do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 29 Oktober 2013

Menjembatani Perbedaan Generasi

Anda muda dan punya bisnis. Jumlah klien banyak dan omzetpun terus meningkat. Tapi karena usia, Anda sering diremehkan. Dianggap terlalu muda untuk mengelola bisnis, tak kompeten atau bahkan yang lebih buruk adalah ada pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dari Anda. Pernahkah merasakan hal ini?
Ketika Matthew Toren mulai merintis bisnis bersama kakaknya, usianya baru 7 tahun. Sosok yang kini sukses menjadi pengusaha muda, mentor, investor dan salah satu pendiri laman YoungEntrepreneur.com asal Vancouver B.C, Kanada, itu mengaku sering mengalami diskriminasi ketika mengelola bisnis di usia yang masih tergolong belia. Salah satunya datang dari kontraktor yang disewanya untuk merenovasi kolam renang yang dibelinya dengan niat mengubah tempat itu menjadi kafe untuk hang out anak muda.
Si kontraktor menilai Toren yang kala itu duduk di bangku SMA sebagai sosok yang naif dan tak mengerti apapun karena masih begitu muda. Ia juga menganggap Toren hanyalah pegawai dan menyuruh Toren untuk memanggil atasannya hingga ia bisa menjelaskan rangkaian hal yang akan direnovasi.
Perlakuan tak menyenangkan yang diterima Toren tak hanya sampai di situ. Begitu mengetahui Toren pemiliknya, si kontraktor lantas menawarkan renovasi dengan harga tinggi dengan sejumlah perbaikan yang sebenarnya tak dibutuhkan. Lalu apa yang terjadi kemudian? Tentu tak ada perjanjian kerja sama diantara mereka. Tapi dari kejadian itu, Toren mempersiapkan diri menjadi entrepreneur yang walau masih belia tapi bisa dihargai serta dihormati oleh orang lain. Nah, bagaimana caranya?
Toren menyiapkan tiga strategi untuk menjembatani perbedaan generasi tersebut. seperti dilansir dari laman Entrepreneur.com, berikut adalah ketiga strategi Toren yang mungkin juga bisa dijadikan kiat bagi para entrepreneur muda Indonesia.
Tahu apa yang Anda bicarakan
Jika tak tahu apa yang sedang Anda bicarakan, khalayak takkan memerlakukan Anda dengan serius. Untuk memeroleh respon sebaliknya, pelajari segala hal yang berkaitan dengan bisnis Anda, termasuk produk baik itu barang atau jasa, jadi Anda mampu berbicara dengan jelas dan penuh wibawa. Penting juga untuk memerlakukan orang lain dengan profesional, entah itu vendor, pegawai atau customer.
Ketika Toren dan kakaknya belajar seluk beluk industri yang digeluti, mereka dapat berkomunikasi dengan begitu baik kepada semua klien yang berhubungan dengan bisnisnya. Mulai dari distributor makanan dan minuman, pengusaha manufaktur perlengkapan kafe dan supplier makanan dengan masing-masing bahasa yang dikuasai oleh para kliennya tersebut. Upaya itu membuahkan hasil sepadan. Merekapun memeroleh perlakuan selayaknya pelaku bisnis seprofesional mungkin meski usia mereka masih terbilang muda.
Bersikaplah sesekali Anda tak mengetahui segala sesuatu
Banyak entrepreneur muda berusaha untuk menutupi minimnya pengalaman mereka dengan bersikap seolah-olah bisa melakukan segala hal. Bersikap percaya diri memang tak salah tapi bila sesekali Anda bersikap seperti tak mengetahui segala macam hal dan meminta bantuan orang lain, hal itu akan menunjukkan integritas yang tidak bisa dianggap remeh.
Toren mendorong semua entrepreneur muda mencari mentor untuk belajar serta menggali ide. Mentor bisa menjadi entrepreneur yang lebih berpengalaman dari Anda atau menjadi sosok yang bisa jadi lebih mengetahui bisnis yang sedang Anda lakoni. Dari pengalaman Toren, sang kakek-lah yang memandunya mengenal dunia dan prinsip dasar entrepreneurship serta menunjukkan apa arti menjadi entrepreneur. Saya ingat kakek pernah berkata bahwa entrepreneur melakukan apapun dan segalanya harus diselesaikan hingga tuntas, kenang Toren.
Penampilan
Masyarakat menilai orang lain dari penampilan dan cara berbicara mereka. Jadi lupakan untuk menindik wajah atau mengenakan pakaian lusuh. Gaya itu mungkin saja bisa membuat teman sebaya terkesan tapi tidak dengan klien atau customer Anda.
Menurut Toren, hal itu bukan berarti mengindahkan jati diri dengan berpura-pura menjadi orang lain dan bukannya menjadi diri sendiri. Tapi Toren menyarankan bila ingin dihargai sebagai entrepreneur sebaiknya jangan berpenampilan seperti rock star. Toren dan kakaknya juga tak setiap hari memakai jas atau berpakaian rapi namun mereka mampu mempresentasikan diri sebagai profesional muda yang dapat menangani bisnis dengan serius di mata khalayak. (*/ely)

Tidak ada komentar: