do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none;

Selasa, 23 Oktober 2012

Mewujudkan Nilai-Nilai Kemanusiaan


Pada gempa di Nias (28/03/2005), korban berjatuhan adalah dari kalangan kaum Muslim maupun non-Muslim. Nias sendiri selama ini dikenal sebagai daerah yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Namun demikian, Islam tetap memerintahkan agar kita mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insânniyah) dengan memberikan bantuan dan meringankan derita penduduk Nias.
Manusia beraktivitas dengan tujuan meraih nilai-nilai kepuasan (qîmah) tertentu. Ada empat qîmah yang menonjol, yaitu: (1) qîmah rûhiyyah (nilai spiritual); (2) qîmah madiyyah (nilai material); (3) qîmah akhlaqiyah (nilai moral); dan qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan). 
Nilai spiritual tampak, misalnya, dalam ibadah ritual, dakwah, atau jihad. Nilai material tampak dalam berbagai bentuk muamalat. Nilai moral tampak dalam sikap manusia menghadapi sesuatu, termasuk juga sikap sayang kepada binatang. Adapun nilai kemanusiaan tampak dalam pemberian pertolongan tanpa pamrih kepada manusia lain—tanpa memandang bangsa, ras/warna kulit, tanah air, agama, dll—yang memerlukan. Semua nilai (qîmah) ini diakui dalam Islam. Islam juga memberikan petunjuk bagaimana mendapatkan nilai-nilai itu tanpa bertabrakan satu sama lain.
Islam memerintahkan kita untuk mewujudkan qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan) dalam setiap interaksi kita dengan manusia lain. Setiap Muslim diperintahkan berbuat baik kepada manusia lain dan membantu manusia lain yang mengalami musibah, tanpa memandang suku, ras, warna kulit, atau agamanya.
Perlakuan yang baik terhadap manusia lain, sekalipun berbeda agama, juga dikuatkan dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kalian, karena adil itu lebih dekat pada takwa, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian kerjakan. (QS al-Maidah [5]: 8).


Bahkan dalam peperangan sekalipun, Islam menunjukkan kemuliaan ajarannya, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Misalnya, saat kaum Kafir Quraisy kalah dalam Perang Badar, kaum Muslim telah dengan tulus memakamkan kaum Kafir yang terbunuh, sebagaimana mereka memakamkan kaum Muslim. Sementara yang terluka diberi perawatan dan pengobatan, sebagaimana mereka merawat dan mengobati tentara kaum Muslim yang terluka (Syet Mahmud Khatthab, ar-Rasûl al-Qâ'id, hal. 110). Subhana-Llah. Inilah nilai kemanusiaan yang luar biasa, yang diajarkan oleh Islam kepada ummatnya.
Jika individu saja diperintahkan demikian, apalagi negara yang harus menanggulangi bencana, maka siapapun korbannya, selama masih rakyatnya, negara tidak boleh melakukan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) dalam hal melayani warganya.
Rasulullah saw. pun telah memberikan contoh bagaimana Daulah Islamiyah (Negara Islam) di bawah kepemimpinan beliau memberikan perlindungan yang sama, baik kepada Muslim maupun non-Muslim. Standar perlakuan yang sama dari negara ini justru telah menjadi media dakwah yang sangat efektif sehingga banyak orang berduyun-duyun masuk Islam dengan sukarela.
Pada waktu Umar bin al-Khaththab menjadi khalifah, beliau mendapatkan seorang musyrik tua yang mengemis karena kemiskinannya. Beliau lalu berkata, "Celakalah kita. Kita telah menarik jizyah darinya sewaktu muda. Lalu apakah kita akan menelantarkannya ketika tua?" 
Umar lalu memerintahkan bawahannya agar memberikan santunan dari Baitul Mal secara teratur kepada orang tersebut dan membebaskannya dari membayar jizyah. 



Tidak ada komentar: