do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Sabtu, 05 Oktober 2013

Dalam Berinovasi, Kesederhanaan Lebih Ampuh Tarik Konsumen

Dalam kehidupan yang akrab dengan kelebihan dalam berbagai hal, para inovator perlu mencari konsep yang berbeda dan baru. Mereka perlahan menyadari bahwa berinovasi agar berhasil itu tidak banyak membutuhkan hal-hal yang tidak perlu dan hanya menjadi pelengkap atau pemanis saja. Perlu ada substansi yang dipertahankan dan pada saat yang sama kita perlu menyingkirkan hal-hal yang kurang perlu, atau terlihat bagus tetapi fungsinya hampir nol.
Dengan menawarkan konsep kesederhanaan, para konsumen akan lebih berpeluang untuk memiliki pengalaman yang bermakna dan karena bermakna, ia akan dikenang untuk, mungkin, selamanya.
Selama 6 tahun terakhir, menurut Matthew E. May dalam ulasan The Less-Is-Best Approach to Innovation di Harvard Business Review, telah banyak kita temukan lebih dari 2.000 ide baik itu berupa produk, proses dan strategi. Di antara semua itu, yang menghasilkan efek maksimal dengan pendekatan minimalis dan elegan memiliki 3 karakteristik yang sama. Semua karakteristik ini bisa Anda terapkan dalam ide bisnis yang sedang Anda kembangkan. Selamat menyimak.
Fitur yang ramping
May mencontohkan bagaimana Instagram berkembang dari sebuah aplikasi berbagi foto yang rumit dan dipenuhi dengan fitur-fitur kompleks bernama Burbn. Kevin Systrom sebagai CEO menyadari bahwa Burbn terlalu kacau dan rumit bagi pengguna kebanyakan. Systrom akhirnya menyederhanakan fitur-fitur di Burbn sehingga pengguna baru pun bisa menggunakan dengan hanya mengutak-atik sendiri selama sekitar 30 detik. Kesederhanaan fitur menjadi senjata ampuh bagi Instagram dalam menarik pengguna baru. Dan karena jumlah pengguna yang begitu besar itulah, Instagram akhirnya diakuisisi oleh Facebook dengan jumlah fantastis.
Singkirkan hirarki, fokus ke konsumen
Sebuah studi kasus yang menarik disuguhkan oleh May. Ia menceritakan bagaimana sebuah perusahaan pembuat suku cadang bernama FAVI dan sang CEO Jean-Francois Zobrist yang menggunakan konsep manajemen yang sangat tidak biasa. Zobrist yang mengaku memiliki keahlian manajemen yang kurang mendorong para pegawainya untuk mencari pekerjaan sendiri. Dengan kata lain, ia mendorong pegawai untuk terus mengeksplorasi pekerjaannya karena tidak ada yang memahami dirinya dan bidang yang ia kerjakan selain dia sendiri, bahkan manajer pun belum tentu memahami. Zobrist sangat mempercayai kompetensi pekerjanya dan menyerahkan semua pekerjaan pada mereka. Ia singkirkan semua kendali seperti personalia, pengembangan produk dan pembelian. Sebuah tim beranggotakan 20 orang yang bergerak atas inisiatif sendiri dan mandiri pun bekerja. Masing-masing memiliki spesifikasi pada suku cadang tertentu. Zobrist menandaskan, Anda bukan bekerja untuk atasan atau saya, tetapi untuk konsumen.

Lakukan meditasi
Meditasi tidak terbatas dalam lingkup agama. Semua orang dapat melakukannya tanpa harus menganut ajaran keyakinan tertentu. Meditasi terbukti menenangkan pikiran yang penuh gangguan. Pimpinan Oracle Larry Ellison menyarankan para pegawainya untuk bermeditasi di sela-sel waktu kerja dan ia sendiri. Bill George CEO Medtronic yang juga pengajar di Harvard menerapkan meditasi dalam perusahaannya. Para pegawai Medtronic disarankan untuk menggunakan waktu senggang untuk bermeditasi merilekskan pikiran yang tertekan dan enuh kecemasan yang berhubungan dengan pekerjaan. Google juga pernah melaksanakan kebijaka serupa di tahun 2007 dalam Google University untuk menggenjot kreativitas pegawainya saat bekerja. Dengan bermeditasi secara rutin, kesadaran diri, fokus dan perhatian serta kreativitas akan meningkat. (*Akhlis)

Tidak ada komentar: