positif serta kreatif; (b) ulet, tekun, tidak mudah putus asa dan pandai bergaul; (c) sangat menghargai waktu dan selalu siap berkompetisi secara sehat; (d) menjunjung tinggi sikap memberi daripada meminta dan berkepribadian menyenangkan (familier); (e) selalu siap bekerja keras dari jenis pekerjaan yang rendah, dan mampu mengendalikan diri untuk tidak konsumerisme; (f) tidak gila pangkat, gelar, kekuasaan dan selalu menerima hasil usaha sendiri. Diantara jiwa wirausaha yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) beriman pada Tuhan dan berbuat baik dengan sesama; (b) tidak suka tergantung pada orang lain, dan mempunyai rasa tanggung jawab pribadi, (c) berdisiplin nurani, dan berani mengambil resiko dari pilihan yang dianggap baik, (d) bertekad untuk memajukan lingkungannya dan menjunjung tinggi rasa keadilan serta berani menyebarluaskan hal-hal yang baik untuk kepentingan umum.
Diantara daya pikir ketrampilan kewirausahaan, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun praktek Kopsis yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) mampu menyusun perencanaan seopreasional mungkin, dan suka menjalin interaksi dalam bentuk kerjasama, (b) selalu termotivasi untuk berprestai dan selalu suka belajar baik pada pengetahuan terbaru maupun terhadap pengalaman masa lalu (gagal atau berhasil), (c) aktif dalam pengembangan penambahan pengetahuan dan ketramilan baru dan suka mendengar nasehat atau pendapat orang lain, (d) memperhatikan efisiensi dan efektifitas karya dan berpikiran terbuka serta bertanggung jawab.
Keenam, langkah penunjang dalam pengembangan pendidikan wirausaha siswa di sekolah adalah: (a) memerkokoh institusi pendidikan yang melaksanakan program kewirausahaan, melalui Kopsis sekolah sebanyak-banyaknya; (b) dibentuk suatu lembaga koordinasi pembinaan dan pengembangan sekolah yang melaksanakan program kewirausahaan; (c) diadakan proyek-proyek eksperimen terpadu antar sekolah dalam meningkatkan budaya wirausaha; (d) penyediaan dan pengembangan pelayanan dan fasilitas studi bagi para siswa yang melaksanakan program kewirausahaan pada lapangan usaha dan industri di masyarakat dan pemerintah; dan (e) pemerintah mendirikan pusat-puat pengembangan pendidikan dan pengembangan usaha dan industri yang dapat bersinergis dengan institusi-institusi pendidikan penyelenggara program kewirausahaan. Pola pendidikan kewirausahaan di pendidikan formal harus terjalin sinergis dengan pola pendidikan wirausaha di lembaga non formal (masyarakat) Misalnya setiap unit aktifitas ekonomi masyarakat mengadakan kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidangnya. Bidang-bdang kewirausahaan yang bisa dilakukan antara lain: (a) kewirausahaan dalam bidang usaha ekonomi; (b) kewirausahaan dalam bidang karir dan jabatan; (c) kewirausahaan dalam bidang pendidikan
Ketujuh, sistem pengorganisasian dan evaluasi pendidikan kewirausahaan siswa di sekolah, baik melalui proses pembelajaran maupun praktik Kopsis antara lain: (a) bahwa pengorgianisasian pelaksanaan kegiatan kewirausahaan sekolah adalah melalui OSIS pada sekretaris bidang (sekbid) kewirausahaan yang diwujudkan dalam bentuk aktifitas koperasi siswa; (b) dalam berbagai kegiatan yang bersifat khusus kepala sekolah dapat mementuk panitia penyelenggara kegiatan wirausaha; (c) dalam rangka kegiatan kewirausahaan antar sekolah atau antar instansi perlu dibentuk panitia bersama; (d) kepala sekolah dalam menjalin kerjasama lintas sektoral untuk kegiatan kewirausahaan, perlu menjalin kerjasama dengan orang tua wali dan tokoh masyarakat (komite sekolah); dan (e) pembinaan kewirausahaan dilakukan secara bertahap. Sedangkan proses evaluasi terhadap proses pendidikan kewirausahaan baik melalui proses pembelajaran maupun praktik Kopsis adalah: (a) evaluasi kinerja dilakukan setiap akhir semester; (b) proses evalusianya dapat menyangkut aspek perencanaan dan pelaksanaan; dan (c) agar diperoleh hasil evaluasi yang akurat diperlukan format atau instrument yang jelas sesuai dengan jenis kegiatan kewirausahaan sekolah.
Sebelum menjelaskan tentang pentingnya layanan pendidikan kewirausahaan bagi siswa melalui Kopsis sekolah, terlebih dahulu perlu diingat kembali beberapa konsep dasar tentang OSIS pada satuan pendidikan, antara lain: (a) OSIS adalah singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. Jadi, OSIS merupakan satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah dan kursus, di lingkungan pembinaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SMP, SMA/SMK dan kursus-kursus), dan tidak ada hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah atau kursus yang lain (Departemen P dan K, 1985); (b) Pembina OSIS adalah Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan OSIS di sekolah dan kursus tersebut; (c) Pemimpin siswa adalah pengusus OSIS yang dipilih oleh para siswa di sekolah dan kursus untuk jangka waktu tertentu dan mendapat pengesahan dari Kepala Sekolah yang bersangkutan; dan (d) Tujuan khusus dibentuknya OSIS adalah: Meningkatkan peran siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala; Melatih siswa dalam berorganisasi dengan baik; Memantapkan kegiatan ekstra kurikuler dalam menunjang pencapaian kurikulum pada satuan pendidikan; Peningkatan apresiasi dan penghayatan seni budaya; Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945; Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan Meningkatkan kesehatan jasmani-rohani siswa (Departemen P dan K, 1985).
Pada Bab IV pasal 4 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/ U/ 1984 dirumuskan, bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi delapan aspek atau bidang, yang kemudian dalam tataran operasional diwujudkan dalam bentuk delapan Sekretaris Bidang (Sekbid), yaitu: (a) Sekbid ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (b) Sekbid kehidupan berbangsa dan bernegara; (c) Sekbid pendidikan pendahuluan bela negara; (d) Sekbid kepribadian dan budi pekerti luhur; (e) Sekbid berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan; (f) Sekbid ketrampilan dan kewirausahaan; (g) Sekbid kesegaran jasamani dan daya kreasi; dan (h) Sekbid persepsi, apresiasi dan kreasi seni (Departemen P dan K, 1985). Berdasarkan konsep-konsep dasar tentang OSIS dan materi pembinaan kesiswaan tersebut, maka proses pembinaan yang bisa dilakukan oleh Kepala sekolah dan Guru terhadap siswa dalam wadah OSIS adalah menyangkut ‘delapan bidang’ tersebut secara integral.
Hanya karena keterbatasan ruang dan waktu (space and time), maka makalah atau kajian ini lebih menekankan pada aspek kewirausahaan yang terimplementasikan pada pengembangan Koperasi siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan. Diantara fungsi keberadaan Kopsis di setiap satuan pendidikan bagi siswa antara lain: (a) melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan sesuai dengan tingkat minat dan potensi yang dimiliki siswa; dan (b) melatih dan mendidik siswa dalam memanajemen Kopsis, khususnya dalam memberikan layanan terbaik terhadap beragam kebutuhan siswa berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, hakikat Kopsis di sekolah bukan hanya semata-mata menyediakan berbagai sarana dan kebutuhan material yang diperlukan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga harus mampu ‘melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan’, yang sangat dibutuhkan siswa dalam proses hidupnya kedepan. Urgensi pengembangan potensi wirausaha siswa inilah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini.
Agar keberadaan Koperasi Siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan mempunyai peran penting dalam proses pendidikan kewirausahaan siswa, maka pengelolaan atau manajemen Kopsis sekolah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dan betul-betul berperan sebagai tempat praktik dan latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan sikap mental kewirausahaannya. Paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu diperhatikan oleh pembina OSIS dalam proses membimbing atau melatih siswa untuk mengembangkan potensi kewirausahaan di lingkungan sekolah, antara lain:
Pertama, pada hakikatnya peranan sekolah dalam membangun sikap mental berwirausaha siswa adalah sangat sentral. Diantara sikap mental manusia atau peserta didik untuk sanggup berwirausaha adalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) memiliki moral atau motivasi tinggi untuk berprestasi dan berkarya sepanjang usia hidupnya (need for achievement); (b) memiliki sikap mental untuk berwirausaha, yang diawali dengan hal-hal yang kecil namun dengan perencanaan yang baik; (c) memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan; dan (d) memiliki ketrampilan atau kecapakan untuk berwirausaha. Kekuatan untuk membangun keempat aspek tersebut sangat ditentukan oleh kondisi pembelajaran budaya yang telah berlangsung dalam lingkungan keluarga siswa.
Peranan sekolah tersebut dalam realitasnya masih belum terberdayakan secara maksimal, diantara faktor penyebabnya adalah masih ada beberapa kelemahan yang dapat dijumpai dalam pelaksanaan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, yaitu: (1) kelemahan pada aspek proses pembelajaran di kelas, antara lain: (a) aktivitas belajar siswa di sekolah masih kurang maksimal dalam memberdayakan potensi dirinya; (b) proses layanan pembelajaran di kelas belum secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswa secara beragam; (c) masih banyak terjadi proses pembelajaran yang bersifat guru sentris; (2) kelemahan pada aspek pengorganisasian pengalaman belajar siswa, yaitu dengan sistem pembelajaran secara klasikal cenderung guru mengalami kesulitan dalam pemberian kayanan pendidikan kepada siswa sesuai dengan minat dan kemampuan serta bakat masing-masing siswa secara maksimal; dan (3) kelemahan dari pada aspek pengembangan kurikulum, artinya pada kurikulum sekarang ini (berbasis kompetensi dan KTSP), aspek kewirausahaan siswa belum diintrodosir dan dikembangkan secara maksimal di setiap satuan pendidikan secara intergal dan berjenjang; dan (3) kelemahan pada aspek sarana dan prasarana yang ada di sekolah yang masih terbatas.
Kedua, strategi pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa harus dilakukan secara bertahap melalui usaha-usaha sebagai berikut: (1) penyebarluasan konsep pembinaan kewirausahaan bagi siswa di setiap satuan pendidikan; (2) melaksanakan dan mengembangkan program pembinaan kewirausahaan; (3) pendayagunaan tenaga pembina kewirausahaan yang meliputi tenaga-tenaga yang ada di sekolah atau di luar sekolah; (4) melaksanakan penataran guru dan tenaga pembina kewirausahaan sampai mencapai suatu jumlah dan mutu yang memadai; dan (5) mengembangkan program lembaga pendidikan tenaga kependidikan dengan paket kewirausahaan siswa. Sedangkan pengadaan sarana penunjang pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah adalah: (a) ruang ketrampilan; (b) koperasi siswa/ sekolah; (c) kebun sekolah; (d) ruang kesenian; (e) ruang perpustakaan; dan (f) laboratorium (Departemen P dan K, 1985)
Ketiga, strategi mempersiapkan siswa mempunyai sikap mental berwirausaha melalui proses pembelajaran di kelas, antara lain: (1) pembenahan pada proses pembelajaran yang mengunakan pendekatan atau model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan inovatif. Untuk bisa menunjang proses pembelajaran tersebut, beberapa yang perlu dibenahi adalah: (a) meningkatkan kompetensi guru dan mentalitas inovatif guru; (b) pembenahan sistem pembelajaran yang didesain dalam bentuk ’siswa aktif, kreatif dan inovatif’; (c) pembenahan dalam sarana pembelajaran di kelas yang berbasis teknologi yang menunjang pembentukan mentalitas kewirausahaan; (d) menanamkan konsep pada siswa tentang ’siswa berprestasi’ adalah siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar dan mempunyai kualitas pada aspek: moral, sikap mental inovatif, kepekaan sosial, ketrampilan berwirausaha, rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan problem; (2) melakukan berbagai jenis kegiatan di sekolah yang mengarah pada pembinaan kewirausahaan siswa.
Ada beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh pembina OSIS atau guru dalam rangka mencapai tujuan pembinaan kewirausahaan siswa sebagai berikut:
1. Dalam rangka membangkitkan dan menumbuhkan minat siswa terhadap kegiatan kewirausahaan antara lain: (a) penulisan cerita tentang tokoh wirausaha yang berhasil; (b) lomba baca dan tulis puisi tentang semangat kewirausahaan; (c) fragmen dan wawancara tentang kewirausahaan melalui televisi, radio dan pementasan; (d) kunjungan ke tempat-tempat perusahaan atau industri; dan (e) ceramah dan diskusi tokoh wirausaha yang berhasil di sekolah.
2. Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan ketrampilan ber wirausaha antara lain: (a) praktik ketrampilan seni menjual, berkebun, berternak, jahit menjahit, masak memasak, dekorasi, pertanaman, servis dsb; (b) koperasi siswa (kopsis); (c) bursa atau pameran buku; (d) melaksanakan berbagai lomba karya siswa.
3. Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan sikap mental berwirausaha, antara lain: (a) alat-alat pelajaran berupa buku, audio visual, komputer, internet dan alat ketrampilan lainnya; (b) praktek kerja nyata; (c) tabungan siswa untuk kepentingan pembelajaran berwirausaha; (d) melalui media siswa (warta siswa) dikomunikasikan gemar berwirausaha; (e) kemah dan bakti sosial.
4. Dalam rangka mengembangkan daya pikir dan bertindak kreatif dan produktif, antara lain: (a) lomba karya tulis siswa tentang kewirausahaan; (b) lomba cipta alat produksi; (c) penulisan buku-buku rujukan tentang kewirausahaan; (d) penataran tenaga instruktur kewirausahaan; (e) diadakan forum wirausaha dari siswa dan untuk siswa; (f) menyusun perencanaan melalui pembuatan proyek proposal kegiatan siswa; dan (g) melaksanakan studi kelayakan, survei dan penelitian tentang kewirausahaan.
Keempat, pembenahan pada kurikulum pendidikan formal, artinya kurikulum pendidikan di setiap satuan pendidikan harus memasukkan unsur pendidikan wirausaha pada siswa dengan baik. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam mengembakan kurikulum wirausaha antara lain: (a) mengembangkan satu bidang studi tentang wirausaha. Hal ini dapat dilakukan dengan cara; Tidak terlalu banyak merubah sistem pengajaran yang telah berjalan; Disajikan mengikuti pola pengajaran bidang studi yang ada; Isi dan ruang lingkup kajian (materi pembelajaran) disusun sedemikian rupa sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik; (b) penyiapan kurikulum kewirausahaan ke dalam bentuk aktivitas pembelajaran secara periodik.
Contoh isi pengembangan kuirikulum kewirausahaan di setiap jenjan pendidikan: (1) jenjang pendidikan TK dan sekolah dasar, isi kurikulumnya menyangkut: (a) cerita kewirausahaan di kalangan hewan, (b) cerita perjalanan petualangan penemuan hal-hal yang baru, (c) cerita dan nyanyian kewirausahaan, dan gambar atau framen tentang kewirausahaan; (2) jenjang pendidikan sekolah menengah, isi kurikulum kewirausahaan menyangkut: (a) aspek keimanan, jiwa dan semangat untuk berkarya atau berjuang demi mengharap ridha Tuhan, bukan mengharap keridhaan dari sesamanya; (b) sikap mental dan kebiasaaan sehari-hari untuk berkarya, misalnya: sikap mental selalu tidak pus (ingin maju), ulet dan tekun; pandai bergaul atau menjalin komunikasi dengan sesamanya, menghargai waktu, empati, menghormati harkat dan martabat orang lain, menjunjung tinggi kejujuran, menolak pemberian tanpa suatu karya dsb.; (c) daya pikir kreatif, misalnya : melatih belajar mandiri, membuat buku catatan harian, (d) membangun skap mental keutamaan hasil karya melalui kerjasama; (e) sikap mental untuk menggerakkan diri, yang meliputi: Kegairahan dalam hidup, kesediaan untuk berusaha mencapai keberhasilan, pikiran kreatif, melakukan sesuatu karya dengan hati nurani; Mampu mengenal dan mehami keberagaman hidup; risiko dan persaingan; (f) mengenal risiko, misalnya risiko konflik, risiko inisiatif; (g) kemampuan meyakinkan, misalnya: keyakinan diri kuat akan keberhasilan usahanya, mengenal barang dan jasa sendiri, salesmanship, mengenal pasar dan calon pembeli; (h) mengenal dasar-dasar manajemen, misalnya mengenal untung-rugi, peningkatan biaya, anggaran dan rencana, mencari kawan berniaga, pembentukan modal dan berhemat; (i) ketrampilan dalam berwirausaha, misalnya pembukuan, penguasaan bahasa asing, siap mencoba berusaha di berbagai bidang, pengetahuan tentang hukum, asuransi, perbankkan dsb.
Kelima, diantara pendidikan watak kewirausahaan yang harus dibangun pada diri setiap siswa oleh guru, baik pada kegiatan proses pembelajaran maupun dalam wadah pembinaan dan pengembangan Koperasi siswa adalah: (a) mentalitas yang berorientasi ke masa depan, dan berpandangan positif serta kreatif; (b) ulet, tekun, tidak mudah putus asa dan pandai bergaul; (c) sangat menghargai waktu dan selalu siap berkompetisi secara sehat; (d) menjunjung tinggi sikap memberi daripada meminta dan berkepribadian menyenangkan (familier); (e) selalu siap bekerja keras dari jenis pekerjaan yang rendah, dan mampu mengendalikan diri untuk tidak konsumerisme; (f) tidak gila pangkat, gelar, kekuasaan dan selalu menerima hasil usaha sendiri. Diantara jiwa wirausaha yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) beriman pada Tuhan dan berbuat baik dengan sesama; (b) tidak suka tergantung pada orang lain, dan mempunyai rasa tanggung jawab pribadi, (c) berdisiplin nurani, dan berani mengambil resiko dari pilihan yang dianggap baik, (d) bertekad untuk memajukan lingkungannya dan menjunjung tinggi rasa keadilan serta berani menyebarluaskan hal-hal yang baik untuk kepentingan umum.
Diantara daya pikir ketrampilan kewirausahaan, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun praktek Kopsis yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) mampu menyusun perencanaan seopreasional mungkin, dan suka menjalin interaksi dalam bentuk kerjasama, (b) selalu termotivasi untuk berprestai dan selalu suka belajar baik pada pengetahuan terbaru maupun terhadap pengalaman masa lalu (gagal atau berhasil), (c) aktif dalam pengembangan penambahan pengetahuan dan ketramilan baru dan suka mendengar nasehat atau pendapat orang lain, (d) memperhatikan efisiensi dan efektifitas karya dan berpikiran terbuka serta bertanggung jawab.
Keenam, langkah penunjang dalam pengembangan pendidikan wirausaha siswa di sekolah adalah: (a) memerkokoh institusi pendidikan yang melaksanakan program kewirausahaan, melalui Kopsis sekolah sebanyak-banyaknya; (b) dibentuk suatu lembaga koordinasi pembinaan dan pengembangan sekolah yang melaksanakan program kewirausahaan; (c) diadakan proyek-proyek eksperimen terpadu antar sekolah dalam meningkatkan budaya wirausaha; (d) penyediaan dan pengembangan pelayanan dan fasilitas studi bagi para siswa yang melaksanakan program kewirausahaan pada lapangan usaha dan industri di masyarakat dan pemerintah; dan (e) pemerintah mendirikan pusat-puat pengembangan pendidikan dan pengembangan usaha dan industri yang dapat bersinergis dengan institusi-institusi pendidikan penyelenggara program kewirausahaan. Pola pendidikan kewirausahaan di pendidikan formal harus terjalin sinergis dengan pola pendidikan wirausaha di lembaga non formal (masyarakat) Misalnya setiap unit aktifitas ekonomi masyarakat mengadakan kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidangnya. Bidang-bdang kewirausahaan yang bisa dilakukan antara lain: (a) kewirausahaan dalam bidang usaha ekonomi; (b) kewirausahaan dalam bidang karir dan jabatan; (c) kewirausahaan dalam bidang pendidikan
Ketujuh, sistem pengorganisasian dan evaluasi pendidikan kewirausahaan siswa di sekolah, baik melalui proses pembelajaran maupun praktik Kopsis antara lain: (a) bahwa pengorgianisasian pelaksanaan kegiatan kewirausahaan sekolah adalah melalui OSIS pada sekretaris bidang (sekbid) kewirausahaan yang diwujudkan dalam bentuk aktifitas koperasi siswa; (b) dalam berbagai kegiatan yang bersifat khusus kepala sekolah dapat mementuk panitia penyelenggara kegiatan wirausaha; (c) dalam rangka kegiatan kewirausahaan antar sekolah atau antar instansi perlu dibentuk panitia bersama; (d) kepala sekolah dalam menjalin kerjasama lintas sektoral untuk kegiatan kewirausahaan, perlu menjalin kerjasama dengan orang tua wali dan tokoh masyarakat (komite sekolah); dan (e) pembinaan kewirausahaan dilakukan secara bertahap. Sedangkan proses evaluasi terhadap proses pendidikan kewirausahaan baik melalui proses pembelajaran maupun praktik Kopsis adalah: (a) evaluasi kinerja dilakukan setiap akhir semester; (b) proses evalusianya dapat menyangkut aspek perencanaan dan pelaksanaan; dan (c) agar diperoleh hasil evaluasi yang akurat diperlukan format atau instrument yang jelas sesuai dengan jenis kegiatan kewirausahaan sekolah.
III. PENUTUP
Uraian singkat tentang pendidikan kewirausahaan siswa melalui Kopsis sekolah tersebut memberikan kesimpulan sebagai berikut: (a) pendidikan kewirausahaan bagi siswa di setiap jenjang satuan pendidikan adalah sangat penting, dan proses pembinaannya bisa dilakukan secara bertahap; (b) diantara sarana yang paling efektif dalam proses pendidikan kewirausahaan siswa di sekolah adalah memberdayakan institusi Koperasi Siswa, oleh karena itu manajemen Kopsis sekolah harus dikelola dengan baik; dan (c) paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu diperhatikan dalam pembinaan dan pengembangan kewirausahaan siswa di sekolah (sebagaimana yang telah diuraikan di atas).
Catatan, apa yang tersaji dalam makalah ini tentu merupakan salah satu alternatif pemikiran tentang pendidikan wirausaha bagi siswa di sekolah. Hal ini berarti tidak menutup kemungkinan adanya alternatif analisis lain yang konstruktif dalam pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah.
Uraian singkat tentang pendidikan kewirausahaan siswa melalui Kopsis sekolah tersebut memberikan kesimpulan sebagai berikut: (a) pendidikan kewirausahaan bagi siswa di setiap jenjang satuan pendidikan adalah sangat penting, dan proses pembinaannya bisa dilakukan secara bertahap; (b) diantara sarana yang paling efektif dalam proses pendidikan kewirausahaan siswa di sekolah adalah memberdayakan institusi Koperasi Siswa, oleh karena itu manajemen Kopsis sekolah harus dikelola dengan baik; dan (c) paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu diperhatikan dalam pembinaan dan pengembangan kewirausahaan siswa di sekolah (sebagaimana yang telah diuraikan di atas).
Catatan, apa yang tersaji dalam makalah ini tentu merupakan salah satu alternatif pemikiran tentang pendidikan wirausaha bagi siswa di sekolah. Hal ini berarti tidak menutup kemungkinan adanya alternatif analisis lain yang konstruktif dalam pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2007. “Problematika SDM Guru
Dalam Penerapan KTSP (Sebuah renungan Mencari Jalan Keluar). Jurnal Media,
Nomor 08 / Th. XXXVII/ Oktober 2007. Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi
Jawa Timur. Surabaya.
Budiman, A,. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Departemen P dan K., 1985. Petunjuk Pelaksanaan Organisasi Siswa Intra ekolah (OSIS). Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Jakarta.
_______, 1985. Pedoman Pembinaan Kewiraswastaan Bagi Siswa. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Koentjaraningrat, 1982. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
Soemanto, W., 1993. Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Sztompka, P. 1993. The Sociology of Social Change, Alimandan (Penerjemah). Sosiologi Perubahan Sosial. 2004. Prenada Media. Jakarta.
Budiman, A,. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Departemen P dan K., 1985. Petunjuk Pelaksanaan Organisasi Siswa Intra ekolah (OSIS). Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Jakarta.
_______, 1985. Pedoman Pembinaan Kewiraswastaan Bagi Siswa. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Koentjaraningrat, 1982. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
Soemanto, W., 1993. Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Sztompka, P. 1993. The Sociology of Social Change, Alimandan (Penerjemah). Sosiologi Perubahan Sosial. 2004. Prenada Media. Jakarta.
*) Penulis adalah Guru SMA Islam dan
Dosen FIS di Universitas Brawijaya Malang. Makalah ini disajikan dalam Kegiatan
Workshop dan Penataran Manajemen Koperasi Siswa pada Pembina Koperasi Siswa
Se-Jawa Timur tanggal 9 Nopember 2008 di Gedung PSBB Man 3 Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar