do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Senin, 28 Oktober 2013

Toleransi Kegagalan

Bahkan jika sebuah perusahaan menghindari bahaya yang biasa dihadapi startup dan berekspansi ke fase pertumbuhan, mempertahankan toleransi kegagalan merupakan hal yang tak kalah penting. Tingkat kegagalan yang dialami oleh entrepreneur sejak awal bisnis seharusnya sama tingkatannya dengan tingkatan yang diharapkan, ditolerir, dan dipelajari dari fase pertumbuhan. Meskipun tak ada perusahaan yang ingin mengharapkan mengalami kegagalan, ia harus terus bertahan dari kegagalan dlaam tingkatan tertentu daripada menjauhinya agar tetap dapat berinovasi dan tumbuh di masa depan.
Berikut ialah 3 bentuk kegagalan yang berbeda:
  1. Kegagalan moral: Bentuk kegagalan ini merupakan pelanggaran atas kepercayaan internal. Karena perusahaan ini berdasarkan pada ekspektasi bersama dan kepercayaan, pelanggaran ini merupakan kegagaln yang parah yang bisa memicu konsekuensi negatif.
  2. Kegagalan pribadi: Kegagalan ini diakibatkan oleh kurangnya ketrampilan atau penerapan yang baik. Biasanya tanggung jawab untuk kegagalan jenis ini dimiliki oleh perusahaan dan perorangan. Dengan demikian umumnya sebuah upaya dilakukann untuk memperbaiki situasi ini agar menguntungkan bagi kedua belah pihak.
  3. Kegagalan tak terkendali: Kegagalan ini disebabkan faktor luar dan yang paling sukar diantisipasi atau dihadapi. Keterbatasan sumber daya, pengarahan strategis, dan perubahan pasar merupakan contoh faktor luar yang memicu kegagalan di luar kendali karyawan. Manajemen atas harus dengan cermat menganalisis konteks kegagalan ini dan bekerja keras mencegahnya terulang kembali. (*AP)

Tidak ada komentar: