do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Senin, 28 Oktober 2013

Bagaimana Filsafat Membentuk Pribadi Entrepreneur yang Unggul

Secara umum, filsafat tidak dianggap sebagai sebuah disiplin ilmu yang praktis. Orang tua dari mahasiswa yang memilih mempelajari filsafat berulang kali menerima keraguan dari masyarakat mengenai prospek masa depan seorang lulusan filsafat dalam dunia kerja.
Di Amerika Serikat yang tingkat penyebaran entrepreneurshipnya sudah pesat pun, masih banyak anak muda yang harus menyerah pada kenyataan dan menjadi lebih pragmatis dengan meninggalkan impian mereka dalam mempelajari filsafat dan beralih ke bidang hukum, pemerintahan, keuangan, penerbitan atau medis sebagai sandaran hidup. Namun, tetap saja tak banyak yang memilih entrepreneurship sebagai salah satu alternatifnya.
Sebuah pengalaman yang dimiliki Christine Nasserghodsi saat sedang menyusun sebuah program pendidikan entrepreneurship cukup menarik. Ia menemui sekelompok entrepreneur dari seluruh dunia, mendengarkan cerita mereka dan mencari pola dalam pengalaman yang mereka miliki. Bahkan dalam bidang yang spesifik dalam hal ketrampilan seperti teknologi, banyak entrepreneur sukses dan menunjukkan ketertarikan dalam mempelajari filsafat.
Saat ditanya mengenai bagaimana pendapat mereka mengenai filsafat dan bagaimana filsafat berkontribusi dalam keberhasilan sebagi entrepreneur, sejumlah entrepreneur ini mengaku perlu membaca karya-karya filsuf terkenal dunia sebelum membuat keputusan bisnis yang strategis. Namun, mereka menemukan bahwa cara berpikir, membangun hubungan dan mengadakan pendekatan terhadap masalah berkembang melalui studi filsafat yang mendalam memiliki relevansi dan manfaat bahkan setelah mereka tidak mempelajari filsafata secara intensif layakanya mahasiswa. Meskipun memiliki latar belakang pendidikan filsafat tak sepenuhnya menjamin seseorang sukses dalam berbisnis, para lulusan filsafat menawarkan jenis-jenis ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam menjalankan sebuah bisnis.
Inilah beberapa ketrampilan yang bisa disumbangkan oleh para lulusan filsafat dalam membangun sebuah bisnis baru:
Menghasilkan cara unik untuk melihat masalah yang ada
Tugas-tugas yang mengharuskan mereka mencari jawaban dari sebuah pertanyaan terbuka mendorong para mahasiswa filsafat untuk menemukan dan mengambil aspek unik dari karya para filsuf yang mereka pelajari, membangun kerangka berpikir dalam pertanyaan yang menarik dan segar atau membuat koneksi otentik antara tulisan dua pemikir yang berbeda. Demikian juga para entrepreneur harus mampu menemukan dan memahami peluang-peluang unik dan baru dalam pasar yang sudah ada di hadapan mereka.
Menemukan tema dan pola
Filsafat itu sendiri diatur oleh tema dan ide besar yang dijawab oleh sang filsuf sendiri. Para mahasiswa sering diminta untuk memikirkan bagaimana konsep dan teks berhubungan satu sama lain dan berkembang dari salah satunya menjadi bentuk lain yang berbeda. Dengan cara yang sama, para entrepreneur harus bisa menerjemahkan data dan melihat tren serta pola melalui lensa yang berbeda, dari para pengguna akhir hingga investor potensial.
Mengatur orang dan ide ke dalam sistem
Dalam artikel Bloomsberg Businessweek tahun 2010 yang ia tulis, Philosophy is Back in Business, Dov Seidman mengatakan krisis konsumsi, iklim dan kredit tak bisa dipecahkan melalui keahlian spesialis saja. Masalah-masalah itu, seperti kebanyakan masalah yang dihadapi perusahaan dalam pasar dunia, menghadirkan interdependensi yang rumit yang membutuhkan pemahaman mengenai bagaimana kepentingan politik, keuangan, lingkungan, etis dan social satu sama lain. Sebuah pendekatan filosofis menghubungkan titik-titik antara kepentingan yang bersaing dalam sebauh upaya untuk menciptakan sinergi.
Menyusun argument yang kokoh
Dalam berbagai pekerjaan, entah itu menyusun rumusan business plan atau mempresentasikannya pada investor potensial, para entrepreneur harus bisa menjelaskanmengapa mereka memilih sesuatu. Demikian juga, Anda tidak perlu berpikir mengenai bagaimana harus membuat penegasan dalam kelas filsafat kecuali Anda sudah siap dengan dukungan pengetahuan. Apakah itu epistemology atau akal sehat, membedakan antara pengetahuan dan asumsi dan mendukung keduanya dengan alasan dan data pendukung, sangat penting artinya dalam filsafat dan bisnis.
Menulis dan membaca dengan baik
Mempelajari filsafat membutuhkan kemauan untuk membaca dan berpikir sehat mengenai teks yang padat dan membosankan bagi kebanyakan orang. Selanjutnya mereka juga perlu menuliskannya dengan jelas. Para entrepreneur perlu sekaliuntukmemiliki kemampuan menjelaskan aspek-aspek kompleks dalam teknologi.
Paul Canetti yang dikenal sebagai pendiri dan CEO Maz media yang juga lulusan filsafat membedakan ketrampilan membingungkan dan praktis yang dikembangkan saat mempelajari filsafat. Mereka yang mempelajari filsafat biasnaya memiliki kemampuan membaca secara kritis dan menulis dengan jelas karena terasah oleh kebiasaan belajarnya.
Menciptakan entrepreneur tentu bukan tujuan utama sebuah jurusan atau program studi Filsafat , demikian juga menghasilkan perusahaan yang sukses menjadi sebuah tujuan yang dimiliki mahassiswa ilmu filsafat. Dan itulah sisi baiknya. Membaca karya Descartes misalnya, dan bagaimana pemikiran Descartes berhubungan dengan dunai bisnis mungiin terdengar membingungkan. Namun, kini sudah saatnya untuk menyadari bahwa filsafat bisa membantu entrepreneur dalam menentukan arah geraknya dalam berbisnis. (*AP)

Tidak ada komentar: