do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 23 Oktober 2012

Menyelesaikan Masalah Kemiskinan Melalui Distribusi yang Adil


Masalah kemiskinan sesungguhnya berpangkal pada
buruknya distribusi kekayaan di tengah
masyarakat. Karena itu, masalah ini hanya dapat
diselesaikan dengan tuntas dengan cara menciptakan pola
distribusi yang adil. Di mana setiap warga negara dijamin
pemenuhan kebutuhan pokoknya dan diberi kesempatan
yang luas untuk memenuhi kebutuhan sekundernya.

Kesalahan sistem ekonomi Kapitalis yang diterapkan saat
ini adalah, bahwa upaya penghapusan kemiskinan
difokuskan hanya pada peningkatan produksi, baik
produksi total negara maupun pendapatan per kapita,
bukan pada masalah distribusi. Maka, sistem ekonomi
Kapitalis tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah
kemiskinan karena titik pusat persoalannya, yaitu
distribusi kekayaan, tidak ditata sebagaimana semestinya.
Akibatnya, pemerintahan yang datang silih berganti,
termasuk di Indonesia, selalu mengarahkan pandangan
mereka pada pertumbuhan produksi serta peningkatan
pendapatan rata-rata penduduk, namun tidak pernah
memberi perhatian pada persoalan bagaimana kekayaan
tersebut didistribusikan dengan adil di tengah masyarakat.
Padahal, dari waktu ke waktu, seiring dengan
meningkatnya produksi, telah terjadi penumpukan
kekayaan di tangan segelintir orang. Pihak yang kuat
meraih kekayaan lebih banyak melalui kekuatan yang
mereka miliki. Sedangkan yang lemah semakin
kekurangan, karena kelemahan yang ada pada diri mereka.
Hal ini tak ayal semakin menambah angka kemiskinan.
Islam memberikan penyelesaian masalah
kemiskinan ini dengan cara yang unik. Intinya, harus ada
pola distribusi yang adil. Soal keadilan distribusi ini
disinggung dalam al-Quran. Allah SWT. berfirman:

“… Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari

penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras syariatannya.” (Qs. al-Hasyr [59]: 7)

Secara ekonomi, negara harus memastikan bahwa
kegiatan ekonomi baik yang menyangkut produksi, distribusi
maupun konsumsi dari barang dan jasa, berlangsung sesuai
dengan ketentuan syariah, dan di dalamnya tidak ada pihak
yang mendzalimi ataupun didzalimi. Karena itu, Islam
menetapkan hukum-hukum yang berkaitan dengan kegiatan
ekonomi (produksi, industri, pertanian, distribusi, dan
perdagangan), investasi, mata uang, perpajakan, dll, yang
memungkinkan setiap orang mempunyai akses untuk
mendapatkan kekayaan tanpa merugikan atau dirugikan
oleh orang lain.

Selain itu, negara juga menggunakan pola distribusi
non ekonomi guna mendistribusikan kekayaan kepada
pihak-pihak yang secara ekonomi tetap belum
mendapatkan kekayaan, melalui instrumen seperti zakat,
shadaqah, hibah dan pemberian negara. Dengan cara ini,
pihak yang secara ekonomi tertinggal tidak semakin
tersisihkan.



Tidak ada komentar: