do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 23 Oktober 2012

Membangun Politik Cerdas


http://id.shvoong.com/images/spacer.gif?s=summarizer&d=1351048790047&id=273206cf-974b-4c4a-9b0e-9e13b6659030
Musyawarah Nasional (Munas) II PKS di Hotel The Ritz Carlton, Jakarta, yang telah berakhir pada Minggu, 20 Juni 2010 lalu secara makro layak dibaca sebagai salah satu proses pelembagaan sistem kepartaian di Indonesia.

Tak berbeda dengan momentum kongres beberapa parpol lain yang secara kebetulan digelar beruntun sejak awal tahun 2010, Munas PKS merupakan forum krusial melakukan reposisi dan restrukturisasi organisatoris. Tetapi ada yang menarik dari Munas II PKS, bahwa forum ini memiliki perbedaan cukup mencolok dengan ajang serupa oleh partai politik lain di Indonesia; tidak ada pemilihan ketua umum. Oleh karena itu,tidak akan ada baliho besar kandidat yang menjejali Jakarta dan arena kongres, tidak ada tim sukses, tidak ada hiruk-pikuk, tidak ada money politic, tidak ada negative campaign,dan sepertinya juga tidak akan ada liputan besar- besaran oleh media massa, seperti liputan terhadap kongres Partai Golkar ataupun Partai Demokrat beberapa waktu yang lalu.

Demokrasi yang dibangun oleh PKS dalam memilih ketua umumnya adalah dengan menjalankan asas demokrasi perwakilan. Majelis ini merupakan lembaga tertinggi PKS yang bertugas antara lain menyusun visi dan misi Partai, ketetapan- ketetapan dan rekomendasi Musyawarah Nasional, memilih ketua umum, dan memilih pimpinan pusat partai serta keputusan- keputusan strategis lainnya.

Kecerdasan Demokrasi

Pola demokrasi dan restrukturisasi yang ditampilkan oleh PKS tanpa ke-gaduhan ini ingin menawarkan pola politik cerdas, setidaknya ditilik dari dua sisi: Pertama,minimalisasi turbulensi politik internal. Salah satu kelemahan demokrasi langsung bagi manajemen internal parpol adalah kesulitan mengakurkan pluralitas kelompok dan agregasi kepentingan yang beragam. Aksi dukung-tolak yang dilakukan oleh pimpinan cabang dan pimpinan wilayah terhadap calon ketua umum kerap berimplikasi pada perpecahan.

Selain masih belum matangnya pola demokrasi kepartaian di Indonesia yang cenderung mengedepankan aspek kepentingan kelompok, juga dilatari oleh ketidak dewasaan dalam menyikapi kekalahan. Penyerahan kewenangan kepada syura (perwakilan) merupakan sebuah alternatif solusi cerdas meminimalisasi turbulensi politik tersebut. Kedua, orientasi agenda programatik ketimbang interaksi politis yang acap kali menjerumuskan kader parpol kepada disparitas kepentingan dan melupakan grand design kebutuhan parpol. Karena tidak adanya proses politik pemilihan langsung, maka forum Munas PKS mempunyai energi jauh lebih besar untuk membahas agenda program dan desain kepartaian dalam lima tahun ke depan, utamanya strategi mempersiapkan kemenangan pada Pemilu selanjutnya.

Grand Design

Dengan memfokuskan pada pembahasan strategi dan grand design parpol hingga lima tahun mendatang, PKS selangkah tampak lebih cerdas. Dalam konteks ini, merujuk pada plus-minus kontestasi politik yang diperagakan PKS, maka setidaknya ada agenda krusial yang terus-menerus dipertajam. yaitu , masalah pencitraan. Dalam konstelasi politik mutakhir, aspek pencitraan menempati posisi krusial bagi partai politik dalam membentuk persepsi masyarakat.Hal ini dilakukan secara kontinu dan berkelanjutan melalui realisasi program partai sesuai sasaran masyarakat dan dapat dirasakan langsung,pencitraan dapat dilakukan melalui media komunikasi massa, baik televisi, media cetak ataupun radio. Persepsi merupakan hal terpenting bagi akseptabilitas partai politik dan peningkatan elektabilitasnya. Kini PKS telah tercitrakan sebagai parpol bersih, peduli, profesional dan partai kaum muda.Citra ini sampai kapan pun harus dijaga. Paling tidak, pencitraan diorientasikan untuk kian menegaskan segmentasi politik PKS.


Namun masih banyak kelemahan yang patut dievaluasi seiring kian kompleksnya persoalan politik tanah air.Konsolidasi internal tak hanya dilakukan dalam forum-forum resmi, melainkan secara kontinu menanamkan budaya silaturahmi,baik oleh pimpinan pusat ke bawah (top down) atau dari pimpinan ranting ke atas (buttom up). Ketiga, sosialisasi dan komunikasi massa. Banyak pihak beranggapan setelah menjadi partai pemerintah selama satu dasawarsa ini, PKS kehilangan sikap kritisnya. Justru sebaliknya, PKS telah membuktikan konsistensinya bahwa berkoalisi tak boleh menghilangkan prinsip kebenaran.

Selama terdapat permasalahan yang harus diungkap, maka semuanya niscaya dikuak secara transparan dan sportif. Keempat, problem finansial. Bagaimanapun kegiatan partai adalah massal dan harus terprogram secara profesional.Untuk itu PKS perlu memikirkan bagaimana agar bisa memiliki sumber finansial kuat, transparan, bersih dan berdaya.

Cerdas Berdakwah

Lebih jauh, sisi interaksi dengan parpol lainnya dalam kontestasi politik merupakan faktor penting yang tak boleh disepelekan. Selama ini, sikap politik PKS masih dianggap eksklusif dalam konfigurasi politik nasional. Kini PKS mulai beranjak dari partai eksklusif menjadi inklusif. Diterimanya kader dan konstituen nonmuslim menjadi iktikad baik yang membutuhkan pengembangan visioner. Selain adaptasi dari spirit nasionalisme, sikap ini sesungguhnya diambil dari saripati firman Tuhan, Innaa Kholaqnaakum min dzakarin wauntsaawaja’alnaakumsyu’uuban wa qobaailan lita’aarafuu.

Karenanya, biarkanlah kemajemukan itu tetap ada, tapi itu semua tidak didikotomikan, melainkan disinergikan untuk mencapai ketakwaan (Innaa akramakum ‘indallaahi atqokum). Sebagai partai Islam dan partai dakwah, muatan ideologis PKS dapat dilakukan kepada siapa pun warga negara,tanpa adanya paksaan. Perbedaan sikap merupakan hal wajar dalam demokrasi.Dalam menyikapi perbedaan, utamanya di wilayah prinsip,ada kaidah yang disampaikan Sayid Qutub, yakhtalituun walakin yatamaayazzuun.

Berinteraksi dengan masyarakat, namun tidak larut dengan berbagai kebiasaan buruk mereka.Sebaliknya, kader PKS diharapkan muncul cemerlang dan selalu berpegang dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran.





Tidak ada komentar: