do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 23 Oktober 2012

Ayo Menjadi Orang Tua dengan Hati


Anak merupakan “kado” manis Tuhan utamanya bagi pasutri yang telah mengidamkannya sekian lama. Tentu suasana rumah tangga akan bertambah taste dengan tangis, canda, serta aksi jenakanya. Maka, patut disyukuri hadirnya mengingat banyak pasangan menikah yang berepot ria demi mendapatkannya. Upaya pedangdut goyang ngebor, Inul Daratista, yang kini mengandung bayi tabung setelah bertahun-tahun belum dikaruniai momongan, hanya sebuah tamsilnya.

Ungkapan syukur itu sepantasnya pula tercurah melalui komitmen merawatnya dengan sebaik-baiknya. Walau praktiknya dirasa lumayan ribet dan melelahkan. Apalagi, ketika biaya hidup terus mahal sejalan kian susahnya mengais rezeki seperti kini. Sementara, perkembangan anak secara azaly berpotensi masalah, konflik, serta tantangan. Belum lagi, atmosfer sosial lingkungan sekitar idem ditto derap abad informasi-teknologi kekinian terasa sering dahsyat mendedahkan efek samping.

Saking hebohnya mendampingi anak (-anak), membuat banyak orang tua merasa kewalahan. Lebih-lebih jika urusannya menyangkut gelagat umumnya anak dan (atau) ABG jaman sekarang yang terkesan “bejibun maunya” dalam berbagai hal. Sebagian besar orang tua lantas dirundung perasaan kesal, sedih, frustasi, atau pun apatis. Bahkan, seringkali dijumpai bapak-ibu yang ringan tangan mencederai hingga merampas nyawa buah hatinya sendiri hanya gara-gara persoalan sepele. Alamak!

Pada arasy itulah karya berumbul La Tahzan for Parents ini lahir turut menguarkan spirit yang adem. Sebagaimana pengantar si pengampunya, buku ini khusus disiapkan untuk mencoba membuka mata; melapangkan dada; memompa ghirah; dan memfasilitasi segenap orang tua dalam memainkan peranannya serta membesarkan hati tatkala mendapat tekanan. Bersamaan itu, sekalian orang tua dihimbau agar menikmati fungsinya penuh suka-cita.

Bab demi babnya menjelentrehkan seputar dinamika keorangtuaan. Dimulai dengan upaya pemaknaan peran orang tua, pemahaman tingkah polah anak, dan cara menyikapinya. Berlanjut penjabaran pola sikap orang tua mengasuh anak-anaknya dengan mendiskusikan amarah, amanah, nafkah, ibadah, akidah, harmoni, rahasia, ghibah, pubertas, rongrongan luar, doa, serta munajat.

Dengan bahasa yang merakyat, bacaan ini mengerami senarai pelajaran berdasar eksplorasi kaidah Islam secara apik, dipadu serangkaian kisah teladan semasa para Nabi beserta Sahabat atau orang-orang salih maupun cerita rekaan sendiri. Lalu digenapi pandangan tokoh filsafat dan pendidikan Barat seperti Plato, Thomas Aquinas, Lewis B. Smedes; Dr. Richard Bereden.

Lebih menarik lagi, buku ini mencoba ngudar relasi antara orang tua dan anak yang cenderung mengalami pasang-surut melalui perspektif kedua pihak. Anak dipandang pula sebagai partner atau mukhatab yang terbuka kemungkinan memiliki kompetensi melebihi pengalaman ayah-bunda. Prinsip keteladanan pun lebih ditekankan ketimbang pengasuhan bercorak punitif serampangan.


Tercatat pula serangkum ibrah yang sangat urgen dicamkan orang tua maupun calon ayah-ibu. Antara lain, pentingnya menahan kemarahan apalagi sampai memuncratkan semacam kutukan yang dapat berakibat fatal terhadap langgam kehidupan anak nanti. Dari sini, menurut hemat saya, legenda Malin Kundang kiranya jangan sebatas digeneralisasi peringatan keras atas kedurhakaan seorang anak kepada orang tua (ibu), tapi juga hendaknya dipahami betapa orang tua harus menjaga ucapan dan senantiasa mengampuni kekhilafan anak.

Ihwal penting berikutnya, yakni mengupayakan nafkah halalan thayyiban sesuai tuntunan syariat untuk anak, meski sering kekurangan. Sebab, diiyakan atau tidak, perilaku (mengesalkan) anak sebenarnya juga bergantung asupan yang diberikan kepadanya. Bisa ditebak kontaminasi pemanfaatan barang konsumsi dari fulus hasil suap, korupsi, dan sejenisnya terhadap cikal kepribadian anak.

Yang tak kalah penting, orang tua dituntut istiqamah meneladankan refleksi kesalihan pribadi maupun kesalihan sosial kepada anak. Figur ayah-ibu yang beakidah murni begitu kukuh, sregep beribadah, serta bersolidaritas mengagumkan jelas ikut amat berpengaruh positif membentuk karakter anak. Begitu juga sebaliknya. Dan orang tua berkewajiban pintar menyimpan rahasia.

Buku ini sempat pula menyentil pengaruh siaran televisi yang tak selamanya kondusif bagi anak. Misalnya, tayangan kompetisi talenta vokal AFI (Akademi Fantasi Indosiar) atau Indonesian Idol. Rasanya, sama halnya tontonan Idola Cilik yang sampai detik ini sedemikian menghegemoni terutama kalangan bocah, perlu dicermati berbagai elemen masyarakat. Termasuk maraknya acara infotainment yang mengobral ghibah tentang sekelumit lelaku privasi ke ruang publik.

Ringkas kata, berpredikat ayah-ibu merupakan kepercayaan luar biasa yang dimandatkan Tuhan, sehingga tak perlu terlalu berharap penghormatan dari anak. Orang tua kudu ikhlas ngopeni anak dengan memberikan yang terbaik. Perkara menghadapi kesulitan ekonomi dalam membiayainya, sungguh Tuhan Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Ikhtiar mengurus dan mendidik anak juga selayaknya direalisasikan bergaya “sersan” (serius tapi santai) lewat metode yang menyenangkan laiknya game sepenuh perhatian, cinta, serta kasih sayang; dengan fokus pada proses bukan hasil.




agap. � p n ��7 �? it mengangguk sambil tersenyum ramah. "Sejak kita pertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khattab!" ujarnya dengan tenang. Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggir kota. Begitulah apabila Negara benar-benar dipegang oleh seorang yang memahami betul konsef manhaj kenabian atau manhaj yang telah melahirkan Peradaban Islam yang gemilang. Wallahu a’lam bissawaab 



Tidak ada komentar: