do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 29 Oktober 2013

Menjadi Pembuat Keputusan yang Cepat dan Tepat

Manusia tanpa kecuali selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan dalam setiap langkah yang ia ambil. Tak terkecuali seorang entrepreneur. Entrepreneur bahkan harus membuat berbagai keputusan kecil atau besar dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih sering dari orang biasa. Keputusan itu bisa berbentuk keputusan sepele seperti email mana yang harus dibalas terlebih dahulu hingga keputusan tingkat tinggi yang berdampak lebih luas seperti fokus bisnis dalam 1 dekade mendatang.
Lalu bagaimana jika Anda bukan seorang individu yang terbiasa mengambil keputusan dengan efisien dan cepat? Apa yang Anda bisa lakukan untuk bisa memperbaiki ketrampilan membuat keputusan yang memuaskan? Berikut adalah kiat tentang seni membuat keputusan efisien, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas Anda secara umum.
Kejar yang terbaik atau puas dengan apa yang ada?
Seorang pakar ekonomi bernama Herbert Simon menyimpulkan bahwa ada 2 jenis pembuat keputusan, yaitu pembuat keputusan yang menginginkan yang terbaik dan pembuat keputusan yang puas dengan apa yang bisa ia temukan.
Golongan pertama menghendaki adanya pemecahan yang tuntas, maksimal. Mereka akan terus berusaha mencari sebanyak mungkin kemungkinan walaupun telah menemukan satu/ beberapa yang memenuhi syarat. Mereka ingin meyakinkan diri bahwa mereka tidak akan salah dalam membuat keputusan. Lebih banyak mengetahui pilihan solusi yang bisa diambil pun tidak membuat mereka lebih puas karena semua informasi itu makin membuat mereka bimbang dan lama dalam memutuskan.
Sementara golongan kedua lebih hemat waktu. Mereka memiliki kriteria yang tak kalah dengan golongan pertama tetapi bedanya mereka lebih cepat membuat keputusan. Setelah mereka menemukan satu opsi solusi yang memenuhi syarat, mereka tak ragu menjatuhkan pilihan. Menurut Barry Schwartz, kelompok inilah yang berpeluang untuk lebih bahagia dalam menjalani hidupnya.
Intinya, mengumpulkan informasi sebelum memutuskan memang perlu, tetapi jangan sampai berlebihan. Kita lebih baik menetapkan kriteria untuk membuat keputusan sebelumnya dari beberapa sumber tertentu saja. Setelah kita memiliki kumpulan informasi dari sumber-sumber tersebut, segera buat keputusan dan bergerak ke urusan lain.
Lebih sedikit itu lebih baik
Psikolog Gerd Gigerenzer menemukan bahwa manusia dirancang untuk membuat keputusan cerdas dengan cepat berdasarkan pada informasi yang terbatas sepanjang hidupnya. Gigerenzer menyatakan bahwa sebuah strategi ambil yang terbaik harus diterapkan dalam mengambil keputusan dengan cepat dan efisien. Cukup berpikir dan menimbang-nimbang sesuatu dalam takaran yang sewajarnya, kemudian berhenti dan berlanjut ke hal lain yang tak kalah pentingnya untuk dipikirkan. Prioritaskan informasi yang penting dan abaikan informasi pelengkap. Meneliti informasi pelengkap hanya akan membuang waktu kita.
Hikmah yang bisa dipetik ialah percayai naluri Anda yang berasal dari pemikiran yang cepat berdasarkan pengalaman.
Percayai intuisi
Dalam dunia bisnis dan industri kreatif, kita banyak mendengar tentang intuisi dan keyakinan terhadap naluri. Tidak ada yang rumit tentang intuisi.
Menurut William Duggan dari Columbia Business School, ada tida jenis intuisi yang patut kita ketahui: intuisi biasa, intuisi ahli,dan intuisi strategis. Intuisi biasa hanya sebuah perasaan, firasat. Intuisi ahli merupakan penilaian yang cepat karena telah terlatih dan berpengalaman. Selain itu, intuisi ahli hanya bisa bekerja dalam sebuah lingkungan yang familiar. Sementara intuisi strategis ialah sebuah pemikiran yang jelas, yang bisa bekerja bahkan di luar lingkungan yang sama sekali baru. Sebuah ide yang terlintas di benak kita bisa jadi sebuah solusi atas permasalahan yang kita tengah hadapi. Inilah contoh sebuah intuisi strategis.
Singkatnya, kita harus mempercayai intuisi ahli (berdasarkan pengalaman) saat membuat keputusan tentang permasalahan yang pernah kita hadapi sebelumnya. Namun saat kita membutuhkan terobosan yang benar-benar baru dan segar, kita tidak bisa terlalu cepat mencapai sebuah simpulan.
Mengapa pengalaman sumber belajar terbaik
Ya, pengalaman masih menjadi guru yang terbaik. Sumber pengalaman tidak terlalu penting. Pengalaman kita pribadi atau orang lain sama-sama berbobotnya. Seorang psikolog, Daniel Gilbert, mengatakan bahwa manusia cenderung suka bertanya kepada orang lain saat tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman untuk membuat keputusan tertentu.
Untuk itu, jika kita tengah bergulat dengan sebuah keputusan yang sukar, berdiskusilah dengan seorang teman atau kolega yang pernah berada dalam situasi yang sama sebelumnya. Pandangan dan opini yang mereka bagikan akan sangat berharga daripada penelitian manapun.
Prioritaskan yang penting
Sejumlah keputusan memiliki signifikansi yang cukup besar dalam kehidupan kita dan patut mendapatkan perhatian dan pemikiran lebih. Sementara sisanya hanyalah keputusan-keputusan minor yang tidak terlalu penting. Menurut Jonah Lehrer, penulis buku How We Decide, menunjukkan bahwa kita selalu terdorong untuk jatuh ke jebakan keputusan yang remeh temeh, dan berpikir seolah keputusan tersebut lebih krusial dari yang sebenarnya.
Lalu apa yang harus kita lakukan agar tidak terjebak? Tanyakan pada diri sendiri apabila keputusan tersebut benar-benar bermanfaat dan bermakna bagi kehidupan kita. Jika tidak, berhentilah terobsesi dan beralihlah ke hal lain yang lebih penting.(*AP)

Tidak ada komentar: