Ketika seseorang merasa memiliki dana lebih, mereka akan berpikir
bagaimana memanfaatkan dana lebih tersebut. Ada juga yang berpikir
bagaimana memperbanyak atau meningkatkan nilai dari dana tersebut.
Investasi
menjadi kata yang sudah tidak asing didengar, tapi sejauh mana memahami
investasi yang sebenarnya. Atau, jika seseorang memiliki uang lebih
besar dari yang dibutuhkan untuk biaya hidup, dia bisa memilih untuk
berinvestasi.
Ini berarti seseorang membeli aset dan diharapkan
dari aset tersebut akan menghasilkan pendapatan. Ketika menjualnya,
seseorang mengharapkan akan ada keuntungan.
Lalu, bagaimana
dengan risiko berinvestasi? Investasi apa pun bisa dipastikan mengandung
risiko. Sangat mungkin seseorang tidak mendapatkan pendapatan apa pun.
Juga sangat mungkin bahwa seseorang akan rugi saat menjual investasi.
Berdasarkan
data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), ada
beberapa tipe aset yang bisa dijadikan investasi:
Pertama, jika
seseorang memiliki cukup uang, dia bisa membeli properti seperti rumah
atau toko, mencari penyewa, menerima pendapatan sewa secara teratur, dan
menjual properti tersebut di kemudian hari. Jika seseorang membeli
properti di lokasi yang strategis, penyewa akan banyak yang tertarik
untuk menyewa properti itu, dan pendapatan sewa otomatis akan naik.
Pada
umumnya, nilai properti akan semakin meningkat seiring dengan waktu.
Jadi, ketika seseorang menjualnya, dia bisa berharap akan menerima
keuntungan. Sebagian orang menganggap dengan berinvestasi di properti,
risiko investasinya rendah.
Kedua, seseorang bisa membeli
kendaraan dan menyewakannya ke pihak lain. Seseorang akan mendapatkan
uang sewa yang setara dengan biaya pemeliharaan dan keuntungan yang
diinginkan. Tentu, dia harus membayar asuransi dan biaya perbaikan.
Untuk
kendaraan, jumlah yang diterima saat seseorang menjualnya akan lebih
rendah dibanding saat membelinya. Kendaraan bekas nilainya lebih rendah
dibanding kendaraan baru.
Namun, di balik itu, ada beberapa
kelemahan dari aset yang akan diinvestasikan. Di antaranya, aset-aset
tersebut memerlukan dana dalam jumlah besar. Kebanyakan, orang tidak
memiliki uang dalam jumlah besar. Dan sebagian orang juga tidak memiliki
waktu atau kemampuan untuk mengelola aset secara baik.
Nah,
bagaimana jika seseorang tertarik berinvestasi di bidang lain? Di pasar
keuangan seperti saham dan obligasi misalnya. Bagi pemula, apa yang
harus diketahui?
Masyarakat dengan dana terbatas bisa memilih
untuk berinvestasi di saham atau obligasi. Namun, sebelum memutuskan
untuk berinvestasi di aset tersebut, sebaiknya membaca prospektus yang
dipublikasikan.
Selanjutnya, sebagai investor, seseorang baru bisa memutuskan tipe saham seperti apa yang akan dibeli.
Perlu
diketahui, perusahaan menerbitkan saham dan obligasi untuk memperoleh
dana bagi kelangsungan bisnisnya. Saat investor membeli obligasi suatu
perusahaan, dia akan menerima pembayaran bunga dari penerbit obligasi
hingga jangka waktu tertentu (term of maturity).
Dengan kata
lain, seorang pemegang obligasi (bondholder) menerima pendapatan tetap
dari perusahaan, pada saat yang ditentukan, dan dengan tingkat suku
bunga yang telah disepakati.
Umumnya, berinvestasi di obligasi
dianggap lebih rendah risikonya dibandingkan dengan saham, karena adanya
pembayaran teratur yang telah disepakati.
Obligasi juga bisa
diterbitkan oleh lembaga pemerintah. Obligasi pemerintah ini dianggap
lebih aman dibanding obligasi perusahaan. Karena lebih aman, bunga yang
dibayarkan menjadi lebih kecil dibanding bunga obligasi perusahaan.
Untuk
itu, ini disarankan bagi investor yang tidak banyak mengetahui tentang
seluk beluk investasi. Pada umumnya, investor cenderung membayar ongkos
jasa atau fee ke manajer investasi yang profesional guna memilihkan
obligasi atau saham dan selanjutnya dimasukkan dalam portofolio reksa
dana.
Risiko berinvestasi di reksa dana hampir sama dibandingkan
bila berinvestasi secara langsung pada obligasi atau saham. Oleh karena
itu, investor juga bergantung pada keahlian manajer investasi untuk
memilih obligasi atau saham yang tepat. (*/VIVA.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar